[Foto] Pasar Buku Kwitang Bertahan di Tengah Era Digital

Fauza Syahputra|Katadata
Penulis: Fauza Syahputra
29/7/2024, 06.15 WIB

Ribuan buku mulai dari novel, komik, biografi, hingga sastra memenuhi ruangan yang dijadikan tempat berjualan di Pasar Buku Kwitang, Jakarta Pusat. Terletak di pinggir jalan Kramat Raya, lapak ini merupakan salah satu sentra buku yang terkenal di Jakarta selain Pasar Buku Senen.

Berbagai koleksi buku, dari yang terbaru sampai seri lawas, dijual dengan harga bervariasi mulai dari lima ribu rupiah. Bahkan ada buku yang dilego satu juta rupiah jika merupakan cetakan terbatas dan langka di pasaran.

Pasar Buku Kwitang pernah mengalami masa-masa jayanya pada era 1980 hingga 1990-an. Pelataran toko dipadati pengunjung dari kalangan siswa, mahasiswa, sampai masyarakat Jakarta maupun luar kota yang ingin mencari buku.

Kondisi tersebut berbanding terbalik saat ini. Suasana lengang terlihat saat Katadata.co.id mengunjungi pasar buku ini pada Rabu lalu. Sejumlah pedagang hanya duduk sambil bercengkrama. Ada pula yang sedang merapikan buku sembari menunggu pembeli. Sesekali pengunjung singgah untuk melihat-lihat dan membeli buku.

Ronald Edward Sitompul, pedagang di sana, mengatakan sepinya pengunjung di Pasar Buku Kwitang terjadi sejak 2015. “Sekarang itu di hari normal hanya satu atau dua orang yang datang,” ujarnya.

Menurut dia, perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat warga beralih dari membaca buku fisik ke digital melalui gawai mereka. Berkurangnya minat baca masyarakat juga menjadi penyebab toko buku sepi.

Berdasarkan data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen, yang berarti dari 1000 orang hanya satu orang yang mau membaca. Hal ini membuat penjualan buku menurun. Sebagian pedagang pun mencoba berjualan di platform belanja online untuk mendapatkan pemasukan.

Walau di tengah himpitan tersebut, Ronald tetap bertahan untuk menjual buku karena sudah lama menekuni profesi ini. “Saya butuh pemasukan sehari-hari. Tapi karena saya penikmat buku, pekerjaan ini saya jalankan sampai sekarang,” ujar lelaki 50 tahun ini yang menjual buku sejak 1993.

Dia berpesan kepada pemerintah untuk menumbuhkan minat baca masyarakat khususnya generasi muda. Misalnya, melalui gerakan literasi sehingga toko buku kembali dikunjungi dan pedagang mendapatkan pemasukan dari buku yang terjual.

Reporter: Fauza Syahputra