Reformasi Borobudur, Pariwisata 4.0 dan Brand Activation Terintegrasi?

ANTARA FOTO/Anis Efizudin/aww.
Sejumlah wisatawan berada di lapangan Kenari kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jateng, Minggu (18/4/2021). Menghadapi libur Lebaran 2021, pihak TWC Borobudur telah melayangkan surat permohonan penambahan kuota pengunjung kepada gugus tugas penanganan COVID-19 dari 4.000 orang menjadi 10.000 orang.
Penulis: Luki Safriana
6/5/2021, 12.01 WIB

Telah 100 hari lebih Sandiaga Uno dilantik menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Wisnutama pada 23 Desember 2020. Indonesia seolah sedang memasuki babak baru, yakni distribusi vaksin dan pemulihan secara bertahap pada hampir segala sektor. Tidak terkecuali sektor kementerian yang dipimpin oleh Sandiaga Uno.

Sekitar 34 juta pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif sedang menanti kembalinya sektor industri tersebut seperti semula. Hal tersebut menjadi tantangan paling berat bagi Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat ini.

Sandiaga memaparkan bahwa terdapat kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, dari 15,8 juta orang pada 2018 menjadi 16,1 juta di tahun berikutnya. Lalu, penurunan wisatawan mancanegara terjadi secara signifikan pada 2020 sebesar 75% atau sebanyak empat juta orang. Pada 2021 ini diprediksi belum ada perbaikan dari segi jumlah wisatawan mancanegara.

Di sisi lain, Indonesia memiliki lebih dari 55 juta kelas menengah atas yang mampu menyaingi kualitas wisatawan mancanegara. Pandemi telah mengubah mindset tentang pariwisata dan ekonomi kreatif berkelanjutan dengan kualitas lebih baik sekaligus berdaya kuat.

Saat ini, fokus Presiden Joko Widodo mengembangkan lima kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN): Danau Toba, Likupang, Borobudur, Mandalika dan Labuan Bajo. Dalam focus group discussion yang digelar Bank Indonesia, Hadi Sucahyono selaku Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah memaparkan bahwa selain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang membuat program pengembangan pariwisata terpadu, ada empat kementerian atau lembaga yang terlibat, salah satunya Kemenparekraf. Dengan cara ini kita berharap jumlah wisatawan, pendapatan dan wisata baru mengalami peningkatan.

Tiga bulan kemudian, pernyataan Hadi Sucahyono tidak langsung direspons oleh Sandiaga Uno. Pasca-pelantikan, Sandiaga memaparkan tiga strategi yang akan dikerjakan selama kepengurusannya, yaitu inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.

Inovasi menjadi dasar bagi pengembangan destinasi superprioritas dalam satu tahun. Pengembangan tersebut meliputi kuliner, busana, tarian, dan infrastruktur. Pendekatannya identik dengan inovasi produk, sinkronisasi regulasi, dan teknologi digital yang memetakan seluruh potensi.

Tata kelola big data yang unggul dalam ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi kunci penting. Pemberlakuan sertifikasi standar protokol kesehatan yaitu cleanliness, health, safety and environment sustainability (CHSE) untuk setiap destinasi wisata harus diterapkan sebagai bentuk adaptasi. Target khususnya untuk wisatawan domestik. Kemenparekraf pun harus dapat berkolaborasi dengan semua stakeholder untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.

 

Pariwisata 4.0

Menilik Indonesia ke belakang di era Kemenparekraf 2014-2019, Arief Yahya mengungkapkan bahwa pendekatan Pariwisata 4.0 adalah millennial tourism yang lahir seiring dengan teknologi big data, perilaku travelers yang dikumpulkan via apps dan sensor. Selanjutnya, diolah untuk menciptakan seamless & personalized travelling experience.

Saša Zupan Korže (2019) mengungkapkan beberapa teknologi yang paling penting dalam ekosistem teknologi tourism 4.0 dari Peceny, Urška Starc dkk yaitu IoT (Internet of Things), Big Data, Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), Technology-based Business Models, Mobile Technology, Artificial Intelligent (AI) dan Robots.

Pada praktiknya akan berkenaan dengan ketidakseimbangan antara jumlah pengunjung dan daya tahan candi. Laju pergerakan wisatawan dan daya tampung destinasi harus terpetakan baik. Kesiapan berbagai stakeholder dalam menyambut wisatawan, aspek penerbangan menuju destinasi, akomodasi yang tersedia nyaman, atraksi menarik, dan sarana prasarana pendukung lainnya diharapkan dapat berkolaborasi dengan maksimal.

