Memasuki 2022, tahun baru tidak hanya membawa sejumlah harapan untuk perbaikan ekonomi dari 2021. Namun ada juga sejumlah kekhawatiran.
Pandemi corona telah memasuki tahun ketiga dan belum terlihat tanda-tanda akan berakhir. Dunia saat ini sedang berjuang menghadapi varian B.1.1.529 yang disebut omicron. Tingkat penularannya lebih tinggi dibandingkan varian-varian sebelumnya, namun memiliki gejala penyakit yang lebih ringan.
Bercermin pada pandemi flu Spanyol yang berlangsung pada 1918, pandemi ini mengalami tiga gelombang penyakit. Gejala penyakit pada gelombang ketiga disebutkan lebih ringan dibandingkan gelombang kedua. Pandemi tersebut berakhir dengan dinyatakan sebagai endemi di 1920.
Para pakar menilai kondisi tersebut dapat berulang pada pandemi Covid-19 kali ini. Dirjen World Health Organization, Tedros Adhanom, mengungkapkan bahwa pandemi global dapat berakhir di 2022 jika vaksinasi global mencapai setidaknya 70 persen di pertengahan 2022. Per 2 Januari 2022, tercatat vaksinasi global lengkap telah mencapai 49,8 %.
Di Indonesia, vaksinasi lengkap dosis kedua telah mencapai 54,79 % di awal tahun ini dan pemerintah merencanakan vaksinasi ketiga atau booster vaksin mulai 12 Januari 2022. Booster ini merupakan upaya pemerintah untuk mendukung pembukaan ekonomi domestik secara penuh di tengah ancaman sebaran varian Omicron.
Selain booster, pemerintah telah mendatangkan sejumlah obat antivirus Covid-19 yang terbukti mengurangi risiko perawatan di rumah sakit. Hal ini untuk mengantisipasi potensi naiknya sebaran kasus Omicron yang dapat membebani fasilitas kesehatan di tengah kembalinya aktivitas sosial masyarakat.
Sementara itu, mobilitas masyarakat di akhir 2021 terlihat terus meningkat di atas level pra-pandemi (Sumber: Google Mobility Report, 2 Jan 2022). Sektor belanja kebutuhan sehari-hari, ritel, dan rekreasi, meningkat signifikan. Hal ini tercermin dengan kenaikan inflasi bulan Desember 2021. Indeks Harga Konsumen naik 1,87 % secara tahunan, yang merupakan angka tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Namun demikian, angka ini masih jauh dari kisaran rata-rata inflasi dalam 10 tahun terakhir di empat persen. Pemerintah dalam APBN 2022 memperkirakan tingkat inflasi 2022 akan berada di kisaran 3 ± 1 %. Selain itu suku bunga diperkirakan naik setidaknya satu kali di paruh kedua tahun ini. Tren kenaikan inflasi memberikan harapan optimis akan pemulihan konsumsi domestik yang berkontribusi lebih dari 50 persen ekonomi Indonesia.
Penyaluran kredit tercatat bertumbuh 4,73 % di November 2021, hampir kembali pada tingkat pertumbuhan pra-pandemi di atas 5 %. Kenaikan kredit terjadi pada semua sektor perekonomian dan UMKM, seiring dengan pulihnya aktivitas dunia usaha di tengah pelonggaran PPKM.
Ancaman risiko sistemik di tengah krisis pun terus turun. Walaupun diperpanjang hingga 2023, restrukturisasi perbankan terus menurun di akhir 2021. Rasio kredit macet perbankan atau Non Performing Loan turun ke 3,22 % di Oktober 2021. Hal ini menunjukan sinyal pemulihan kesehatan sektor keuangan.
Selain kembalinya konsumsi domestik, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan didukung oleh prospek kenaikan investasi dari Undang-Undang Cipta Kerja, normalisasi belanja infrastruktur, serta kenaikan ekspor.
Indonesia terus mencatatkan surplus neraca perdagangan, didukung oleh kenaikan permintaan global akan ekspor komoditas seiring dengan pembukaan ekonomi yang berkelanjutan. Sehingga, penerimaan negara di 2021 mencapai 114,9 % terhadap target seiring meningkatnya harga komoditas seperti batu bara, kelapa sawit, timah dan lainnya.
