Persiapan Pemilu 2024 merupakan agenda krusial yang menjadi perhatian dan perdebatan di ruang publik beberapa waktu silam. Ini terutama terkait wacana penundaan pemilu 2024. Kita apresiasi sikap pemerintah yang siap dan fokus pada persiapan pelaksanaan Pemilu 2024.
Namun, sebagai warga republik, kita perlu memberikan pendapat kritis agar persiapan Pemilu 2024 sesuai dengan amanat konstitusi, sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 22E UUD 1945. Dalam arti lain, Pemilu berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan merupakan tujuan yang ingin kita capai bersama.
Secara fundamental Pemilu adalah sarana aspirasi rakyat yang perlu terus diperbaharui mekanismenya. Agar mampu memberikan kontribusi bagi demokrasi kita, tentunya terwujudnya demokrasi yang sehat, substansial, dan berkelanjutan.
Dari sudut pandang konstitusi, Pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur, serta didukung oleh penyelenggara pemilu yang independen dan kompeten akan mendorong aspirasi rakyat membentuk suatu pemerintahan yang demokratis. Apabila diobservasi lebih dalam, konsepsi ini berkelindan dengan pemikiran Thomas Paine, seorang filsuf politik yang turut menginspirasi revolusi Amerika Serikat pada tahun 1776.
Dalam pandangan Paine, dalam konstitusi modern; konstitusi hadir mendahului pemerintah. Maka konsekuensinya, pemerintah adalah subjek yang dibentuk oleh konstitusi. Dengan demikian, rakyat yang membentuk konstitusi menjadi penting.
Lebih jauh, Paine menjelaskan mengenai pembedaan atas kekuasaan, yakni; pertama, kekuasaan yang terbentuk dan dijalankan oleh pemerintah sebagaimana konstitusi memberikannya. Oleh karenanya, konstitusi juga diartikan sebagai dokumen yang terdiri atas elemen-elemen penyelenggaraan negara (the body of elements); cara kekuasaan dijalankan, cara memilih keanggotaan parlemen, dan eksekutif, serta prinsip-prinsip yang mengikat suatu pemerintahan.
Kedua, mengenai kekuasaan konstituen, yang ada di tangan rakyat, di mana memberikan konsepsi bahwa keutamaan atau kepentingan rakyat di atas jabatan pemerintah (Martin Loughlin, Foundation of Public Law, 2010).
Dengan demikian, melalui konsepsi Paine, bila dikembangkan lebih lanjut dalam konteks Indonesia, maka Pemilu merupakan saluran konstitusional di mana rakyat memberikan mandat untuk dibentuknya suatu pemerintahan yang sah dan memiliki legitimasi. Di sisi yang lain, melalui pemilu, rakyat memberikan agenda kepada pemerintah untuk dijalankan sebagai aspirasi yang utama. Lebih-lebih aspirasi tersebut merupakan pemenuhan kesejahteraan umum dan memastikan jaminan kebebasan warga negara.
Selanjutnya, bila kita refleksikan secara mendalam antara pemilu dan demokrasi, maka kedua hal tersebut memiliki korelasi yang kuat. Hal ini dikarenakan keterpaduan pemilu dan demokrasi membentuk suatu tuntutan yakni; keutamaan warga negara dan aspirasi untuk membentuk pemerintahan konstitusional. Maka, keutamaan dan aspirasi pemerintahan konstitusional dalam konteks Indonesia, telah menjadi pilar pokok yang krusial dalam menopang Republik Indonesia sejak awal revolusi kemerdekaan.
Manifesto Politik 1945
Hal tersebut terefleksi di dalam Manifesto Politik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada bulan November 1945. Manifesto yang ditandatangani oleh Wakil Presiden RI Moh. Hatta dan diterima serta disetujui oleh Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) Sutan Sjahrir, berintikan komitmen terhadap kedaulatan rakyat atau demokrasi sebagai basis kebijakan dalam negeri, dan komitmen terhadap penyelenggaraan pemilu sebagai pembuktian implementasi cita-cita dan prinsip kerakyatan, dan pedoman kehidupan masyarakat dan negara.
Maka, konsekuensi atas terselenggaranya pemilu maka pemerintah akan berganti secara reguler dan UUD 1945 sebagai konstitusi yang berlaku akan disempurnakan atau diganti menurut kehendak atau aspirasi rakyat (Political Manifesto of November 1945, ed: Herbert Feith and Lance Castle, 2007).
Bertolak atas manifesto politik tersebut maka ada beberapa poin penting yang dapat kita jadikan pelajaran. Pertama, demokrasi dan kebebasan warga negara adalah jantungnya Republik Indonesia yang demokratis. Kebebasan yang meliputi kebebasan berpendapat -lisan maupun tulisan-, berkeyakinan dan beragama berkumpul, dan berserikat. Lalu, dipenuhinya hak-hak kesejahteraan rakyat antara lain seperti; kesehatan, kebudayaan, dan pendidikan.
Kedua, dalam analisis Adnan Buyung Nasution dalam Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia (2009), Manifesto politik 1945 telah memberikan poin kunci bagi perkembangan demokrasi konstitusional di awal kemerdekaan Indonesia, yang meliputi sebagai berikut. Pertama, penolakan terhadap pemerintahan yang otoriter. Kedua, kehendak menegakan kebebasan-kebebasan warga negara di dalam arena politik nasional secara progresif.
Terakhir, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), upaya ini untuk mendatangkan kepercayaan dari masyarakat internasional, bahwa sebagai republik yang baru saja merdeka, Indonesia mampu menjalankan negara dan mengisi kemerdekaan melalui prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, di mana dikenal dan diakui oleh masyarakat internasional.
Legitimasi Pemilu
Dengan demikian, bertolak atas refleksi tersebut, terdapat pesan kunci yang dapat ditarik dari Manifesto Politik 1945 dan demokrasi kita saat ini. Pertama, saluran kedaulatan rakyat yang konstitusional dan memiliki legitimasi kuat adalah Pemilu. Oleh karena itu, penyelenggaraan Pemilu 2024, sudah seharusnya kita dukung dan kawal sedari awal. Sehingga mampu menghasilkan Pemilu yang berkualitas.
Di samping itu juga, Pemilu adalah sarana bagi partai politik untuk menjaring dan menghasilkan kader-kader terbaiknya untuk mengisi lembaga-lembaga politik sehingga mampu terus melanjutkan capaian-capain yang sudah ada. Di sisi yang lain, bila menggunakan pemikiran Sutan Syahrir (Perdjoeangan Kita), maka Pemilu 2024 menjadi sarana untuk menata ulang organisasi partai politik agar menjadi partai yang modern, rapi, efisien, dan memiliki program partai yang jelas dan mampu menjawab tantangan Indonesia di tengah dinamika global.
Terakhir, terbentuknya ekosistem demokrasi yang sehat dan berkelanjutan adalah ketika kita sebagai warga negara mampu menggunakan nalar publik, kebebasan dan hak konstitusional secara optimal di dalam ruang publik. Sehingga memberikan dampak nantinya ke dalam Pemilu 2024, di mana pemilu tersebut menjadi episode penting untuk menata pendidikan politik rakyat. Dalam hal ini pendidikan politik yang mampu mendorong berkembangnya nalar politik rakyat dalam mengkritisi program yang ditawarkan oleh kontestan pemilu, baik itu calon legislator maupun calon presiden dan wakil presiden.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.