Potensi Besar Asuransi dan Dana Pensiun Membiayai Net Zero Emission

KATADATA/ILUSTRASI: JOSHUA SIRINGO-RINGO
Penulis: Reza Yamora Siregar
Editor: Agustiyanti
17/5/2022, 07.00 WIB

Pemerintah mendorong pengembangan sektor keuangan non-bank, khususnya asuransi dan dana pensiun. Saat ini merupakan waktu yang tepat. Ini juga sebagai langkah strategis untuk menyiapkan kapasitas pembiayaan dalam memenuhi komitmen menghadapi perubahan iklim global (global climate change). 

Jika ditelaah lebih dalam, perkembangan sektor asuransi maupun dana pensiun dan keberhasilan mencapai target agenda dari net zero carbon emission pada 2060 sebenarnya merupakan dua hal yang saling bergantungan.

Selain guncangan terhadap rantai pasok karena kenaikan biaya pengiriman dan ketegangan geopolitik yang terjadi di Ukraina, lonjakan dan volatilitas harga komoditas energi dan pangan sering dikaitkan sebagai katalis transisi global menuju energi terbarukan dan pencapaian target net-zero carbon emission berdasarkan Paris Agreement 2015 (termasuk fase pengurangan di tahun 2030 dan 2050/2060).

Pertemuan Presidensi G-20 Indonesia tahun ini juga membawa agenda energi hijau sebagai strategi pendorong utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals).

Bagi Indonesia, komitmen terhadap net-zero carbon emission pada 2060 merupakan agenda penting. Hal ini mengingat Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan emisi karbon terbesar, menyumbang sekitar 2 % dari total emisi global pada 2020. Sekitar 60 % industri energi Indonesia masih berbasis pada sumber energi tidak terbarukan atau non-renewable energy, seperti batu bara.

Menurut laporan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas 2021, Indonesia perlu menginvestasikan sekitar US$ 150 miliar atau Rp 2.150 triliun per tahun dari 2021 hingga 2030 untuk memenuhi target pengurangan emisi karbon di 2030. Nilai kebutuhan investasi tersebut setidaknya sekitar 140 % dari PDB nominal Indonesia pada 2020. Sekitar 20 % lebih besar dibandingkan dengan nilai seluruh aset sektor keuangan domestik (perbankan, asuransi, pasar modal dan dana pensiun) yang kurang dari 120 %.

Dangkalnya penetrasi sektor keuangan terlihat lebih mencolok ketika kita melihat total nilai 'aset hijau' di sektor keuangan. Kurang dari 2% dari total surat utang / obligasi yang beredar pada 2021 dapat diklasifikasikan sebagai obligasi hijau.

Bantuan keuangan dari negara-negara maju serta lembaga multilateral ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memenuhi target investasi tersebut masih sangat lambat dan terbatas. Pada saat bersamaan, peningkatan signifikan dalam investasi oleh sektor swasta asing terlihat di sektor energi bersih, khususnya seperti di tenaga surya, tenaga air, dan kendaraan listrik/hybrid.

Namun eksposur risiko terhadap siklus bisnis dan keuangan yang terkait dengan struktur jatuh tempo jangka panjang dari proyek-proyek investasi ini sering menjadi kendala terhadap partisipasi sektor swasta, termasuk investasi langsung asing yang sangat dibutuhkan.

Halaman:
Reza Yamora Siregar

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.