Kenaikan penerimaan ini berimbas pada menyempitnya jurang defisit anggaran di 2021. Defisit anggaran 2021 tercatat 4,65 % terhadap PDB, turuh jauh dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 17.3%.
Dengan sejumlah perbaikan pada sisi fundamental, ekonomi diperkirakan melanjutkan kenaikan di 2022 di kisaran 5 hingga 5,5 persen.
Dalam rangka mempertahankan momentum pemulihan ekonomi sambil tetap mendorong pertumbuhan ekonomi yang independen secara bertahap, pemerintah menganggarkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 414,1 triliun di 2022. Angka ini turun dibandingkan 2021 yaitu Rp 744,7 triliun. Stimulus PEN ini mencakup dukungan pada sektor kesehatan termasuk perawatan Covid-19 yang bekerja sama dengan BPJS, juga pada sektor perlindungan masyarakat termasuk program sembako, serta bantuan langsung tunai bagi masyarakat yang tidak mampu.
Dari sisi fiskal, pemerintah bersama dengan Bank Indonesia akan melanjutkan skema burden sharing di 2022 ini. Burden sharing adalah bentuk kerja sama antara pemerintah dan BI, di mana BI bertindak sebagai stand-by buyer dari penjualan SBN melalui mekanisme pasar.
Nilai Burden sharing di 2022 sebesar Rp 224 triliun, meningkat dibandingkan 2021 di Rp 215 triliun. Selain untuk memastikan kelanjutan pendanaan anggaran untuk pandemi, burden sharing akan mendukung kestabilan pasar obligasi, dengan potensi kenaikan inflasi yang lebih cepat dan rencana tapering off dari Amerika Serikat.
Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, yang sebelumnya memutuskan untuk mengurangi stimulus atau tapering sebesar US$ 15 miliar per bulan, menambah laju pengurangan menjadi US$ 30 miliar. Hal ini untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi sembari menahan laju inflasi.
Dengan demikian, program pengurangan stimulus atau tapering ini diperkirakan selesai di Maret 2022. Hal ini mengakibatkan sejumlah kekhawatiran dari para pelaku pasar bahwa Fed akan mulai menaikkan suku bunga di bulan itu. Survei analis Bloomberg mengemukakan probabilitas sebesar 66 % akan kenaikan suku bunga pertama di bulan Maret 2022. Angka ini merupakan probabilitas kenaikan suku bunga tertinggi di 2022.
Maka dari itu, seiring dengan pemulihan ekonomi domestik, kelas aset seperti saham akan memiliki prospek lebih baik di 2022, didukung oleh katalis positif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Peningkatan laba korporasi di 2022 serta rencana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) oleh sejumlah perusahaan akan mendukung kinerja bursa saham domestik di 2022.
Perusahaan e-commerce seperti GoTo dan Traveloka akan turut melantai di bursa tahun ini. Sehingga, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan berada di level 7.200 hingga 7.400 di 2022.
Kelas aset obligasi berpotensi mengalami sedikit tekanan akibat ekspektasi kenaikan laju inflasi dan suku bunga yang sedikit lebih tinggi di 2022. Namun investor yang memiliki jangka waktu menengah hingga panjang dapat fokus pada pendapatan kupon dan mengelola durasi obligasi sehingga risiko penurunan dapat lebih diminimalkan.
Bagi Anda yang sedang merencanakan investasi, pastikan untuk mengetahui profil risiko Anda sebelum berinvestasi. Anda juga dapat mengoptimalkan return dan mengendalikan risiko dengan melakukan strategi investasi seperti alokasi aset dalam portfolio keuangan, diversifikasi hingga investasi secara bertahap, yang seringkali disebut dollar cost averaging.
Membuat keputusan investasi di tengah pandemi tentunya tidak mudah, apalagi jika mulai berinvestasi dengan cara tradisional, di mana kita perlu datang mengunjungi bank terdekat atau membutuhkan proses tatap muka secara langsung. Namun dengan kemajuan teknologi, tentunya hal ini semakin dipermudah.
Tentunya, investor juga perlu memilih bank dengan reputasi dan kredibilitas yang baik, yang juga diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pertimbangkan untuk berinvestasi melalui bank yang dapat menyediakan layanan investasi terintegrasi dengan transaksi keuangan harian untuk memudahkan transaksi pembelian investasi yang dipilih.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.