Foto: Banjir Menahun di Kampung Apung

Muhammad Zaenuddin|Katadata
1/8/2021, 08.30 WIB

Sekitar tahun 1970-an, Kapuk Teko merupakan tempat yang asri. Di sekeliling kampung masih terdapat sawah dan saluran irigasi, sebuah daerah serapan dan drainase alami. Rumah-rumah penduduk masih menapak di tanah, dengan sertifikat hak milik sampai saat ini.

Menurut Nani, warga di sana yang berumur 56 tahun, saat itu daerah di Cengkareng, Jakarta Barat tersebut hampir tak pernah terkena banjir. Bahkan, karena konturnya yang cukup tinggi kerap menjadi tempat evakuasi banjir dari daerah lain. “Orang sana yang dulu mengungsi ke sini,” kata Nani kepada Katadata.co.id di  rumahnya.

Namun situasi berubah memasuki tahun 1980-an. Banyak petak sawah dan saluran irigasi mulai ditimbun. Di atasnya dibangun pabrik. Lalu, gagasan pemerintah meninggikan jalan di Kapuk Raya semakin membuat Kapuk Teko seperti mangkuk. Kondisi ini berlangsung hingga kawasan tersebut terendam sedalam hampir dua meter selama puluhan tahun.

Lalu, masyarakat saat ini pun lebih mengenal pemukiman ini dengan julukan Kampung Apung. Memasuki 1990-an, kampung ini mulai terendam setiap kali hujan lebat. Puluhan warga terpaksa meninggikan bangunan rumah mereka dengan tembok dan kayu-kayu menjadi rumah panggung, bak di sebagian Kalimantan. 

Pada 2013, di masa pemerintahan Guberner Joko Widodo, sempat ada upaya untuk mengeringkan genangan di Kampung Apung. Namun usaha pemulihan tersebut mandeg. Sampai sekarang warga Kampung Apung belum bisa melihat permukaan tanah tempat berdirinya rumah mereka.