DPR Sarankan Pemerintah Siapkan 8 Kebijakan untuk Kompensasi Tarif PPN 12%
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyarankan pemerintah agar menyiapkan kebijakan mitigasi guna menyeimbangkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tahun depan.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengatakan saran dan rekomendasi kebijakan diperlukan karena kenaikan tarif PPN berpotensi membuat daya beli masyarakat terdampak.
Kebijakan pertama yang jadi rekomendasi adalah menambah anggaran perlindungan sosial sambil menambah jumlah penerima. Kedua, subsidi bahan bakar minyak, listrik, dan lpg untuk rumah tangga miskin harus dipertahankan. Ini termasuk subsidi kepada pengemudi ojek online.
Ketiga, memperluas subsidi transportasi kepada moda yang digunakan masyarakat sehari-hari. Keempat, memastikan subsidi perumahan dinikmati kelompok menengah ke bawah.
Kelima, memperbanyak bantuan dan beasiswa pada perguruan tinggi. Keenam, menggelar operasi pasar dua bulan sekali agar inflasi terkendali. Ketujuh, mengerek belanja pemerintah untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Rekomendasi kedelapan adalah memberikan pelatihan ekonomi untuk masyarakat terdampak agar mereka bisa masuk ke sektor yang meberikan daya saing.
Said juga mengatakan kenaikan tarif ini diperlukan pemerintah untuk mendanai program yang diperlukan masyarakat. Hal ini juga merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Tahun 2021.
"Kebijakan ini bertujuan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Said di Jakarta, Minggu (8/12) dikutip dari Antara.
Said juga mengatakan kenaikan PPN banyak menyasar barang mewah. Hal ini bertujuan agar masyarakat dalam kelompok ekonomi tinggi bisa berkontribusi lebih banyak dalam penerimaan negara.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan komoditas pangan seperti beras, kedelai, garam, jagung, daging, telur, buah-buahan, sayur mayur, hingga susu tak terkena kenaikan PPN.
"Selain barang-barang tersebut, semua dikenakan PPN 12%, termasuk pajak penjaualan atas barang mewah (untuk) kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memastikan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% mulai 1 Januari 2025 hanya menyasar kepada konsumen barang mewah.
Menurut Prabowo, pengenaan kenaikan PPN tahun depan bakal berlaku selektif kepada beberapa komoditas atau barang dalam negeri maupun impor yang masuk kategori barang mewah.
"PPN adalah (amanat) undang-undang. Pemerintah akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah, sementara untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi," kata Prabowo di Istana Merdeka Jakarta pada Jumat (6/12).
Namun, kenaikan pajak yang hanya diterapkan untuk barang mewah itu dinilai membingungkan dan membuat sistem pajak makin rumit. Berkaitan dengan itu, ekonom meminta pemerintah memberikan kejelasan terkait kelompok barang mewah apa terkena PPN 12%.
"Agak membingungkan, definisi barang mewah yang disampaikan, apakah barang mewah yang mengacu pada aturan perpajakan atau ada definisi ulang soal barang mewah yang mendapatkan kenaikan pajak 12%,” kata Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar kepada Katadata.co.id, Jumat (6/12).