Dinamika keseimbangan pasokan-permintaan (supply-demand) pasar dan pergerakan harga minyak dunia sepanjang 2022 dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Pertama, konflik geopolitik di wilayah Eropa Timur, khususnya perang Rusia-Ukraina.
Kedua, kekhawatiran pasar terhadap adanya perlambatan ekonomi dan resesi global pada tahun 2023. Ketiga, kebijakan dan respon sejumlah negara, Cina khususnya, dalam menangani lanjutan pandemi Covid-19.
Sepanjang kuartal III dan kuartal IV 2022, harga minyak global tercatat berada pada tren menurun. Pada periode Juli sampai Agustus 2022 rata-rata harga minyak berada pada level US$ 90 sampai US$ 100 per barel.
Sedangkan pada periode November sampai Desember 2022, tercatat berada pada kisaran US$ 70 sampai US$ 80 per barel. Level harga tersebut terpantau masih bertahan sampai dengan Februari 2023 ini.
Dinamika dan Prospek Harga Minyak
Merujuk pada berbagai data, diantaranya dari laporan OPEC (2023) dan Badan Energi Internasional/IEA (2022), secara umum dapat dikatakan, dinamika keseimbangan pasokan-permintaan minyak dunia diproyeksi akan berada pada kondisi yang relatif stabil.
Di sisi supply, pasokan minyak global pada 2023 diproyeksi berada pada kisaran 101,10 juta barel per hari atau tumbuh sekitar 1,1 juta barel per hari dari tahun 2022. Pasokan minyak non-OPEC pada tahun ini diperkirakan tumbuh sebesar 1,5 juta barel per hari menjadi rata-rata 67,2 juta barel per hari.
Sejumlah negara yang diproyeksi menjadi pendorong utama pertumbuhan pasokan non-OPEC, antara lain Amerika Serikat, Norwegia, Brazil, Kanada, Kazakhstan dan Guyana. Di sisi lain, penurunan pasokan non-OPEC diperkirakan akan berasal dari Rusia dan Meksiko.
Produksi minyak Rusia diproyeksi turun menjadi 9,5 juta barel per hari pada 2023, dari 10,9 juta barel per hari pada tahun sebelumnya. Produksi minyak mentah OPEC diproyeksi sedikit mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,16 juta barel per hari pada 2023 menjadi rata-rata sekitar 29 juta barel per hari.
Di sisi demand, permintaan minyak global diproyeksi tetap akan meningkat sebesar 1,9 juta barel per hari pada tahun ini menjadi sekitar 101,7 juta barel per hari. Optimisme pasar terhadap adanya peningkatan permintaan minyak global terutama dipengaruhi tren peningkatan permintaan minyak pada kuartal IV 2022. Khususnya berasal dari kelompok negara non-OECD, terutama Tiongkok dan India.
Peningkatan permintaan minyak pada kuartal IV 2022 dalam hal ini lebih banyak dipengaruhi karena berlanjutnya peningkatan aktivitas dan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Cina, dalam hal ini, sebagai negara yang relatif masih bergelut dengan peningkatan kasus Covid-19 pun, dalam perkembangannya saat ini tidak lagi menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas.
Dari dinamika pasar dan angka-angka di atas, terdapat setidaknya tiga faktor utama yang akan berperan besar dalam mempengaruhi dan menentukan pergerakan harga minyak di tahun ini. Pertama, kondisi supply-demand yang secara fundamental berada kondisi relatif berimbang dan stabil.
Kedua, di sisi supply, meski perang Rusia-Ukraina masih berlangsung, pasar tampak relatif lebih punya percaya diri (confidence). Disrupsi pasokan minyak secara drastis tidak akan atau kecil kemungkinannya untuk terjadi. Peningkatan pasokan bahkan tetap diproyeksikan akan berlangsung, meskipun secara terbatas.
Ketiga, di sisi demand, meskipun sentimen resesi ekonomi dan perlambatan ekonomi global terbukti telah mengoreksi harga minyak hingga berada di bawah US$ 90 per barel di kuartal akhir 2022, tetap tidak membuat permintaan minyak dunia menjadi berkurang. Permintaan minyak dunia diproyeksi akan tetap tumbuh meskipun dalam laju yang relatif terbatas.
Berpijak pada ketiga hal ini, dan sepanjang tidak terjadi kejadian luar biasa yang secara fundamental mengganggu keseimbangan supply-demand yang ada, harga minyak di sepanjang 2023 cukup berprospek untuk bergerak secara lebih stabil di kisaran US$ 80 hingga US$ 90 per barel.
