Purbaya Siapkan 4 RUU Baru, Termasuk Perlelangan dan Redenominasi Rupiah

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kedua kiri) bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) mendengarkan pendapat dari anggota DPD saat rapat kerja dengan Komite IV DPD di Kompleks Parlemen, Senaya, Jakarta, Senin (3/11/2025). Rapat tersebut membahas hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah untuk penguatan fiskal daerah, peningkatan kualitas belanja, memperkuat sistem perpajakan daerah serta sinergi pusat dan daerah.
7/11/2025, 13.46 WIB

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengusulkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan menjadi bidang tiga kementerian dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029.

Rencana ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029.

“Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025–2029 merupakan dokumen perencanaan strategis jangka menengah Kementerian Keuangan untuk periode lima tahun, terhitung sejak 2025 sampai dengan 2029. Dokumen ini digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Strategis Unit Eselon I dan Unit Organisasi Non-Eselon yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan di lingkungan Kementerian Keuangan,” tulis Pasal 1 PMK Nomor 70 Tahun 2025, dikutip Jumat (7/11).

PMK yang diundangkan pada 3 November 2025 ini menetapkan bahwa empat RUU yang akan diusulkan adalah sebagai berikut:

  1. Rancangan Undang-Undang tentang Perlelangan.
  2. Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Kekayaan Negara.
  3. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi).
  4. Rancangan Undang-Undang tentang Penilai.

RUU Perlelangan

Pemerintah menilai terdapat urgensi pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlelangan, mengingat perlunya dasar hukum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai kristalisasi dari nilai luhur bangsa Indonesia.

“Diperlukan regulasi lelang yang mengakomodasi digitalisasi lelang dengan proses bisnis yang sederhana, mudah, transparan, akuntabel, adil, dan memiliki kepastian hukum guna mendukung keberhasilan pembangunan nasional sesuai perkembangan era industri saat ini dan masa mendatang,” tulis pemerintah dalam PMK tersebut.

Selain itu, pemerintah menekankan pentingnya kepastian transaksi dan perlindungan hukum dalam kegiatan lelang untuk meminimalisir potensi gugatan di kemudian hari.

RUU tentang Perlelangan ini merupakan RUU luncuran yang ditargetkan rampung pada 2026.

RUU Pengelolaan Kekayaan Negara

Pemerintah menilai terdapat urgensi pengaturan mengenai pengelolaan Kekayaan Negara yang Dikuasai, karena hingga saat ini belum ada undang-undang payung yang secara komprehensif mengatur pengelolaan fiskal atas seluruh sumber daya alam.

Selain itu, basis data terpadu yang menyajikan nilai kekayaan negara yang dikuasai juga belum tersedia secara terkonsolidasi. Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dikuasai dinilai masih belum mengadopsi prinsip keberlanjutan, serta belum mencakup langkah konkret dalam pengembangan energi baru dan terbarukan.

Sementara itu, pengaturan mengenai Kekayaan Negara yang Dipisahkan masih terbatas pada penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN dan BUMD, dan belum mencakup penyertaan modal pada lembaga keuangan internasional, badan hukum lainnya, badan hukum swasta, maupun koperasi.

“RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2026,” tulis pemerintah dalam PMK tersebut.

RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi)

Urgensi pembentukan RUU ini sebagai berikut:

  • Efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional.
  • Menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional.
  • Menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat.
  • Meningkatkan kredibilitas Rupiah.

“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis pemerintah.

RUU tentang Penilai

Pemerintah menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) ini memiliki urgensi tinggi karena merupakan mandat konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pasal tersebut mengamanatkan bahwa perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, keberlanjutan, wawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 juga menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Makna yang terkandung di dalamnya menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang dikembangkan tidak boleh berlandaskan persaingan bebas maupun bersifat individualistis, melainkan harus menekankan pada semangat gotong royong dan kebersamaan.

Pemerintah juga menilai bahwa profesi penilai memiliki peran penting dalam penyelenggaraan kegiatan ekonomi nasional, karena berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Rahayu Subekti