Institute for Development of Economics and Finance (Indef) membeberkan sejumlah dampak yang terjadi akibat kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.
Ekonom Indef Eko Listiyanto menyebutkan dampak penetapan tarif PPN 12% bisa mengerek harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Apalagi, kenaikan ini terjadi ketika konsumsi masyarakat tengah melambat.
“Pajak pertambahan nilai ini langsung ya menempel pada setiap barang yang dikonsumsi oleh masyarakat,” kata Eko dalam diskusi Indef, Senin (18/11).
Meski begitu, ada beberapa jenis barang yang tidak dikenakan PPN seperti sembilan bahan pokok (sembako). Namun sebagai besar akan terdampak akibat kenaikan PPN ini.
Dia mencontohkan harga barang-barang yang akan naik akibat penetapan tarif PPN menjadi 12% seperti pembelian handphone hingga tiket konser.
Dengan kondisi itu, kebijakan PPN ini bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, menggerus konsumsi masyarakat hingga perlambatan ekonomi nasional.
Ekonomi Bisa Tumbuh Melambat di Bawah 5%
Indef juga sudah melakukan penelitian atas dampak kenaikan PPN menjadi 12%, khususnya terhadap indikator makro. Salah satunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang diprediksi bisa berada di bawah 5%.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus, memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi 0,17%. Konsumsi rumah tangga juga akan turun hingga 0,26%.
Hal ini berakibat pada pertumbuhan ekonomi merosot di bawah 5%. “Jadi pertumbuhan ekonomi hanya 4,83% gara-gara ada kenaikan PPN menjadi 12% yang harus ekonomi bisa tumbuh 5%,” ujar Heri.
Biaya Produksi Berisiko Melonjak
Bahkan dampak kenaikan PPN ini tak hanya terasa kepada masyarakat, namun juga industri. Heri memperkirakan adanya kenaikan biaya produksi akibat kenaikan tarif PPN.
“Ini karena produsen-produsen atau sektor industri membeli bahan baku menjadi bahan setengah jadi. Itu bahan setengah jadi dibeli lagi oleh industri dan terkena PPN juga,” kata Heri.
Jika ditambah dengan penurunan daya beli, maka penjualan menjadi tidak optimal. Dia melihat dampak kenaikan PPN bisa menekan permintaan konsumen dan penjualan tidak mencapai 100%.
“Kalau penjualan tidak mencapai 100%, maka akan mengurangi input produksi, termasuk penggunaan tenaga kerja. Ada yang dikurangi jam kerjanya, mungkin ada yang dikurangi jumlah tenaga kerjanya,” ujar Heri.