Kemenkeu Ungkap Porsi Pajak Kelas Menengah Kurang dari 1% dan Mayoritas UMKM
Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan porsi pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) dari kelas menengah masih sangat kecil dari total penerimaan pajak nasional. Bahkan, porsi penerimaan pajak kelas menengah tidak sampai 1%.
“Kelas menengah ini kan bicara individu. Pajak yang dibayarkan orang pribadi jika ditotalkan secara nasional dibandingkan penerimaan total nyaris tidak besar sekitar 1%,” kata Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Muchamad Arifin dalam Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, Kamis (26/7).
Fakta tersebut menunjukan penerimaan pajak secara total belum ideal jika Indonesia ingin menjadi negara maju. Sebab, pajak orang pribadi di negara maju memiliki porsi yang besar dan menjadi penopang penerimaan pajak negara.
Menurut Arifin, saat ini kebanyakan pajak pribadi berasal dari pelaku usaha UMKM, yang sebagian besar adalah sektor informal dan tidak masuk ke sistem perpajakan. “Sektor UMKM ini beda dengan badan usaha, yang harus tercatat dulu. UMKM relatif informal sehingga tidak masuk pada sistem kita,” ujar Arifin.
Untuk itu, pemerintah berusaha memadankan penggunaan Nomor Induk Kependudukan atau NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang telah terlaksana sejak Juli 2024. Hal itu menjadi salah satu cara untuk melacak orang pribadi yang belum melaporkan kewajiban pajaknya.
Rencananya, pemadanan NIK dan NPWP akan terintegrasi dalam Coretax Sistem, sistem administrasi perpajakan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka reformasi perpajakan di bidang teknologi informasi dan basis data
“Kalau nanti NIK bisa berjalan di 2025 awal dan Cortex juga, nanti data di situ tergabung, kelihatan si X dengan penghasilan sekian belum punya NPWP. Beda dengan karyawan karena pasti sudah dipotong,” kata Arifin.
Pengeluaran Kelas Menengah untuk Pajak Meningkat
Walau porsi pajak kelas mengah yang masih kecil, tapi pengeluaran kelompok ini justru meningkat dalam sepuluh tahun terakhir dari 2014-2024. Salah pengeluaran yang meningkat adalah untuk kebutuhan pembayaran pajak.
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat pengeluaran kelas menengah meningkat untuk kebutuhan hiburan, pajak atau iuran, kendaraan, barang tahan lama, pakaian, barang atau jasa lainnya, dan keperluan pesta.
“Untuk keperluan pesta naik 0,75% menjadi 3,18%. Untuk hiburan naik tipis sekali 0,38% dari 0,22%,” ujar Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Berdasarkan hasil pendataan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) 2024, porsi pengeluaran kelas menengah untuk pajak dan iuran mencapai 4,53% dari total pengeluaran. Sementara pada tahun 2014, porsi pengeluaran untuk pajak dan iuran hanya 1,62%.
Besaran porsi pengeluaran pajak dan iuran kelas menengah itu hampir sama dengan kelompok masyarakat kelas atas sebesar 4,53%. Jenis pajak dan iuran yang tercakup dalam kelompok pengeluaran tersebut meliputi pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, asuransi serta retribusi seperti iuran RT/RW, sampah, keamanan, kuburan dan lain-lain.