Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2024 sebesar US$ 2,24 miliar, menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 2,31 miliar.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa meskipun terjadi penyusutan, neraca perdagangan tetap mencatatkan surplus selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Dengan demikian, neraca dagang surplus selama 56 bulan berturut sejak Mei 2020,” ujar Amalia dalam konferensi pers pada Rabu (15/1).
Amalia menjelaskan, surplus pada Desember 2024 terutama ditopang oleh komoditas nonmigas, seperti bahan bakar mineral, lemak hewan nabati, serta besi dan baja. Namun, nilai ekspor pada periode tersebut turun 2,24% dibandingkan November 2024, menjadi US$ 23,46 miliar.
“Penurunan nilai ekspor secara bulanan terutama didorong oleh penurunan ekspor nonmigas yaitu pada komoditas mesin serta peralatan mekanik dan bagiannya, nikel dan barang daripadanya serta bijih logam, terak dan abu,” kata Amalia.
Nilai ekspor migas meningkat 17,12% secara bulanan menjadi US$ 1,54 miliar pada Desember 2024. Peningkatan nilai ekspor migas terutama didorong dari ekspor gas dengan andil 0,86%. Namun, nilai ekspor nonmigas justru turun 3,36%, dengan total US$ 21,92 miliar.
Impor Indonesia Melonjak
BPS juga melaporkan nilai impor pada Desember 2024 mencapai US$ 21,22 miliar, naik 8,10% dibandingkan bulan sebelumnya dan meningkat 11,07% secara tahunan.
“Nilai impor ini naik 8,10% dari kondisi November 2024 dan secara tahunan, nilai impor pada periode tersebut meningkat 11,07%,” kata Amalia.
Ia juga menjelaskan bahwa impor nonmigas naik signifikan sebesar 13,92% secara tahunan, sementara impor migas turun 2,24%. Peningkatan impor nonmigas ini terutama disebabkan oleh peningkatan volume dan harga rata-rata agregat.
Dengan demikian, meskipun surplus neraca perdagangan Indonesia masih bertahan, penyusutannya dibandingkan bulan sebelumnya menunjukkan dinamika perubahan ekspor dan impor pada Desember 2024.