Candi Borobudur membutuhkan terobosan baru dalam mengestimasi dan membaca pergerakan secara komprehensif. Jumlah turis yang mencapai ribuan pada peak season harus mampu disiasati sejak titik awal.

Pola yang terbentuk dari data history dan  pergerakan kendaraan yang terhubung dengan data bandara serta stasiun kereta api / bus dapat di-triangulasi sehingga menghasilkan kalkulasi pergerakan jumlah terukur. Pendekatan big data menjadi satu kesatuan yang dapat diciptakan sebagai penyangga utama. Output yang dimunculkan di antaranya pencegahan, alert system, dan opsi solusi wisata alternatif dapat menjadi suatu olahan yang ditawarkan dalam bentuk  format mobile technology.

Berdasarkan laporan terbaru bertajuk ”Digital 2021” yang dirilis oleh layanan manajemen konten HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5% atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu.

Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7%.  Jumlah yang sangat besar ini seyogyanya menuntut pengelolaan Candi Borobudur harus sudah mempertimbangkan dengan cermat Technology business model dan opsi penerapan Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Artificial Intelligent (AI) pada beberapa medium berbasis public space di luar candi menjadi opsi menarik sebagai bagian solusi integratif.

Ketersediaan perangkat canggih lainnya berupa server serta komputer dengan spesifikasi tinggi perlu disediakan terutama oleh manajemen Borobudur. Termasuk ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia yang cakap dalam mengoperasikan teknologi tersebut.

Kerja sama dengan instansi seperti PPTIK ITB dapat menjadi solusi percepatan peningkatan kapasitas. Standar ketat penggunaan juga perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya korupsi. Dengan pemanfaatan yang tepat, diharapkan mampu menghasilkan manfaat yang maksimal.

Brand Activation Terintegrasi: Reformasi Pengelolaan

Sebagai salah satu dari lima destinasi kawasan super prioritas, Candi Borobudur sebagai suatu brand nation memiliki peran strategis. Borobodur perlu mereformasi pengelolaannya secara kreatif, komprehensif dan kolaboratif dengan seluruh stake holder, antara swasta, pemerintah dan warga.

Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, menjelaskan wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur, baik wisatawan baru maupun yang sudah berkunjung beberapa kali, hanya berkesan terhadap candinya semata. Candi Borobudur terkesan ramai hanya dengan menjual warisan benda matinya. Akhirnya, Borobudur hanya menjadi kawasan sekadar lewat saja bagi wisatawan.

Perencanaan matang dan dengan mengaktivasi secara meluas melalui peta yang lebih jelas dapat diakses pengunjung melalui mobile apps secara digital. Data terinci dapat memunculkan konfigurasi aktif seperti Punthuk Setumbu, Bukit Rhema, Gereja Ayam, Pemandian Candi Umbul, Pinus Kragilan, Candi Ratu Boko hingga Tebing Breksi.

Penataan kawasan sekitar permukiman Borobudur dan pembangunan beberapa area pendukung dengan dana besar oleh Pemda setempat sedang dan terus dikerjakan patut diapresiasi. Reformasi pengelolaan kawasan Candi Borobodur diharapkan dapat menjadi referensi bagi kawasan wisata yang lain. Pariwisata 4.0 sesungguhnya telah tiba dan dengan perencanaan brand activation yang tepat diharapkan mampu membuat keberdampakan positif bagi masyarakat.

Pada akhirnya dibutuhkan upaya kesadaran sustainability cultural brand nation management. Tingkat universitas merupakan salah satu wadah terbaik untuk memupuk. Salah satu hal yang harus diluruskan ialah seringkali meetings, incentives, conferences and exhibitions (MICE) didengungkan sebagai primadona (pemulihan) pariwisata dan ekonomi.

Perlu ditekankan MICE bukanlah satu-satunya potensi utama. Jangan sampai dominasinya mematikan alternatif yang patut diberi kesempatan berkembang sesuai keadaan wilayah. Ruang alternatif harus tetap terbuka dan dapat dimotori dimulai dengan keragaman pada universitas.

Mari kita mulai. Kalau bukan, kita siapa lagi.

Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.