Cukai Rokok Batal Naik, Kemenkeu Kaji Penyesuaian Harga Jual Eceran

Fauza Syahputra|Katadata
Ilustrasi rokok: Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang.
27/9/2024, 15.41 WIB

Pemerintah memastikan kenaikan cukai hasil tembakau atau CHT pada 2025 belum akan dilakukan. Meskipun begitu, harga jual eceran atau HJE rokok dipastikan akan naik pada tahun depan. 

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu M Aflah Farobi mengatakan, pihaknya masih mengkaji harga jual rokok eceran dengan mempertimbangkan beberapa aspek. 

“Yang HJE-nya juga sedang kita kaji, HJE-nya nanti apakah berpengaruh ke pengendalian konsumsi maupun penerimaan seberapa besar,” kata Aflah dalam acara Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, Kamis (26/9). 

Dia memastikan pemerintah akan berhati-hati dalam memutuskan ketentuan harga jual tersebut. Apalagi, pengenaan cukai saat ini sudah mendorong downtrading. Ini merupakan fenomena peralihan konsumsi rokok ke jenis yang lebih murah semenjak tarif cukai diterapkan.

Pihaknya juga tengah menghitung pengaruh kenaikan harga jual rokok terhadap penerimaan pemerintah. Namun pada dasarnya, ketentuanya harga jual rokok harus sesuai harga jual eceran. 

“Ini yang sedang dikaji. Kalau dikaitkan dengan penerimaan, saat ini belum dihitung. Tapi kita hitung adalah apakah masih sesuai dengan harga eceran yang ada dan sesuai dengan kenyataannya,” kata Aflah. 

4 Pertimbangan dalam Menentukan Harga Jual Rokok:

  1.  Kelangsungan industri, petani dan sebagainya
  2.  Faktor kesehatan dan pengendalian konsumsi
  3.  Penerimaan negara
  4.  Peredaran barang kena cukai ilegal

“Jadi untuk empat hal ini, tentunya kita cari titik optimumnya, termasuk bagaimana pengaruh terhadap penerimaan dan pengendalian konsumsi. Saat ini masih kita kaji bersama,” ujar Aflah. 

DPR Usul Cukai Rokok Naik 5% pada 2025

Sebelumnya, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN DPR menyampaikan usulan kenaikan tarif cukai hasil tembakau minimal sebesar 5% pada 2024. Hal ini disampaikan dalam sesi rapat kerja dengan Kementerian Keuangan pada awal pekan ini.

Dalam kesimpulan rapat kerja, Ketua BAKN DPR Wahyu Sanjaya mendorong pemerintah menaikan cukai hasil tembakau jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM).

“Kenaikan minimum 5% setiap tahun untuk dua tahun ke depan," kata Wahyu dalam rapat kerja dengan Kemenkeu, Selasa (10/9). 

Wahyu menjelaskan, usulan tersebut disampaikan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau. Selain itu, kenaikan tarif juga untuk membatasi kenaikan cukai hasil tembakau pada jenis sigaret kretek tangan atau SKT.

“Usulan ini untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja. Setuju ya?" ujar Wahyu dan dijawab sepakat oleh anggota BAKN DPR yang hadir pada kesempatan tersebut. 

Harga Jual Menentukan Konsumsi Rokok Masyarakat

Berdasarkan studi-studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia atau PKJS-UI, faktor harga sangat berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk merokok. Studi PKJS-UI 2020 menunjukkan semakin mahal harga rokok, maka semakin kecil peluang anak merokok. 

“Harga rokok murah juga menjadi faktor yang mendorong anak kambuh untuk merokok kembali atau smoking relapse setelah pernah berhenti,” kata Koordinator Riset PKJS-UI Risky Kusuma Hartono. 

Di samping keterjangkauan oleh anak-anak, masyarakat prasejahtera juga masih mudah membeli rokok sehingga mereka sulit berhenti dari adiksi rokok. Studi ini juga menunjukkan, setiap 1% kenaikan belanja rokok, dapat meningkatkan peluang kemiskinan sebesar 6% poin pada rumah tangga. 

“Artinya, konsumsi rokok memiliki pengaruh besar terhadap garis kemiskinan,” ujar Risky.

Kenaikan tarif cukai ini juga dapat meningkatkan penerimaan negara yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Dana yang dihasilkan dari cukai rokok dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pelayanan kesehatan, terutama dalam penanganan penyakit yang diakibatkan oleh rokok.  

Untuk itu, PKJS-UI, Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menganggap rencana pembatalan kenaikan cukai rokok sebagai suatu kemunduran dalam upaya perlindungan kesehatan publik setelah disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomot 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan khususnya pada pengamanan bahan zat adiktif. 

“Rencana pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok akan menghambat berbagai upaya pengendalian rokok yang telah direncanakan dan memberi dampak negatif terhadap kondisi kesehatan masyarakat dan keuangan negara,” kata Risky. 

Reporter: Rahayu Subekti