Matahari merangkak naik, semerbak harum kopi dan pisang rebus menghangatkan percakapan sejumlah mamak di rumah tenun Kelompok Dahlia, Desa Lembor, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Puluhan penenun dengan sangat piawai memainkan jemarinya membuat tenun khas Manggarai atau sering disebut Songke.
Seorang wanita lanjut usia yang akrab disapa mama Viktoria serius memastikan agar benang tidak menggumpal. Dengan tubuh yang terbalut kain tenun songke, Viktoria dan penenun lainnya mengurai benang yang akan diberi pewarna alami itu.
Rebusan air kayu nangka mengubah benang putih menjadi kuning, sedangkan formulasi celupan mahoni menghasilkan calon serat tenun berwarna cokelat. Jemari para mama menyisipkan helai demi helai benang, menenunnya menjadi kain songke bermotif khas Manggarai, yaitu mata manuk. Warna lembut tidak mencolok adalah ciri khas kain songke dengan pewarna alami.
Kain songke yang sudah selesai itu beberapa sudah siap diambil pemesan. Sebagian ada juga yang dipajang di etalase. Salah satu pemesan, Candy Mayangsari, pemilik UMKM dan kriya, meneruskan kain para mama Kelompok Dahlia itu kepada pelanggan. Di sebuah toko mungil miliknya di Labuan Bajo, Candy menata dan memamerkan kain songke serta aneka pernik beraksen tenun.
Produk kain tenun songke dipajang juga di etalase virtual. Lokapasar menjadi jalan mengenalkan hasil tenunan para mama kepada para pembeli di tempat yang lebih jauh dan lebih luas hingga ke mancanegara.
Digitalisasi UMKM ini sejalan dengan langkah pemerintah melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang mendorong pelaku UMKM bergabung ke ekosistem digital untuk membantu kelangsungan bisnis mereka. Pemerintah menargetkan ada 30 juta UMKM, atau sekitar 50 persen dari populasi, bergabung ke ekosistem ini pada 2024.
Foto dan teks : Rivan Awal Lingga