Masalah harga tiket pesawat yang melambung sejak akhir tahun lalu belum juga terselesaikan. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah, mulai dari menurunkan harga bahan bakar (avtur) hingga mengakomodasi keluhan para maskapai penerbangan, namun belum mampu menurunkan tarif penerbangan.
Sementara masyarakat terus mendesak pemerintah menurunkan harga tiket angkutan udara ini. Tarif beberapa rute penerbangan domestik yang sebelumnya masih di kisaran ratusan ribu rupiah, kini menjadi jutaan rupiah. Seorang warga Banjarmasin, Iskandar Zulkarnain, sampai membuat petisi di situs change.org, agar pemerintah menurunkan harga tiket penerbangan domestik. Petisi yang dibuat akhir tahun lalu ini telah ditandatangani lebih dari satu juta orang.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan tingginya harga tiket pesawat bisa berdampak luas. "Mahalnya tiket pesawat akan menghantam pariwisata dan sektor lainnya," ujarnya di Jakarta, Senin (6/5). Data BPS mencatat kenaikan harga tiket telah berdampak pada penurunan penumpang domestik sebesar 21,94 persen dari 7,73 juta pada Maret tahun lalu menjadi 6,03 juta pada Maret tahun ini.
(Baca: Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Januari-April Anjlok hingga 40%)
Mahalnya tiket pesawat juga telah menyumbang inflasi bulan lalu sebesar 0,44 persen. Secara tahunan dari total inflasi 2,83 persen, harga tiket pesawat menyumbang 0,31 persen. Suhariyanto mengatakan berdasarkan pemantauan 82 kota, kenaikan tarif angkutan udara masih terjadi di 39 kota.
Keputusan maskapai menaikkan harga tiket tak lepas dari menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah dan harga minyak dunia. Hal ini otomatis berdampak pada naiknya beban operasional maskapai yang selama ini menggunakan dolar. Beban tersebut adalah biaya sewa pesawat yang berkontribusi 20 persen total biaya penerbangan. Kemudian biaya perawatan 10 persen dan biaya avtur yang mencapai 45 persen.
Sepanjang tahun lalu, harga avtur sudah naik hingga 18 persen. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menegur Pertamina sebagai pemasok utama avtur. Karena teguran ini, Pertamina pun menurunkan harga avturnya pada pertengahan Februari. Namun, hal ini tidak lantas berpengaruh pada harga tiket pesawat.
Di tengah tingginya harga tiket pesawat yang masih tinggi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi malah mengeluarkan kebijakan yang kontra. Dia menaikkan tarif batas bawah penerbangan, yang awalnya 30 persen dari tarif batas atas, menjadi 35 persen. Kebijakan ini dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019, dengan turunan Keputusan Menteri Nomor 72 Tahun 2019. Kebijakan ini berlaku mulai 1 April 2019.
(Baca juga: Tiket Mahal, Antara Dugaan Kartel dan Penyelamatan Maskapai)
Kebijakan menaikkan tarif batas bawah ini sesuai keinginan para maskapai penerbangan. Menurut Budi, tarif penerbangan tidak mengalami perubahan harga dalam tiga tahun terakhir.
Di sisi lain, ada faktor inflasi dan perubahan harga komponen yang terus terjadi selama periode tersebut. Dengan mengakomodasi keinginan para maskapai, pemerintah berharap mereka bisa menurunkan harga tiketnya. Hal ini pun sudah berdasarkan kesepakatan dengan para maskapai.
Ternyata yang terjadi tidak sesuai harapan. Tiket pesawat masih mahal, sehingga Menteri Budi pun mengultimatum maskapai untuk menurunkan harga tiketnya dalam dua pekan, hingga akhir April 2019. Lagi-lagi, sampai akhir tenggat waktu berakhir harga tiket pesawat tetap saja mahal.
(Baca juga: Pertumbuhan Konsumsi Kuartal I Terhambat Mahalnya Harga Tiket Pesawat)
Warganet ramai membicarakan Menteri Budi di media sosial. Mereka mendesak Budi mundur dari jabatannya karena dinilai gagal menurunkan harga tiket pesawat. Tagar #PecatBudiKarya pun sempat menjadi topik populer urutan pertama. Berdasarkan data di situs Trens24, tagar ini bertahan di urutan pertama selama tujuh jam pada Selasa (7/5).
Terkait desakan mundur dari warganet, Budi enggan menanggapinya. "No comment. Saya tidak mau menanggapi dan saya sudah bekerja sesuai tugas," ujarnya di Bandung, seperti dikutip Antara, Selasa (7/5).
Indonesia Masuk Daftar 10 Negara dengan Harga Tiket Pesawat Termurah
Saling Tuding Menhub dan Menteri BUMN
Sebelumnya, Budi sempat mengalihkan permasalahan mahalnya tiket pesawat ini kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Seperti diketahui, Menteri Rini mewakili pemerintah sebagai pemegang saham Grup Maskapai penerbangan Garuda Indonesia. BUMN ini membawahi sejumlah maskapai, yakni Garuda Indonesia, Citilink, dan Grup Sriwijaya.
Budi mengaku dirinya hanya memiliki kewenangan sebagai regulator yang menentukan tarif batas atas dan batas bawah penerbangan. Sedangkan pihak yang berwenang dalam menetapkan harga tiket adalah maskapai penerbangan sendiri.
(Baca: Kementerian BUMN Akui Tak Bisa Intervensi Harga Tiket Pesawat Garuda)
Namun, Rini menolak mengintervensi BUMN menetapkan harga lebih murah. Penetapan harga tiket mengacu pada struktur biaya yang dikeluarkan dan aspek komersial perusahaan penerbangan. Ada kekhawatiran Garuda mengalami rugi jika harus menurunkan harga tiket. Apalagi, Garuda Indonesia merupakan perusahaan publik yang sahamnya tidak hanya dimiliki negara.
Menurutnya, harga tiket Garuda masih di bawah ketentuan tarif batas atas yang diatur oleh Menteri Perhubungan. "Jadi (harga tiket) kami masih normal-normal saja," ujarnya. Dia mengatakan Menteri Perhubungan yang memiliki kewenangan menetapkan regulasi batas tarif dan para maskapai penerbangan pasti akan mengikutinya.
Menhub Diminta Turunkan Tarif Pesawat Dalam Sepekan
Berlarutnya masalah ini membuat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengumpulkan para menteri terkait untuk rapat membahas harga tiket penerbangan ini pada Senin (6/5). Hasilnya, mendesak Menteri Perhubungan mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan tarif dalam waktu satu pekan.
Budi mengatakan pemerintah tidak bisa mengintervensi harga tiket yang ditetapkan maskapai penerbangan. Dia hanya bisa mengatur tarif batas atas dan batas bawah. Undang-Undang Penerbangan memberi kewenangan Kementerian Perhubungan menentukan batas atas dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat, salah satunya daya beli.
"Kami akan evaluasi tarif batas atas. Saya diberi waktu satu pekan untuk menetapkan batas atas yang baru untuk penerbangan ekonomi," kata Budi. (Baca: INACA Nilai Permintaan Penurunan Harga Tiket Pesawat Sulit Diwujudkan)
Dia memastikan penurunan tarif batas atas yang akan ditetapkan tidak akan membebani industri penerbangan. Karena selama ini maskapai penerbangan dengan pelayanan penuh (full service) seperti Garuda Indonesia menetapkan harga tiketnya hanya 60-70 persen dari tarif batas atas.
Jika tarif diturunkan, kata Budi, maskapai penerbangan full service bisa menetapkan harga tiketnya sebesar 85 persen tarif batas atas. Dengan begitu, maskapai penerbangan murah atau low cost carrier (LCC) otomatis akan menetapkan harga tiketnya lebih rendah lagi.
Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution belum bisa memastikan upaya menurunkan tarif batas atas penerbangan akan membuat maskapai menurunkan harga tiketnya. Dia juga enggan menyebutkan perkiraan pemerintah apakah langkah ini bisa kembali mendongkrak daya beli masyarakat ke depan. "Kita lihat saja nanti, saya belum lihat seperti apa posisinya (tarif tiket pesawat ke depan)," ujarnya.
Dugaan Kartel Tiket Penerbangan
Dalam upaya menurunkan tarif penerbangan ini Kementerian Perhubungan juga berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun, Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih belum mau mengungkapkan apa saja yang dibahas dengan Kemenhub.
Dia hanya mengatakan saat ini lembaga anti monopoli usaha tersebut tengah melakukan investigasi dan penyidikan atas dugaan persekongkolan harga atau kartel yang dilakukan beberapa maskapai penerbangan. Proses investigasinya masih berjalan dan Guntur belum bisa menjelaskan hasilnya.
(Baca: "Kotak Hitam" Bisnis Penerbangan dari Kasus AirAsia dan Mahalnya Tiket)
“Prosesnya akan disampaikan di rapat komisioner KPPU. Setelah itu baru dinilai apa cukup bukti, apa perlu masuk pemberkasan. Setelahnya baru dibawa persidangan untuk diuji,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (7/5).
Penyidikan KPPU bermula dari melambungnya harga tiket pesawat sejak akhir tahun. Harga tiket yang sebelumnya di kisaran ratusan ribu rupiah, naik menjadi jutaan rupiah, salah satunya rute Palangkaraya-Jakarta yang dulunya sekitar Rp 400 ribu - Rp 600 ribu, menjadi Rp 1,2 juta-Rp 1,4 juta.