Agenda Baru Literasi dan Inklusi Keuangan untuk Kemakmuran Bangsa

Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Guru Besar STIE Perbanas Surabaya
Penulis: Prof Abdul Mongid
12/11/2022, 12.45 WIB

Sayang sekali, pencapaian besar bangsa Indonesia dalam bidang keuangan yaitu terlampauinya target indeks literasi dan inklusi keuangan berdasar Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 kurang banyak diliput media. Sepertinya media lebih tertarik pada statemen pejabat tentang ancaman resesi 2023 dan melemahnya kurs rupiah.

Sepertinya pernyataan pejabat tinggi ekonomi tentang prospek negatif ekonomi Indonesia 2023, walaupun bernuansa negatif dan tidak memotivasi, dianggap lebih “seksi”. Prestasi di bidang keuangan ini pun menjadi terlupakan.

Seperti diketahui Indonesia mengalami kemajuan penting terkait literasi dan inklusi keuangan sebagaimana diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam laporan yang diterbitkan sebagai bagian dari SNLIK 2022, terungkap indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 49,68 %. Sementara itu inklusi keuangan sudah mencapai 85 %.

Artinya telah terjadi kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada 2019, di mana literasi dan inklusi keuangan masing-masing baru 38 % dan 76,19 %. Artinya, usaha bersama pemerintah (OJK, BI, LPS, Kemenkeu), masyarakat dan industri telah membawa kenaikan indeks di atas 10% dalam tiga tahun.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa capaian literasi keuangan pada 2019 yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen sebesar 35 % sudah terlampaui. Demikian pula diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif,  target keuangan inklusi di 2019 adalah 75 %. Sementara pencapaian berdasarkan hasil survei 2019 sudah mencapai 76,19 %.

Mengacu pada Peraturan Presiden No. 82/2016 dan Peraturan Presiden No. 50/2017 sangat jelas diatur keharusan kerja sama tiga pihak di dalam mengembangkan literasi keuangan. Semua dituntut untuk meningkatkan peran masing-masing yaitu peningkatan peran pemerintah, peningkatan keberdayaan konsumen, dan peningkatan kepatuhan pelaku usaha.

Sebagai implementasi dari strategi nasional itu, OJK berperan aktif didalam kegiatan yang yang sifatnya edukatif kepada masyarakat. Program flagship OJK untuk mendorong inklusi keuangan adalah Bulan Inklusi Keuangan (BIK) yang selalu digelar secara rutin. Pada tahun ini tema besar BIK adalah inklusi keuangan meningkat maka perekonomian semakin kuat. 

OJK sebagai leading sector untuk kegiatan inklusi keuangan telah menyelenggarakan BIK. Banyak aktivitas dilakukan di antaranya adalah business matching antara pemberi kredit (kreditur) dan UMKM. Perusahaan keuangan juga mendukung program BIK dengan pemberian diskon, bonus dan macam-macam hadiah sebagai promosi untuk pembukaan rekening baru baik itu rekening di perbankan, asuransi maupun pada lembaga keuangan yang lain.

Pada BIK tahun ini sebanyak lebih dari 2500 kegiatan dilaksanakan di seluruh Indonesia dan melibatkan lebih dari 1,5 juta masyarakat. Selama pelaksanaan BIK, perbankan mampu mendapatkan tambahan rekening baru lebih dari dua juta.

Sementara untuk Pegadaian hampir tiga juta rekening baru. Perusahaan keuangan berbasis “fintech” mendapatkan tambahan yang mencapai satu setengah juta akun baru.  Sayangnya, untuk perusahaan asuransi dan pasar modal perkembangan pembukaan rekening barunya selama kegiatan BIK relatif terbatas yaitu di bawah seratus ribu.

Sebenarnya, bukan hanya perbankan saja yang OJK dorong untuk melakukan literasi dan inklusi keuangan, tetapi juga industri dan jasa keuangan yang lain seperti asuransi. Pasar modal, misalnya, juga didorong untuk terlibat aktif dalam kampanye meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. 

Agenda Besar Literasi dan Inklusi Keuangan

Hasil SNLIK 2022 sudah pasti menggembirakan. Namun tantangan ke depan tidak mudah. Kerja keras masih diperlukan agar literasi dan inklusi keuangan memakmurkan seluruh masyarakat.

Indonesia masih ketinggalan 10 tahun dari negara maju. Apalagi dunia yang kita hadapi saat ini jauh berbeda dengan dunia di masa depan. Saat ini, segudang produk investasi yang kompleks ada di ujung jari kita, ada di ponsel cerdas. Anak-anak muda memiliki pengetahuan dan keahlian teknis untuk bertransaksi atau berkecimpung dalam saham, fintech, bahkan crypto.

