BI Imbau Masyarakat Tak Berikan Kode OTP dan PIN ke Sembarang Orang

ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono (kanan) dan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi hadir dalam Peluncuran Gerakan Bersama Edukasi Perlindungan Konsumen (GEBER PK) 2025 bertajuk Sinergi Memperkuat Keberdayaan Konsumen di Era Digital, di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
11/12/2024, 15.23 WIB

Bank Indonesia (BI) mengimbau masyarakat tidak sembarang membagikan kode keamanan pribadi, Personal Identification Number (PIN) dan One-Time Password (OTP) kepada siapapun. Hal ini bertujuan untuk melindungi data pribadi, mencegah penyalahgunaan data pribadi dan kerugian keuangan.

Selain menjaga kerahasiaan PIN, masyarakat juga perlu memahami layanan keuangan dengan tidak memberikan OTP atau kode sandi kepada sembarang orang.

“Jangan memberikan OTP kepada sembarang orang. Sebenarnya itu kunci. Dua kunci itu saja sudah bisa melindungi data kita,” ujarnya Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono dalam Peluncuran Gerakan Bersama Perlindungan Konsumen (GEBER PK) 2025, di Jakarta, Rabu (11/12).

Doni juga menekankan bahwa penguatan pelindungan konsumen tidak hanya dari sisi konsumen, tapi juga dari segi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) seperti perbankan. Bank harus memiliki sistem deteksi fraud (fraud detection system/FDS).

“Jadi intinya yang saya mau katakan, selain konsumen, penyelenggara dari sistem pembayaran itu wajib menjaga konsumen juga," ujarnya.

Bank Indonesia mengajak para konsumen agar memperkuat sistem keamanan, sehingga OTP bisa dilakukan sebanyak dua kali. Dengan begitu, mereka bisa mendeteksi adanya potensi fraud.

Kerugian Konsumen Akibat Fraud Tembus Rp 2,5 Triliun

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan kerugian konsumen akibat scam dan fraud mencapai Rp 2,5 triliun dari 155 ribu aduan pada periode 2022 sampai triwulan I 2024.

“Kami mendapat data dari 10 bank yang paling sering konsumennya melaporkan terkena scam dan fraud. Ini uang hilang ya, karena mereka mungkin secara tidak sengaja, secara tidak sadar memberikan password OTP,” kata Friderica.

Friderica memperkirakan angka kerugian konsumen akibat scam dan fraud bisa lebih besar, karena mungkin masih ada konsumen yang tidak melaporkan kerugiannya.

“Saya rasa aduan ini pastinya lebih besar, karena banyak orang yang kena scam dan fraud tapi tidak mengadu. Mungkin kalau Bapak/Ibu di ruang ini kena scam dan fraud, mungkin malu juga ya untuk melaporkan. Karena saya sendiri sudah pernah kena juga gitu,” ujarnya.

Selain tingginya pengaduan konsumen terkait kerugian akibat scam dan fraud di sektor jasa keuangan, terdapat pula tantangan pelindungan konsumen berupa maraknya entitas keuangan ilegal.

“Maraknya entitas keuangan ilegal ini sangat mengganggu, kalau dana masuk, kerugian mungkin di atas Rp 150 triliun. Kalau dana itu masuk ke sektor yang formal, tentu bisa menggerakkan roda perekonomian. Tapi ini masuk ke sektor yang ilegal, ini sangat mengganggu dan merugikan konsumen serta masyarakat,” ujarnya.

Mengantisipasi hal itu, OJK gencar melakukan pengawasan perilaku pasar (market conduct) untuk memastikan kepatuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dalam menerapkan ketentuan pelindungan konsumen dan masyarakat.

Selain itu, OJK bersama otoritas, kementerian, dan lembaga terkait membentuk satuan tugas untuk penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan.

OJK juga telah memblokir 2.742 entitas keuangan ilegal dalam kurun 1 Januari hingga 28 Oktober 2024. Jumlah entitas keuangan ilegal yang diblokir tersebut terdiri dari 242 penawaran investasi ilegal dan 2.500 pinjaman online (pinjol) ilegal.

Reporter: Antara