Pagi itu, ratusan warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan mulai antre untuk mengambil air wudhu. Lokasinya di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, UPT kanwil Kemenkumham Gorontalo di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Ada yang menunaikan salat Dhuha, ada yang mencari kelompok untuk belajar membaca huruf hijaiyah dan tadarus Al-Quran. Pelataran masjid dan gazebo pun ramai dengan suara yang bersahut-sahutan. Ini adalah program pembinaan berbasis pesanteren yang dicanangkan sejak tahun 2015 di lapas. Program tersebut bernama "Masuk Napi Keluar Santri".
Bagi WBP Lapas Kelas IIA Gorontalo yang beragama Islam, pola pembinaan yang dikembangkan oleh Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik (Binadik) dimulai dari masjid. Tujuannya untuk peningkatan kualitas imaniah, amaliyah dan ibadah dalam rangka pembentukan mental, karakter, sosial, dan spiritual.
Selain program pembinaan wajib seperti pembelajaran iqra dan tadarus Al-Quran, Lapas Gorontalo menjalankan program pelatihan seperti pelatihan imam, khatib, bilal, tata cara perlakuan jenazah, pelatihan fardhu kifayah, dakwah, dan pelatihan petugas adat.
Ada pula pelatihan menjadi MC, pembelajaran bahasa arab, pembelajaran tajwid, dan lomba lomba keagamaan yang berorientasi pembentukan karakter, mental dan jiwa pemimpin yang bertanggung jawab.
Setiap Senin dan Kamis para WBP melakukan buka puasa bersama, dengan membentuk lingkaran dengan isi lima hingga enam orang, mereka menikmati hindangan yang disediakan pihak lapas maupun. Pada malam hari, suasana semakin ramai, karena setiap blok hunian kembali belajar membaca iqra dan tadarusan.
Dengan pendekatan kurikulum yang disusun mengarah kepada program pembelajaran berbasis pesantren, diharapkan kultur dan atmosfir yang terbangun disetiap warga binaan mencerminkan karakter santri.
Kepala Seksi Binadik, Lapas Gorontalo, Kasdin Lato mengatakan kegiatan pembinaan kepribadian dan kemandirian meliputi hal-hal yang berkaitan dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan perilaku. Selain itu, kesehatan jasmani dan rohani kesadaran hukum reintegrasi sehat dengan masyarakat, keterampilan kerja serta latihan kerja serta produksi.
Dengan pendekatan program pembinaan yang ada, maka WBP yang dibentuk dan diarahkan layaknya santri, secara berangsur akan memiliki orientasi untuk terus memperbaiki diri melalui pendekatan program Masuk Napi Keluar Santri.
Foto dan Teks: Adiwinata Solihin
Editor: Yusran Uccang
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan menunaikan shalat magrib berjamaah di dalam blok hunian Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo. Dengan pendekatan kurikulum yang disusun mengarah kepada program pembelajaran berbasis pesantren, diharapkan kultur dan atmosfir yang terbangun disetiap warga binaan mencerminkan karakter santri.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Seorang warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan berdoa di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Seorang warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan duduk menanti waktu shalat di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Sejumlah warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan belajar mengikuti legiatan ceramah agama di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Sejumlah warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan belajar antre untuk mengisi absensi program pembinaan di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Sejumlah warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan belajar mengaji di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Sejumlah warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan belajar mengaji di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Seorang warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan membaca Al-quran di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Seorang warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan membaca Iqra di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan belajar membaca huruf hijaiyah di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan berdoa usai mengambil air wudhu di Masjid At-Taubah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo. Dengan pendekatan kurikulum yang disusun mengarah kepada program pembelajaran berbasis pesantren, diharapkan kultur dan atmosfir yang terbangun disetiap warga binaan mencerminkan karakter santri.
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Seorang warga Binaan Pemasyarakat (WBP) yang terdiri dari narapidana dan tahanan memegang Al-quran usai mengaji di dalam blok hunian Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, di Kota Gorontalo, Gorontalo.