Gaji pekerja bakal kembali dipotong untuk iuran program pensiun. Rencana tersebut sejalan dengan amanat dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK.
Namun rencana iuran pensiun tambahan itu mendapat protes dari banyak pihak. Karena iuran bersifat wajib bakal membebani pekerja karena potongan gaji makin besar. Kebijakan ini akan menggerus daya beli masyarakat hingga akhirnya menekan ekonomi.
Apalagi, gaji mereka sudah dipotong untuk iuran jaminan hari tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian potongan gaji untuk iuran BPJS Kesehatan, Pajak Penghasilan (PPh) 21, dan adanya rencana iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan iuran pensiun wajib tersebut dapat semakin melemahkan daya beli masyarakat. “Soal dana pensiun wajib ini memang kontraproduktif terhadap daya beli,” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (2/10).
Jika dilihat dari sisi pekerja, tambahan potongan iuran pensiuna dapat menurunkan daya beli. Karena pendapatan yang siap dibelanjakan atau disposable income para pekerja menjadi semakin berkurang.
Kebijakan ini bisa semakin berbahaya jika tanpa dibarengi dengan peningkatan gaji pekerja. Apalagi dalam 10 tahun terakhir, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) masih rendah. “Adanya dana pensiun wajib, akan makin memperburuk jumlah pendapatan yang bisa dibelanjakan,” ujar Bhima.
Padahal, pungutan pekerja juga sudah terlalu banyak dibebankan kepada pekerja seperti iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan membayar PPh 21. Belum lagi, adanya rencana pungutan Tapera. Berbagai iuran itu bakal menggerus belanja dan tabungan pekerja.
“Efeknya juga ke perputaran ekonomi bisa melambat, industri terpukul dan akhirnya PHK. Jadi ada korelasi rencana dana pensiun wajib ke pendapatan pekerja yang makin rendah ke depannya,” kata Bhima.
Berdampak Pada Kelas Menengah
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menyebut permasalahan iuran pensiun tambahan ini karena bersifat wajib dan bisa berdampak kepada kelas menengah. “Kalau ini menjadi wajib, maka akan menjadi masalah, karena kondisi masyarakat kelas menengah sangat bervariasi,” kata Faisal.
Faisal menilai kebijakan tersebut tidak tepat bagi pekerja yang berpenghasilan kecil. Karena mereka akan kesulitas untuk menabung dan memenuhi kebutuhan hidupnya.“Bahkan untuk menabung susah. Apalagi kalau masih harus meminjam dan dikurangi lagi pendapatan mereka untuk iuran pensiun,” ujar Faisal.
Pada akhirnya, kelas menengah bakal kesulitan untuk memikirkan masa depannya. Sebab pendapatan mereka makin berkurang karena harus menanggung banyak iuran, termasuk dari pensiun wajib tersebut.
“Untuk sekarang saja, kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi. Ini yang perlu dipikirkan dampak dari kebijakan iuran pensiun wajib. Kalau diwajibkan ke semua kelompok akan mempengaruhi daya beli mereka,” kata Faisal.
Faisal menyarankan, sebaiknya kebijakan tersebut dilakukan secara bertahap terhadap kelompok pekerja tertentu. Misalnya diterapkan kepada pegawai negeri sipil (PNS) terlebih dahulu.
Hal itu bisa dilakukan sekaligus untuk membuktikan bahwa pengelolaan dana pensiun aman. “Jangan sampai ada kasus penyalahgunaan dana pensiun yang akan menjadi mengikis kepercayaan masyarakat," ujarnya.
Rasio Pendapatan Pekerja Bisa Ideal
Ekonom Celios Nailul Huda mengilai kebijakan iuran pensiun ini dapat meningkatkan replacement ratio income atau rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan nilai gaji yang diterima saat masih aktif bekerja.
Namun replacement ratio income ini harus mencapi 40%. “Replacement ratio income yang lebih tinggi juga semakin menurunkan beban anak dalam membiayai kebutuhan orang tua ketika pensiun dan tidak menjadi sandwich generation,” kata Huda.
Menurut Huda, replacement ratio saat ini masih di angka 15%. Rasio ini masih kecil di tengah anggapan bahwa biaya hidup orang tua ketika pensiun dibiayai oleh anak-anaknya. “Ini yang harus diubah agar tidak menjadi beban anak-anaknya ke depan,” ujar Huda.
Untuk meningkatkan replacement ratio perlu beberapa strategi. Salah satunya melalui peningkatan tambahan iuran wajib yang disesuaikan dengan peningkatan pendapatan atau gaji. Kedua, melalui placement dana pensiun yang ditempatkan pada portofolio yang menguntungkan serta aman.
Selain itu, ada baiknya program dana pensiun pemerintah ini diukur dengan iuran yang naiknya secara gradual. “Jangan tetiba langsung naik secara signifikan yang akan membebani masyarakat,” ujar Huda.
Pertumbuhan pendapatan tenaga kerja juga harus ditingkatkan, dengan mengerek kenaikan UMP sebesar inflasi, ditambah pertumbuhan ekonomi sekitar 8% per tahun. “Jika ada kenaikan gaji yang layak, saya rasa lebih pas ketika mau dikenakan iuran wajib dana pensiun,” kata Huda.