Gubernur BI Waspadai Dampak Pilpres AS Terhadap Pelemahan Rupiah

ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/aww.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan pemaparan kepada media terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Selasa (21/8/2024). BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap di level 6,25 persen, suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,5 persen, dan suku bunga lending facility tetap 7 persen.
6/11/2024, 18.16 WIB

Bank Indonesia (BI) mewaspadai pelemahan rupiah karena tertekan sentimen Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) dan sejauh ini Donald Trump unggul sementara.

“Kita monitoring hari ini perkembangan Pemilu di Amerika Serikat yang perhitungan sementaranya Trump unggul," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (6/11).

Selain itu, pihaknya juga memonitor prediksi-prediksi dari pasar serta kemungkinan yang menyebabkan mata uang dolar AS menguat.

Perry mengatakan, dinamika Pilpres AS menyebabkan penguatan dolar AS, yang berdampak pada seluruh negara termasuk emerging market seperti Indonesia. Dinamika itu memberikan tekanan ke nilai tukar dan juga arus modal.

“Tekanan-tekanan terhadap nilai tukar, kedua arus modal, dan ketiga adalah bagaimana ini berpengaruh kepada dinamika ketidakpastian di pasar keuangan. Ini yang kemudian kita harus respons secara hati-hati,” ujarnya.

Dalam merespons kondisi tersebut, Bank Indonesia terus berkomitmen dan berupaya untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan bersinergi erat dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Pada akhir perdagangan Rabu, rupiah melemah 84 poin atau 0,53 persen menjadi Rp15.833 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 15.749 per dolar AS.

Bisa Berdampak ke Indonesia

Analis Bank Woori Saudara Rully Nova memperkirakan hasil Pilpres AS akan berdampak luas terhadap emerging market atau pasar berkembang seperti Indonesia. Karena Trump menerapkan kebijakan proteksionis untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan luar.

“Kemungkinan ini akan berdampak negatif bagi emerging market termasuk Indonesia karena dolar AS akan semakin kuat dengan kebijakan Trump yang proteksionis,” kata Rully, Rabu (6/11).

Jika Kamala Harris menang dalam Pilpres AS, terdapat risiko pemerintah AS akan terus menyerap dolar AS melalui penerbitan obligasi negara karena belanja sosial yang akan semakin tinggi.

Sementara ekonom senior Bank Mandiri Reny Eka Putri menilai penguatan dolar AS terjadi karena pasar merespons hasil awal pemilu AS, dan dipengaruhi oleh prospek pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang tidak terlalu agresif.

Indeks dolar AS menguat karena Donald Trump unggul atas Kamala Harris dalam perhitungan sementara. Indeks dolar AS naik ke level 104,7 pada perdagangan hari ini, naik ke level tertinggi sejak 24 Juli 2024. Hal ini menunjukkan penguatan dolar AS terhadap mata uang utama lain.

"Investor global bereaksi terhadap hasil awal pemilihan presiden AS, di mana Trump menang atas Harris. Sebagian besar Pilpres berlangsung sesuai perkiraan, dengan hasil sekarang bergantung pada tujuh negara bagian utama," ujarnya.

Menurut Reny, investor juga fokus hasil Pilpres AS karena dapat berimplikasi signifikan terhadap pengeluaran dan kebijakan pajak di masa mendatang. Kebijakan Trump akan mengontrol ketat terkait masalah tarif, perdagangan, dan imigrasi.

Reporter: Antara