Level tersebut berarti sedikit meningkat dibandingkan rentang harga US$ 70 sampai US$ 80 per barel yang terjadi di kuartal terakhir 2022. Namun, masih di bawah level rata-rata harga minyak di tahun 2022 secara keseluruhan yang mendekati US$ 100 per barel.
Tren Investasi Energi
Dalam hal investasi energi secara global, data dan laporan World Energy Investment - International Energy Agency (2022) mencatat, pada 2022 estimasi investasi energi secara keseluruhan meningkat sekitar 8% dari US$ 2.177 miliar menjadi US$ 2.392 miliar. Peningkatan investasi di sektor energi global terjadi di seluruh sub-sektor energi baik hulu maupun hilir.
Investasi hulu migas global meningkat sekitar 8% dari US$ 384 miliar menjadi US$ 417 miliar. Sebagian besar investasi terdistribusi untuk lapangan-lapangan yang sudah ada (existing), khususnya shale dan offshore.
Investasi hilir migas juga meningkat sekitar 5,3%, dengan distribusi di sektor kilang (refinery) tercatat meningkat sekitar 7,8%. Sedangkan sektor gas alam cair (LNG) meningkat sekitar 4,2%.
Peningkatan investasi migas terutama digerakkan oleh perusahaan migas skala multinasional. Perusahaan minyak negara di kawasan Timur Tengah masih mendominasi peningkatan investasi migas “konvensional”. Perusahaan migas internasional dari kawasan Eropa lebih banyak mengalokasikan peningkatan investasi migasnya pada teknologi rendah karbon.
Investasi pada batubara mencapaiUS$ 115 miliar atau meningkat sekitar 10,48%. Aliran dana ini terutama terkonsentrasi di wilayah Tiongkok dan India.
Masih dalam laporan yang sama, investasi di sektor energi bersih pada 2022 mencapai lebih US$ 1.400 miliar atau tercatat rata-rata mengalami peningkatan 10%.
Yang tercakup di dalam kategori investasi energi bersih ini, beserta angka peningkatannya, adalah investasi pada pembangkit listrik EBT (6%), penggunaan nuklir untuk energi (11%), upaya efisiensi energi (9%), grid storage (6%), bahan bakar rendah karbon dan CCUS (19%), dan kendaraan listrik atau Electric Vehicles (69%).
Peningkatan investasi energi bersih tersebut utamanya masih terkonsentrasi di negara-negara OECD (54,8%). Kemudian diikuti Cina (29,6%) karena perkembangan pesat pengembangan kendaraan listrik.
Keamanan Pasokan dan Transisi Energi
Dinamika dan pergerakan harga minyak di satu sisi dan peningkatan angka-angka investasi energi global di sisi lainnya, pada dasarnya saling terkait dan mencerminkan beberapa hal penting. Pertama, suka atau tidak suka kebutuhan dunia akan energi fosil, sebagai andalan di dalam memenuhi kebutuhan pasokan, khususnya di saat mendesak, terbukti masih signifikan.
Lonjakan harga energi fosil – batubara, minyak, gas - dan perang Rusia-Ukraina yang teriadi pada 2022 kembali menegaskan, keamanan dan jaminan pasokan energi – dan terbukti dengan masih tetap mengandalkan energi fosil - adalah aspek (ter)penting bagi semua negara.
Kedua, dalam hal nominal maupun persentase pertumbuhan, besaran investasi global pada energi bersih secara keseluruhan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menandakan proses transisi energi di tataran global memang terus bergulir.
Transisi energi, dalam pengertian luas baik melalui upaya pencapaian emisi nol bersih (zero net emission, NZE), maupun dalam pengertian secara lebih khusus pada pendayagunaan lebih terhadap sumber energi non-fosil saat ini telah menjadi tema pengelolaan energi global.
Ketiga, keamanan dan jaminan pasokan energi dan transisi energi, adalah dua faktor utama yang berperan dalam mempengaruhi tren investasi energi global saat ini dan ke depan.
Keempat, dinamika dan pergerakan harga minyak, dengan proyeksi 2023 di kisaran US$ 80 sampai US$ 90 per barel, secara tidak langsung adalah “kompromi” atau keseimbangan di antara keduanya. Dengan keberagaman sumber energi yang dimilikinya, mudah-mudahan Indonesia dapat menangkap peluang yang ada.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.