Karena bekal pengetahuan mereka belum memadai, beberapa di antara anak muda itu ada yang mengambil risiko besar pada perangkat mobile yang dimiliki namun tidak sesuai dengan batas kemampuanya. Akibatnya mereka bisa menjadi generasi bermasalah.

Ke depan, OJK dan industri keuangan perlu fokus kepada literasi keuangan untuk memberi kaum muda bekal pengetahun sehingga bisa menjadi dasar untuk menciptakan kemakmuran bangsa. Literasi dan inklusi keuangan harus dapat membantu masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi keluar dari jerat kemiskinan melalui pemahaman mengelola dan berperilaku keuangan yang bijaksana.

Artinya, kita wajib terus mendorong literasi dan inklusi keuangan karena dunia keuangan telah berubah drastis. Kita harus mendorong semua level masyarakat berdiskusi tentang uang dan literasi keuangan.

Perlu memahami bagaimana sistem keuangan bekerja, bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan mereka, dan bagaimana mereka dapat membuat keputusan keuangan yang tepat untuk mereka. Kita harus memberdayakan masyarakat sehingga mereka tahu cara mengatur keuangan. Semakin dini membangun kesadaran finansial, semakin baik.

Hasil SNLIK 2022 menunjukan adanya selisih yang jauh antara tingkat literasi masyarakat dan inklusi keuangan. Literasi adalah indikator tingkat pemahaman masyarakat mengenai produk-produk serta macam macam jasa keuangan.

Sementara inklusi keuangan merupakan indikator penggunaan atau tingkat akses masyarakat terhadap produk maupun jasa keuangan. Artinya hampir separo pengguna jasa keuangan sebenarnya tidak memiliki pemahaman memadai tentang apa yang mereka gunakan. Ini agenda utama yang perlu diselesaikan.

Tentu saja literasi keuangan saja tidak akan menyelesaikan masalah. Literasi memang berfokus pada pengetahuan dan perilaku keuangan yang sehat serta perlindungan konsumen.

Namun target mikro ini akan membawa dampak besar pada kesejahteraan individu yang secara agregat akan membawa pada kesejahteraan bersama. Makanya literasi dan inklusi hanya akan sukses dan berjalan baik ketika didukung oleh sistem dan lembaga keuangan diatur dan diawasi dengan baik dan adil.

Kita menyadari aktivitas terkait keuangan adalah darah kehidupan dari beroperasinya siklus kegiatan ekonomi. Karena itu sektor keuangan harus menyadari perannya dalam pembangunan dan menciptakan kemakmuran.

Perlu diingat, sebagian penduduk hidup dalam kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada 2022 mencapai 26 juta orang lebih atau setara hampir 10 % penduduk Indonesia. Yang membuat tantangan makin berat adalah mayoritas yaitu 51 % rumah tangga miskin di Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian.

Agenda besar adalah untuk memastikan peluang pertumbuhan kemakmuran bagi semua. Inklusi keuangan memiliki potensi untuk membawa masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan sehingga mendorong pembangunan dan pertumbuhan yang berkelanjutan bagi perekonomian nasional.

Kurangnya kesadaran dan hambatan budaya telah menghalangi masyarakat miskin untuk mengakses dan memanfaatkan berbagai inisiatif inklusi keuangan. Ini harus dihentikan. Perlu perubahan besar dalam kampanye literasi keuangan agar bisa masuk ke golongan masyarakat miskin yang biasanya memiliki sub-kultur tersendiri.

Literasi dan inklusi keuangan akan memberi orang miskin akses yang lebih besar ke layanan keuangan. Sehingga, secara langsung memberi pilihan mereka dalam pemanfaatan sumber daya dan produk jasa keuangan.

Perlu kesadaran semua pihak bahwa mewujudkan literasi dan inklusi keuangan adalah target antara bukan tujuan (goal). Studi membuktikan jalan paling cepat adalah dengan mendorong literasi keuangan untuk mempromosikan inklusi keuangan.

Selain itu, catatan pentingnya yaitu semua upaya komponen bangsa dalam mendorong lietrasi dan inklusi keuangan harus diarahkan untuk tujuan (goal) meningkatkan kemandirian ekonomi dan daya saing bangsa.

Prof Abdul Mongid
Guru Besar STIE Perbanas Surabaya

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.