BI Ramal The Fed Pangkas Suku Bunga pada Maret dan Juni 2025

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyimak pertanyaan wartawan dalam acara konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (18/12/2024). Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 6 persen untuk mempertahankan stabilitas perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global akibat arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah.
19/12/2024, 08.54 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Fed Funds Rate (FFR) pada 2025 tetap turun sebanyak dua kali masing-masing 25 basis poin, namun akan mundur menjadi Maret dan Juni.

“Semula kami perkirakan masing-masing pada Maret sebesar 25 basis poin dan Mei sebesar 25 basis poin, itu kemudian mundur menjadi Maret dan Juni,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Desember 2024 di Jakarta, Rabu (18/12).

Perry mempertimbangkan pernyataan The Fed yang belakangan hawkish. Selain itu, rencana kebijakan tarif impor dari Presiden AS terpilih Donald Trump juga berpengaruh terhadap stabilitas pasar keuangan global.

“Rencana kebijakan Presiden terpilih Trump itu akan semakin memperluas cakupan negaranya. Demikian juga tarif impor akan lebih tinggi dan juga cakupan komoditasnya juga lebih banyak,” kata dia.

Kebijakan AS juga akan berdampak terhadap prospek imbal hasil US Treasury baik untuk tenor 2 tahun maupun 10 tahun. BI memperkirakan imbal hasil US Treasury tenor 2 tahun meningkat menjadi 4,5% pada akhir 2025 dari sebelumnya 4,2% pada triwulan IV 2024.

Sedangkan US Treasury tenor 10 tahun diperkirakan naik menjadi 4,7% pada tahun depan dari posisi saat ini yang sebesar 4,3%. Dampak lain berupa penguatan indeks Dolar AS yang saat ini berada di posisi sekitar 106-107. BI memandang bahwa Indeks Dolar AS tampaknya masih akan meningkat lebih tinggi.

Saat ini BI fokus menstabikan nilai tukar rupiah karena ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat. Meski begitu, BI masih mencermati perkembangan pasar, baru kemudian memutuskan untuk menurunkan suku bunga atau tidak.

“Tetap akan terbuka (peluang penurunan suku bunga). Kami akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga dengan inflasi yang rendah dan keinginan kami untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Upaya Stabilitas Rupiah

Untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah, BI melakukan berbagai upaya salah satunya intervensi di spot dan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) yang akan terus ditingkatkan. Selain itu, BI juga menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan imbal hasil yang menarik.

Setelah terpilihnya Trump, Perry mengamini bahwa secara keseluruhan terjadi aliran modal asing keluar (outflow) sebesar Rp 2,4 miliar pada triwulan IV 2024 dan yang terbesar dari saham sebesar Rp 1,9 miliar.

Namun, Surat Utang Negara (SUN) sudah mulai terjadi aliran modal masuk (inflow) pada Desember setelah sebelumnya terjadi outflow pada November 2024. Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih juga terjadi outflow sebesar US$ 1,3 miliar dolar AS pada kuartal IV 2024.

"Itu makanya kami terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi. Dan fokus kami adalah bagaimana menstabilkan tidak hanya intervensi, tapi bagaimana SRBI itu bisa lebih menarik,” kata dia.

Kemudian, BI juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder dalam jumlah yang relatif banyak dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah.

“Mengenai rencana kebijakan presiden terpilih Trump, dampaknya terhadap global, dan kenapa kami belum berani menurunkan suku bunga. Pendeknya karena stabilitas pasar keuangan dan ketidakpastiannya semakin tinggi, fokus kami masih stabilisasi nilai tukar rupiah,” kata Perry.

Reporter: Antara