Belajar dari India: Memberdayakan Perempuan dengan Inklusivitas Digital

Katadata/ Bintan Insani
Penulis: Irene Kusuma Palmarani
29/11/2024, 07.26 WIB

Sistem kerja gig merupakan alternatif yang menawarkan fleksibilitas karena menggunakan platform digital yang bisa diakses di mana dan kapan saja. Sektor gig memberikan kesempatan, termasuk kelompok rentan untuk lebih berdaya, termasuk perempuan. 

Isu utama transformasi digital adalah inklusivitas. UN Women (2023) melaporkan, lebih dari 1,7 miliar perempuan di dunia masih mengalami kesenjangan digital. Menurut McKinsey (2023), hanya 25% perempuan di negara berkembang yang dapat bekerja di sektor gig. Sedangkan 75% lainnya terhalang dengan kurangnya keterampilan dan akses terhadap teknologi. 

Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan gender di sektor pekerjaan digital, termasuk sektor gig. Isu ini juga diperkuat melalui banyak penelitian-penelitian di bidang gig worker

World Economic Forum (2023) menyebut, peluang perempuan di negara berkembang untuk mengakses internet 18% lebih kecil daripada laki-laki. Di Indonesia, hanya sekitar 38% pekerja perempuan di sektor gig. Kondisi ini menunjukkan perlunya strategi, melalui kebijakan inklusif, yang dapat memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam ekonomi digital. 

Urgensi Ekonomi Digital Inklusif

Pentingnya ekonomi digital inklusif karena platform ini memberikan peluang ekonomi yang lebih luas. Inklusivitas akan memastikan transformasi digital tidak menciptakan ketimpangan baru, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih adil dan merata. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan pekerja gig sebagai pelaku ekonomi digital, maka akan memberikan manfaat ganda. 

Pertama, Indonesia memiliki bonus demografi sehingga punya potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi digital. Menurut McKinsey Global Institute, sektor ini berpotensi menaikan PDB Indonesia mencapai US$2,7 triliun pada 2030. Perempuan berhak memiliki akses yang sama untuk menerima manfaat dari transformasi digital. 

Kedua, ekonomi digital inklusif secara berkesinambungan akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Hal tersebut dikarenakan sektor ini mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja yang lebih merata.

Inklusivitas Kebijakan Digital India

India menerapkan kebijakan strategis digital pada 2015 yang menekankan tiga fokus utama: infrastruktur digital, pemerintahan digital, dan peningkatan literasi digital. Sebagai bagian dari upaya pemberdayaan perempuan, dalam kebijakan strategis tersebut terdapat beberapa program seperti:

  1. Keterampilan Digital untuk Perempuan:

Pradhan Mantri Gramin Digital Saksharta Abhiyan (PMGDISHA) adalah contoh platform yang telah melatih lebih dari 5 juta perempuan di desa untuk menguasai keterampilan dasar digital. Dengan begitu, terbuka peluang peluang untuk bekerja di sektor digital dan gig. 

  1. Platform Perlindungan Sosial Pekerja Gig:

India memiliki platform perlindungan sosial khusus untuk pekerja gig yang disebut e-Shram. Platform ini memberikan akses  terhadap perlindungan sosial, termasuk asuransi kesehatan dan pensiun. Per 2023 lebih dari 80 juta pekerja gig terdaftar, dan perempuan sebagai kelompok yang paling diuntungkan.

  1. Infrastruktur Digital yang Merata:

BharatNet merupakan program akses internet broadband yang telah digunakan lebih dari 250.000 desa hingga 2023, sehingga terhubung dengan internet cepat. 

  1. Inisiasi Platform Pekerja Gig Perempuan:

India juga menginisiasi platform khusus untuk pekerja gig perempuan seperti UrbanClap/Urban Company, yang telah memberdayakan ribuan perempuan dengan memberikan pelatihan dan akses ke pekerjaan berbasis keterampilan, seperti kecantikan, perawatan rumah, dan lainnya. 

Melansir dari Annual Report Digital India di situs resminya, dapat dikatakan bahwa India telah berhasil memberdayakan perempuan di sektor gig. Pekerja gig meningkat secara signifikan tiap tahunnya dan diproyeksikan akan mencapai 23,5 juta pada 2029-2030. 

Keberhasilan India ini menggambarkan bahwa dengan dukungan kebijakan yang kuat, platform digital dapat memberdayakan perempuan. Caranya dengan memperluas akses ke peluang ekonomi digital, dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi digital.

Bagaimana dengan Indonesia?

Walaupun ekonomi digital di Indonesia terus berkembang, tetapi kebijakan inklusif yang mendukung pemberdayaan perempuan di sektor gig masih terbatas. Perihal inklusivitas tertuang pada Visi Digital 2045 yang dikeluarkan oleh Kominfo, tapi program strategis yang dijalankan masih belum terintegrasi. 

Contohnya, dalam Indonesian Digital Economy Roadmap di mana terdapat percepatan transformasi digital dengan melakukan digitalisasi di semua sektor, seperti program UMKM Go Digital dan 100 Smart Cities

Walau inklusivitas menjadi salah satu elemen utama, tetapi pada praktiknya, Indonesia cenderung masih berfokus pada infrastruktur dan pengembangan teknologi. Sedangkan aspek pemberdayaan perempuan belum sepenuhnya diperhatikan. 

Digital Talent Scholarship, sebuah akses pelatihan keterampilan digital yang diselenggarakan oleh Kominfo. Katalis Digital (2023) menyebutkan hanya sekitar 30% peserta program ini adalah perempuan dan berasal dari kota-kota besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan akses bagi perempuan untuk dapat memperoleh kesempatan yang sama. 

Kesenjangan antara desa dan kota masih juga nampak, terutama kesempatan yang sama untuk perempuan. Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga belum memiliki skema khusus terkait perlindungan sosial bagi pekerja gig. Opsi yang paling memungkinkan adalah keikutsertaan dalam program BPJS swadaya, tetapi memiliki tantangan tingkat partisipasi dan konsistensi pembayaran.  

Pembelajaran untuk Indonesia

Melihat keberhasilan India, maka rekomendasi untuk Indonesia dalam membangun ekonomi digital inklusif adalah dengan lebih memberikan program-program strategis yang ditujukan langsung kepada perempuan, yaitu dengan:

  • Meningkatkan pendidikan dan pelatihan digital untuk perempuan secara merata;
  • Memberikan skema perlindungan sosial yang sesuai;
  • Menggalakkan pembangunan infrastruktur digital yang merata; 
  • Meningkatkan akses pemberdayaan perempuan ke platform digital dengan regulasi yang jelas, mulai dari kesempatan hingga pengupahan.

Pengalaman India menjadi referensi yang baik bagi Indonesia dalam menciptakan ekosistem digital ekonomi yang lebih adil, merata, dan berkelanjutan. Dengan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk berkembang, maka secara tidak langsung hal ini juga membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui ekonomi digital.

Irene Kusuma Palmarani
Mahasiswa Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness di Universitas Gadjah Mada

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.