Benny Tjokro dan Saham Gocap di Pusaran Investasi Jiwasraya dan Asabri

123RF.com/Andriy Popov
Perusahaan asuransi Jiwasraya dan Asabri melakukan investasi berisiko tinggi. Di dalamnya terdapat saham milik Benny Tjokro dan saham gocap lainnya.
Penulis: Sorta Tobing
16/1/2020, 05.00 WIB

Menunduk dan menghindari awak media, Benny Tjokrosaputro memilih bungkam dan langsung masuk ke mobil tahanan Kejaksaan Agung pada Selasa (14/1), sekitar pukul 17.07 WIB. Korps Adhyaksa menetapkannya sebagai tersangka kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Tak lama setelah itu, Harry Prasetyo pun senasib dengan Benny. Sama-sama mengenakan rompi berwarna merah muda, bungkam, dan langsung ke mobil tahanan. Begitu pula dengan Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, dan Syahmirwan.

Kelima orang tersebut sebelumnya menjalani pemeriksaan yang mulai berlangsung pada pukul sembilan pagi. Mereka juga telah dicegah ke luar negeri, bersama lima nama lainnya, untuk kasus Jiwasraya.

Benny Tjokro merupakan Komisaris PT Hanson International Tbk, Heru Hidayat adalah Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Tiga lainnya pernah bekerja di asuransi pelat merah tersebut. Hendrisman Rahim sempat menjabat direktur utama, Harry Prasetyo eks direktur keuangan, dan Syahmirwan merupakan mantan kepala divisi investasi dan keuangan Jiwasraya.

Kejaksaan saat ini terus mengumpulkan alat bukti guna menyempurnakan berkas berkara. “Kami masih melakukan penyidikan secara keseluruhan,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman

Demi kepentingan proses pemeriksaan, kelima tersangka itu berada di rumah tahanan yang terpisah. Benny di Rutan Salemba, Hendrisman di Rutan KPK Guntur, Heru di Rutan Kejagung, Harry di Rutan Salemba, dan Syahmirwan di Rutan Cipinang.

(Baca: Jokowi Minta Sri Mulyani & Erick Selamatkan Dana Nasabah Jiwasraya)

Pengacara Benny, Muchtar Arifin, menilai penetapan tersangka kliennya sebagai hal yang aneh. “Bagi saya aneh. Saya enggak ngerti apa alat buktinya,” kata mantan Wakil Jaksa Agung itu di Gedung Bundar, Jakarta.

Menurut dia, kliennya hanya mengeluarkan surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) sebesar Rp 680 miliar pada 2015-2016. “Jiwasraya yang harusnya bertanggung jawab,” ucapnya.

Babak Baru Kasus Jiwasraya (Katadata)

Kemelut Jiwasraya mencuat ketika pada 10 Oktober 2018 perusahaan mengumumkan tak mampu membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar. Seminggu kemudian Rini Soemarno selaku Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara melaporkan dugaan fraud atas pengelolaan investasi Jiwasraya.

Ia mengatakan itu merujuk pada audit Badan Pemeriksa Keuangan 2016. Audit itu menyebut investasi Jiwasraya dalam bentuk MTN milik Hanson International senilai Rp 680 miliar berisiko gagal bayar. Namun, Hanson menyatakan telah melakukan pembelian kembali alias buy back seluruh surat utang itu pada Desember 2018.

(Baca: Hary Prasetyo, Dari Direktur Jiwasraya & Staf KSP hingga Bui Kejaksaan)

Auditor negara juga menemukan praktik tak beres manajemen lama, yang dipimpin oleh Hendrisman dari 2008-2018. Investasi yang mereka lakukan mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pada 2018, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun total aset finansial Jiwasraya ditempatkan pada saham. Namun, hanya 5% masuk ke saham dengan nilai fundamental dan teknikal yang baik alias bluechip.

Lalu, sebesar 59,1% asetnya atau Rp 14,9 triliun ditanamkan ke reksa dana. Tapi dari angka itu hanya 2% dikelola oleh top tier manajamen investasi. Kondisi itu menyebabkan kerugian hingga modal Jiwasraya minus, seperti terlihat pada Databoks berikut:

Laporan keuangannya juga tak lebih baik. Per September 2019, aset perusahaan hanya Rp 25,68 triliun, sementara kewajibannya Rp 49,6 triliun. Ekuitasnya negatif Rp 23,92 triliun.

Pada November lalu perusahaan menyatakan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun. Uang ini untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko atau RBC 120%.

