Foto: Nasib Perajin Batik di Kala Pandemi

ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/wsj.
19/10/2020, 09.00 WIB

Sektor tekstil dan garmen, termasuk perajin dan pengusaha batik, tak luput dari dampak negatif Covid-19. Mereka mencoba berbagai cara, seperti berkawan dengan teknologi dan beralih ke digital, untuk bertahan dari tekanan pandemi ini.

"Kami terus menjalin komunikasi, bahkan kerja sama dan membuat webinar setiap pekan tentang batik dan donasi untuk perajin batik lokal," kata Ketua Asosiasi Pengusaha dan Perajin Batik Indonesia, Komarudin Kudiya, dalam diskusi virtual, Kamis (1/10).

Ada pula kerja sama dengan Google Arts and Culture untuk memasukkan batik ke lamannya. "Dengan ditampilkan di Google, kita sudah declare ke seluruh dunia kalau ini adalah batik Indonesia," ujarnya.

Hingga April lalu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan terjadi pengurangan 2,1 juta pekerja di industri tekstil dan produk tekstil. Begitu pula dengan pengrajin batik rumahan, yang bermodal di bawah Rp 200 juta, di Cirebon hingga Pekalongan, banyak gulung tikar karena tidak ada permintaan. Hal serupa dialami industri bordir dan tenun,.

Ketua Galeri Batik YBI Periode 2010-2019 dan aktivis Yayasan Batik Indonesia, Tumbu Ramelan, menyebutkan bahwa yang paling terdampak adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Pengusaha batik telah melaporkan bahwa penjualan mereka menurun drastis sekitar 30 persen," kata dia.