Membaca Arah Paket Kebijakan Ekonomi Lewat Survei KICI

Ilustrator Katadata/Betaria Sarulina
Wahyu Prasetyawan, Panel Ahli Katadata Insight Center (KIC)
Penulis: Wahyu Prasetyawan
Editor: Yuliawati
3/3/2019, 09.00 WIB

Hasil survei Katadata Investor Confidence Index (KICI) pada Februari lalu menunjukkan sebagian besar investor menilai positif dampak paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah. Dari 172 responden yang berasal dari kalangan investor institusi, sebanyak 64 persen menilai positif dampak kebijakan ekonomi. Hanya kurang dari 2 persen yang menyatakan negatif dan 34 persen investor memberikan pendapat yang netral.

Dilihat dari sektor usaha, sikap investor dari sektor asuransi dan dana pensiun lebih positif dibandingkan dengan Manajemen Investasi (MI), walaupun perbedaan skornya tidak terlalu mencolok. Dapat dikatakan investor pada sektor asuransi, dana pensiun dan MI secara umum menilai positif paket kebijakan ekonomi.

(Baca: Optimis Jelang Pilpres, Katadata Investor Confidence Index Capai 139,1)

Bila dilihat dari status perusahaan, investor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki sikap positif paling tinggi yang diikuti oleh joint venture atau perusahaan asing, dan kemudian swasta nasional. Secara umum ketiga kelompok perusahan tersebut menilai positif dampak paket ekonomi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Data hasil survei KICI tersebut dapat diintrepretasikan sebagai sinyal positif terhadap dampak paket kebijakan ekonomi. Meski tak banyak kebijakan yang berhubungan langsung di pasar modal, investor menilai paket kebijakan memiliki target yang jelas.

Kejelasan target ini dianggap membuat Indonesia menjadi semakin baik sebagai negara tujuan investasi. Selain itu, investor menilai paket kebijakan ekonomi berdampak positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tiga Pertanyaan Kunci

Ada tiga pertanyaan kunci untuk memahami hasil survei KICI tersebut. Pertanyaan pertama, mengapa pemerintah perlu mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi.

Sebenarnya banyak alasan pemerintah membuat 16 paket kebijakan ekonomi selama beberapa tahun belakangan. Secara sederhana pemerintah melihat kegiatan ekonomi Indonesia terhubung dengan kegiatan-kegiatan di tingkat nasional dan juga global.

Indonesia merupakan bagian sebuah jaringan modal, sumberdaya, teknologi dan institusi pasar. Untuk tumbuh lebih tinggi, Indonesia memerlukan bantuan memanfaatkan modal, sumberdaya dan teknologi yang tidak hanya berasal dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri.

Indonesia perlu mendapatkan modal, sumberdaya, dan teknologi dari luar negeri karena ketiga sumber tersebut masih terbatas di dalam negeri. Misalnya, pembentukan modal dalam negeri hingga saat ini masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.

Sumber daya dalam negeri pun belum mampu menciptakan teknologi terutama dengan tingkat tinggi. Kita juga dapat melihat cukup tingginya impor barang modal yang menunjukkan keterbatasan teknologi Indonesia.

Modal dan teknologi akan datang ke Indonesia jika negeri ini membutuhkan dan iklim investasinya menarik. Modal, sumberdaya dan teknologi bagi investor, domestik ataupun asing, adalah investasi dan diharapkan menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang.

Menghadirkan suatu iklim investasi yang menarik merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena mengubah institusi dan kebiasaan yang selama ini sudah berjalan. Terdapat beberapa poin penting dalam paket kebijakan 10 yang diharapkan mampu memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis Indonesia (Ease of Doing Business/EODB).

Kemudahan tersebut mencakup memulai usaha, kemudahan pendirian bangunan, pendaftaran properti, pembayaran pajak, akses perkreditan, penegakan kontrak dengan mengatur penyelesaian gugatan sederhana, perdagangan lintas negara, penyelesaian permasalahan kepailitan, dan perlindungan terhadap investor minoritas.

Pertanyaan kedua, apa tujuan dari paket-paket kebijakan tersebut?

Keseluruhan paket kebijakan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap pasar modal dalam negeri. Kepercayaan investor domestik dan asing dapat meningkat karena mereka melihat pengelolaaan ekonomi Indonesia dengan baik lewat berbagai stimulus paket kebijakan.

Hasilnya, setidaknya, dapat tercermin dalam kenaikan peringkat EODB dari 106 ke 91; kenaikan global competitive index dari peringkat 49 ke 42; dan peringkat layak investasi dari Standard and Poor’s (S&P), Fitch dan Moody’s. Pemerintah tampaknya terus berupaya agar peringkat EODB berada di bawah 40. Peringkat Global Competitiveness Index pun diupayakan terus membaik.

Namun tujuan paket kebijakan ekonomi sejatinya bukan untuk semata-mata memperbaiki peringkat-peringkat seperti yang disebutkan di atas. Tetapi harus diakui peringkat-peringkat tersebut adalah petunjuk mengenai pengelolaan ekonomi. Namun yang jauh lebih penting, salah satunya, menarik investasi untuk datang ke Indonesia.

Tujuan akhir dari paket ekonomi adalah peningkatakan kesejahteraan dan kualitas hidup yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Jadi, walaupun paket kebijakan ekonomi itu bersifat teknis namun tujuannya jelas untuk meningkatkan kemampuan pemerintah mengelola ekonomi yang akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Sudah banyak studi yang mengkonfirmasikan jika peringkat EODB semakin membaik, maka pertumbuhan ekonomi, yang diukur dengan PDB, akan semakin meningkat. Iklim investasi yang semakin atraktif akan menarik investasi asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Investasi yang diharapkan tentu bukan hanya portofolio di dalam pasar modal, melainkan investasi nyata yang menyertakan modal, sumberdaya dan teknologi.

Pertanyaan ketiga, apa dampak penilaian positif investor pasar modal seperti yang tercermin pada KICI bagi ekonomi Indonesia secara umum?

Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya perlu memahami dua tahap yang saling mendukung. Tahap pertama, analisis ini mengikuti pola yang sudah pakem dalam ilmu ekonomi, yaitu persepsi investor terhadap kebijakan ekonomi dapat dijadikan barometer: apakah kebijakan tersebut memiliki dampak positif atau negatif.

Ketika meluncurkan paket kebijakan, pemerintah mungkin belum memiliki gambaran atas respons investor. Lewat data KICI, pemerintah memiliki gambaran yang cukup lengkap mengenai respons para pelaku di pasar modal. Sehingga data KICI dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi paket-paket kebijakan yang telah diluncurkannya.

Tahap kedua, penilaian KICI dapat dibaca sebagai suatu sinyal dari pelaku ekonomi domestik ataupun asing yang terlibat dalam industri pasar modal. Sinyal positif dari survei KICI dapat dinilai sebagai refleksi kepercayaan pelaku ekonomi secara langsung atas paket kebijakan ekonomi. Hal itu juga berarti pengelolaan ekonomi yang baik.

Sinyal positif ini berasal dari pelaku yang menerima dampak langsung dari paket kebijakan ekonomi, sehingga memiliki tingkat kredibilitas yang baik. Diharapkan sinyal ini akan mampu diterima pihak lain yang tidak memiliki informasi sebaik investor di Indonesia. Sinyal baik ini diperlukan untuk menjaga agar Indonesia tetap berada dalam layar investor.

Wahyu Prasetyawan
Anggota Panel Ahli Katadata Insight Center (KIC), Dosen UIN Syarif Hidayatullah.

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.