Stok Menipis, Harga Gula Tak Lagi Manis

123RF.com/ocusfocus
Harga gula di pasar tradisional naik ke Rp 17 ribu per kilogram karena stoknya yang terus menipis.
Penulis: Sorta Tobing
13/3/2020, 06.00 WIB

Pasokan Tertahan, Harga Gula Terus Naik

Kelangkaan gula sudah terprediksi sebelumnya oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi). Pasokan gula diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga Februari 2020.

Karena itu, para pengusaha mendesak pemerintah segera mengeluarkan kuota impornya. “Kami minta bahan baku industri olahan segera diberi kejelasan agar tidak mengganggu produksi,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gapmmi Rachmat Hidayat pada 22 Januari lalu.

Bulog juga sempat mengusulkan agar pemerintah menugaskan import 200 ribu ton gula kristal putih pada bulan lalu. Ketika itu harga gula pasir telah merangkak naik menjadi Rp 14 ribu per kilogram.

Antisipasi itu perlu dilakukan karena panen tebu baru akan terjadi pada Juni 2020. Ditambah lagi, konsumsi akan naik jelang Ramadan dan Idul Fitri. “Kami butuh (impor) untuk stabilisasi harga,” kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi.

(Baca: Mendag Sebut Impor Gula 260 Ribu Ton Masuk Akhir Maret)

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (kanan) ketika mengunjungi pabrik gula PT Rejoso Manis Indo di Blitar, Jawa Timur. (ANTARA FOTO/Irfan Anshori)

Namun, Kementerian Perdagangan saat itu belum menyetujui adanya impor karena khawatir akan merusak harga gula produksi petani. Pemerintah lebih memilih opsi mengeluarkan stok dan operasi pasar. Cara ini ternyata tidak berhasil menurunkan harga gula.  

Kementerian sempat menyebut kondisi kelangkaan dipicu oleh sejumlah oknum yang sengaja menahan pasokan. Upaya itu dipicu spekulasi kemungkinan impor gula akan sulit terwujud karena mewabahnya virus corona.

Kondisi tersebut sempat terjadi pada Januari lalu. Kementerian lalu mengumpulkan para importir agar mengeluarkan pasokan. Namun, kejadian serupa muncul lagi pada bulan berikutnya yang berdampak pada lonjakan harga gula hingga sekarang.

Padahal, menurut catatan Kementerian, stok gula konsumsi per 31 Desember 2019 mencapai 490 ribu ton. Artinya, cukup untuk dua bulan. "Pihak-pihak tak bertanggung jawab ini yang menahan pasokan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Suhanto pada Rabu pekan lalu.

(Baca: Pemerintah Percepat Impor Gula, Bawang Putih, dan Daging Kerbau)

Menteri Agus sempat mengecek pasokan gula beberapa waktu lalu. Jumlahnya mencapai 160 ribu ton. Karena itu, ia meminta importir dan distributor untuk mempercepat distribusi gula ke pasar. Pemerintah juga akan menggelar operasi pasar untuk mengatasi gejolak harganya.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin menilai potensi penimbunan gula sangat kecil terjadi. Pasalnya, pemerintah sudah membentuk tim satuan tugas atau satgas untuk mencegah penyelewangan tersebut.

Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani mengatakan kelangkaan dan tingginya harga gula karena lambatnya koordinasi antar-kementerian dalam menentukan kuota impor. Penentuan tersebut membutuhkan kerja sama antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian.

“Harus dipastikan siklusnya kapan, panennya kapan, impornya kapan. Jangan tabrakan. Begitu barang lagi tidak ada, impornya lama ya harganya naik,” ucap Rosan.

(Baca: Siap Impor, Kemendag Ramal Harga Gula dan Bawang Turun Dua Pekan Lagi )

Masalah lain yang membuat situasi gula tak semanis rasanya adalah produksi dalam negeri yang menurun. Pemicunya, kemarau panjang yang terjadi pada tahun lalu. Asosiasi Gula Indonesia (AGI) memperkirakan produksi gula tahun ini hanya 2,05 juta ton atau lebih rendah 6,8% dari 2019.

Stok gula konsumsi tahun ini bakal defisit dan berpotensi menyebabkan harga naik. “Kalau tidak segera impor, harga akan melambung,” kata Tenaga Ahli AGI Yudi Yusriadi. Kelangkaan juga akan membuat konsumen dan industri saling berebut stok gula.

Jumlah stok gula konsumsi pada 2020 prediksinya mencapai 1,08 juta ton. Dengan mengandalkan produksi dalam negeri, tentu tidak cukup. Sementara, konsumsi selama setahun, termasuk untuk kebutuhan industri, mencapai 3,16 juta ton.

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto, Rizky Alika