(Baca: Tersandung Jiwasraya, Ini Jejak Benny Tjokro di Puluhan Perusahaan)

Rp 6 Triliun Uang Jiwasraya di Perusahaan Ikan Arwana

Keterkaitan kelima orang itu bisa ditarik ke audit BPK pada 2016. Di dalamnya, tertulis bagaimana manajemen lama melakukan investasi dengan tidak hati-hati. Banyak kajiannya kurang komprehensif dan tidak didukung dengan data akurat dan up-to-date.

Hanson, perusahaan milik Benny alias Bentjok, tercantum di dalamnya. Jiwasraya yang menyerap MTN Hanson senilai Rp 680 miliar, nyaris mengalami gagal bayar.

Jiwasraya juga memegang saham Hanson atau MYRX lewat reksa dana. Padahal secara fundamental dan teknis saham ini tidak layak dikoleksi. Dalam kurun waktu dua tahun, MYRX telah jatuh lebih 50% ke titik terendah, yaitu Rp 50 per lembar alias saham gocap.

Hanson juga menjadi pemberitaan tahun lalu karena melakukan pengumpulan dana tanpa izin. Otoritas Jasa Keuangan telah menghentikan praktik investasi ilegal ini dan meminta perusahaan mengembalikan dana nasabah yang mencapai Rp 2,4 triliun.

Benny membantah ada kongkalikong dalam kejatuhan saham MYRX. “Enggak ada tuh, saham MYRX jatuh karena viral,” ucapnya pada pekan lalu.

BPK juga menemukan Jiwasraya melakukan window dressing Laporan Keuangan dengan menjual saham keenam reksa dana yang dimilikinya sebesar Rp 1,44 triliun. Perusahaan menjual 18 jenis saham ke reksa dana miliknya melalui pasar negosiasi pada 2015.

(Baca: Karier Panjang Hendrisman Rahim di Asuransi Berakhir di Kejaksaan)

Kejaksaan Agung Tahan Mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Transaksi penjualan saham ke reksa dana itu membuat Jiwasraya memperoleh keuntungan Rp 157,1 miliar. Namun, yang aneh, BPK melihat ada penempatan saham senilai Rp 6 triliun di satu perusahaan, yaitu IIKP alias PT Inti Agri Resources Tbk.

Perusahaan yang bergerak di bidang penangkaran ikan hias, terutama arwana, itu berhubungan dengan Heru Hidayat. Selain menjadi komisaris di Trada Alam Minera atau TRAM, Heru juga menjabat posisi serupa di IIKP.

BPK menemukan ada 14 reksa dana Jiwasraya yang berinvestasi di IIKP. Investasi ini membuat Jiwasraya memiliki 49,26% saham Inti Agri Resources. Padahal, IIKP per 31 Desember 2015 hanya memiliki aset Rp 332 miliar dan selalu mengalami kerugian.

Pada tahap ini, BPK sampai tidak mengetahui dasar pertimbangan Jiwasraya berinvestasi di IIKP. Aset kecil, kinerja keuangan buruk, dan likuiditasnya kurang baik. Sejak Agustus 2019, IIKP masuk dalam kelompok saham gocap.

(Baca: Ini Profil Heru Hidayat, Bersama Benny Tjokro Jadi Tersangka Jiwasraya)

Pada 2014 hingga 2016, Jiwasraya sempat melaporkan ekuitasnya surplus berturut-turut Rp 2,4 triliun, Rp 3,4 triliun, dan Rp 5,4 triliun. Labanya pada 2014 tumbuh 44% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 661 miliar.

Menteri BUMN kala itu, Dahlan Iskan, sempat menyebut Jiwasraya telah merdeka dari kebangkrutan. Hendrisman dan Harry mendapat pujian karena berhasil membukukan laba dengan langkah reasuransi dan revaluasi aset.

Kenyataannya, BPK menemukan praktik berisiko tinggi manajemen lama dalam berinvestasi dan mengelola dana nasabahnya. Hal ini pun diakui oleh Direktur Utama Jiwasraya saat ini Hexana Tri Sasongko.

Manajemen lama memindahkan aset finansialnya dari obligasi pemerintah ke saham dan reksa dana. Tujuannya, untuk mengejar return lebih besar agar pembayaran polis ke nasabah pun tinggi. “Itu dilakukan pada 2014 sampai 2017. Dari investasi high quality ke low quality,” katanya pada akhir Desember lalu kepada awak media.

Selanjutnya: Investasi Saham Asabri yang Serupa dengan Jiwasraya

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto, Antara, Dimas Jarot Bayu