Kenaikan Tunjangan Direksi di Tengah Sakit Kronis BPJS Kesehatan

123RF.com/Ioulia Bolchakova
Direksi BPJS Kesehatan menerima kenaikan tunjangan cuti sebesar dua kali gaji di tengah defisit yang dihadapi perusahaan tersebut.
Penulis: Sorta Tobing
19/8/2019, 17.30 WIB

Kepala BPKP Ardan Adiperdana dalam paparannya di depan Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu mengatakan, inefisiensi pembayaran klaim layanan rumah sakit karena menggunakan tarif untuk kelas yang lebih tinggi mencapai Rp 819 miliar.

Hasil audit itu juga menemukan dana kapitasi untuk pembiayaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan berupa sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) mengendap di pemerintah daerah mencapai Rp 2,5 triliun.

(Baca: Jokowi: Nilai Klaim BPJS Kesehatan Terlalu Besar)

Ardan mengatakan, jumlah itu merupakan 19,02% dari seluruh total dana kapitasi. Sementara, Rp 10.69 triliun atau 80,98% sisanya terpakai untuk layanan dan operasional FKTP, seperti Puskesmas dan klinik.

BPKP mencatat, ada berbagai permasalahan dalam penggunaan dana kapitasi, seperti pembayaran yang tidak sesuai FKTP sebesar Rp 3,6 miliar, Kapitasi Berbasis Komitmen (KBK) berdasarkan kinerja FKTP sebesar Rp 46,9 miliar, dan rujukan yang tidak sesuai kebutuhan Rp 29,4 miliar.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo sebelumnya menyatakan temuan BPKP bakal memberikan gambaran pemasukan BPJS Kesehatan selain dari tarif iuran. "Jangan sampai iuran naik tapi masih defisit. Jangan sampai naik terlalu besar tapi tidak digunakan," ujarnya.

Layanan BPJS Kesehatan (ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR)

Tunjangan Direksi BPJS Dinaikkan

Di tengah masalah defisit yang belum tuntas ini, Sri Mulyani mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.02/2019 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.

"Untuk meningkatkan kinerja anggota dewan pengawas dan anggota direksi BPJS, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.02/2015," tulis aturan yang diteken Sri Mulyani itu.

Dalam pasal 12 aturan itu mengatakan, tunjangan cuti tahunan diberikan paling banyak satu kali dalam satu tahun dan paling banyak dua kali gaji atau upah. Jumlah tunjangan itu naik dua kali lipat dibandingkan aturan sebelumnya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai kenaikan tunjangan ini tidak tepat. Data yang dihimpun dari Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2019 BPJS Kesehatan, anggaran insentif untuk delapan direksi sudah cukup besar, yakni Rp 32,88 miliar.

Jika dibagi rata, maka setiap direksi mendapat Rp 4,11 miliar per tahun. “Setiap bulan mereka mendapat Rp 342,6 juta,” kata Timboel kepada Katadata.co.id.

(Baca: Kemenkeu Klaim Tolak Sebagian Besar Usulan Kenaikan Tunjangan Direksi BPJS)

Untuk dewan pengawas BPJS Kesehatan yang berjumlah tujuh orang, insentif yang sudah dianggarkan mencapai Rp 17,73 miliar. Artinya, masing-masing anggota dewan mendapat Rp 211,14 juta per bulan.

Menurut Timboel, alasan Menteri Keuangan yang menaikkan tunjangan dengan alasan untuk meningkatkan kinerja sangat tidak tepat. “Bukankah selama ini mereka sudah menjalankan cuti dengan sangat baik dan menyenangkan?” katanya.

Apalagi, dengan tunjangan yang cukup besar selama ini kinerja direksi dan dewan pengawas biasa-biasa saja. Banyak target tidak tercapai. Iuran masih besar. Jumlah kepesertaan yang tahun ini targetnya mencapai 254 juta, tapi sekarang baru 223 juta orang.

Belum lagi pengawasan terhadap rumah sakit terkait ketentuan perjanjian kerja sama juga masih lemah. “Iuran saja belum naik malah digunakan untuk menaikkan kesejahteraan segelintir orang,” ucap Timboel.

Kenaikan tunjangan cuti, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti, sudah selaras dengan kewajiban pegawai BPJS yang mendapatkan 14 kali gaji setahun dalam bentuk tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13.

Selama ini direksi dan dewan pengawas hanya mendapat THR. “Sehingga penyesuaian tunjangan cuti ini merupakan pengganti pemberian gaji ke-13," ujar Nufransa, dalam keterangan resmi pada 13 Agustus lalu.

Ia juga menegaskan penyesuaian manfaat tambahan direksi dan pengawas tersebut tak berpengaruh terhadap pengelolaan dana jaminan yang dikelola BPJS Kesehatan. Pembayaran manfaat lainnya itu menggunakan dana operasional BPJS dan tidak memakai dana APBN.

(Baca: Jokowi Siapkan Perpres Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

Halaman: