Foto: Jiwa-Jiwa yang Hilang

Muhammad Zaenuddin|Katadata
4/6/2021, 10.11 WIB

Adalah mereka Jiwa-jiwa yang hilang, Orang Dlam Gangguan Kejiwaan (ODGJ)

Pidato tanpa kejelasan, tangisan, dan nayanyian samar-samar memenuhi ruang berjeruji besi yang sumpek dan minim cahaya pada pagi itu. “Serius mau masuk nih mas?”, tanya Abdul, salah seorang pengurus kepada saya dan teman-teman saat berkunjung di Yayasan Bina Tauhid Daarul Miftahudin, Bogor, Jawa Barat. Bau tak sedap tajam menyengat, dinding dan lantai yang lembab, makan, minum dan MCK bercampur di ruangan tanpa jendela tersebut.

“Mas nanti minta rokoknya ya, atau gak beli nabati oke” ucap lelaki muda tanpa busana. “Mas itu kamera apa, foto dong foto” suara lelaki kurus tinggi keturunan arab dari dalam mushala yang terpaksa dijadikan kamar karena kapasitas ruang yang tak mencukupi, Idealnya di isi 10-15 warga binaan kini lebih dari 150 pasien harus berbagi dengan tiga kamar yang ada.  Panggilan dan tepuk tangan sering kali dilakukan pasien tanpa ada kejelasan, terlihat adanya niat berkomunikasi dari Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) kepada saya saat berkunjung ke yayasan yang awal mulanya adalah sebuah pesantren salafi tersebut itu sebenarnya ada.

"Awalnya disini dulu pesantren salafi, dimana santri hanya mengaji dan menghafal Al-Quran. Namun sewaktu itu ada orang tua santri yang menitipkan anggota keluarganya yang mengalami stress akibat gagal menjadi Lurah dan sembuh, sejak itulah banyak orang-orang berdatangan dari wilayah Bogor hingga luar pulau Jawa menitipkan orang-orang yang hilang jiwanya sampai jadi seperti yang mas lihat sekarang ini," tambah Abdul.

Selanjutnya saya diperkenalan  dengan pendiri sekliagus ketua Yayasan Abah Hendra, usianya sudah lebih dari 60 tahun. Di usia tuanya, Abah Hendra yang bernama asli Ropiuddin Sukarta Dirdja  sudah menangani dan mengobati sekitar 900 pasien cacat mental, gangguan jiwa yang kebanyakan akibat kecanduan narkotika dan pemutusan hubungan kerja di massa pandemi Covid-19 ditampung di Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang didirikannya sejak tahun 2010 silam dan mengoperasikannya dengan mandiri tanpa bantuan pemerintah,. 

Dengan luas tanah 1200 meter persegi Abah dibantu oleh 5 pengurus LKS yang merupakan mantan warga binaan mengurus sebanyak 150 lebih Orang Dalam Gangguan Kejiwaan (ODGJ) mulai dari memberi makan, memandikan hingga mengajari sholat hingga membaca Al-Quran dengan kesabaran. "Ya kita cuma bisa mecoba untuk berempati kepada sesama manusia itu pakai konsep memanusiakan manusia" pungkas abah di saung yang tak jauh dari LKS.

Selain mengeluarkan warga binaan dari borgol jiwa abah juga kerap kali mengisi kajian-kajian dan tausiyah di masjid desa, menurut abah setiap amal baik yang dilakukan oleh manusia bisa menjadi tabungan di hari akhir nantinya. abah juga menambahkan ada lima cara pengobatan yang diterapkan, yaitu zikir, shalat, refleksi, urut, dan tadarus. Doa, ikhtiar, adalah senjata umat muslim, lambat laun dengam penuh kesabaran dan ikhlas berhasil mengobati pasien menjadi manusia normal yang lebih bermartabat.

Reporter: Muhammad Zaenuddin