RI Berpotensi Cetak Deflasi 5 Bulan Beruntun Akibat Penurunan Harga Pangan
Sejumlah ekonom memperkirakan deflasi bakal terjadi pada bulan September 2024 karena penurunan sejumlah harga pangan. Hal itu bakal menandai deflasi kelima kalinya secara beruntun.
Sebelumnya, Indonesia mengalami deflasi selama empat bulan beruntun pada tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi dari Mei hingga Agustus 2024 masing-masing sebesar 0,03%, 0,18%, 0,08%, dan 0,03%.
Secara umum, deflasi adalah penurunan tingkat harga barang dan jasa dalam suatu periode. Fenomena deflasi juga mengindikasikan penurunan permintaan secara agregat dan melemahnya aktivitas ekonomi.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan Indeks harga konsumen (IHK) akan mencatatkan deflasi sebesar 0,04% secara bulanan pada September 2024.
Tren deflasi ini sebagian besar didorong oleh deflasi komponen bergejolak sejalan dengan penurunan harga bahan makanan, terutama cabai merah dan cabai rawit.
“Oleh sebab itu, IHK komponen bergejolak diperkirakan akan mengalami deflasi bulanan sebesar 1,01% secara bulanan,” ujar Josua kepada Katadata.co.id, Senin (30/9).
Josua juga memproyeksikan IHK komponen inti dan IHK harga diatur pemerintah akan menunjukkan tingkat inflasi yang terkendali masing-masing sebesar 0,17% dan 0,05% secara bulanan pada September 2024.
Menurut Josua, hal ini mencerminkan normalisasi setelah adanya inflasi akibat kenaikan biaya pendidikan dan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.
Dengan demikian, Josua memproyeksikan inflasi berjalan dari Januari hingga September akan berada pada kisaran 0,83%. Nilai itu lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun lalu sebesar 1,69%.
“Kami memperkirakan tingkat inflasi tahunan akan berada di kisaran target tahun ini sebesar 1,5% hingga 3,5%,” kata Josua.
Tekanan Inflasi Bakal Mereda
Sementara itu, ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memproyeksikan tekanan inflasi bakal mereda pada September 2024.
Dia memproyeksikan inflasi tetap berada pada kisaran target 1,5% hingga 3,5%. “Hal ini tercermin dalam indeks ekspektasi harga umum untuk September 2024 yang sedikit lebih rendah dibandingkan Agustus 2024,” ujar Riefky.
Riefky melihat penurunan harga BBM nonsubsidi pada awal September 2024 dapat meredakan tekanan inflasi. Namun, tekanan inflasi bakal tetap terjadi pada komponen harga pangan bergejolak.
“Produksi beras diperkirakan akan menurun hingga Oktober 2024. Hal ini untuk mengantisipasi dampak dari musim La Nina yang akan datang,” kata Riefky.
Adapun dampak musim La Nina meliputi peningkatan curah hujan di beberapa wilayah seperti Indonesia, yang sering mengalami musim hujan lebih panjang dan intens.