Pekerja Padat Karya Bergaji Rp 10 Juta Kini Tak Perlu Bayar Pajak Penghasilan

Katadata/Fauza Syahputra
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan paparan saat konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). Konferensi pers tersebut membahas tentang paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang mewah yang akan diterapkan mulai 1 Januari 2025.
17/12/2024, 06.27 WIB

Pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi para pekerja sektor padat karya dengan gaji Rp 4,8 juta–Rp 10 juta. Hal ini sebagai upaya meredam dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

“Dari gaji Rp 4,8 juta–Rp 10 juta, PPh-nya ditanggung pemerintah, khusus untuk industri padat karya ," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto di gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah terhadap masyarakat kelas menengah yang berada di sektor padat karya. Adapun yang termasuk dalam sektor padat karya adalah tekstil, furnitur, alas kaki, dan sebagainya.

Pembiayaan Industri Padat Karya

Selain memberikan insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP), pemerintah juga memberi insentif berupa pembiayaan industri padat karya untuk merevitalisasi mesin dalam rangka mendukung produktivitas dengan subsidi bunga 5%.

Selain itu, pemerintah juga memberi bantuan sebesar 50% untuk jaminan kecelakaan kerja (JKK) pada sektor padat karya selama enam bulan.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, bahwa pemberian insentif tersebut karena pemerintah mendengar, melihat, dan membaca data untuk memberikan dukungan kepada industri padat karya.

Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

Reporter: Antara