Menanti Pesawat Merpati Terbang Lagi

ILYA AKINSHIN/123rf
Penulis: Safrezi Fitra
22/11/2018, 06.01 WIB

Setelah empat tahun berhenti beroperasi, PT Merpati Nusantara Airlines berpeluang kembali mengudara. Maskapai penerbangan pelat merah ini lolos dari ancaman bangkrut dan telah mendapat komitmen dari investor untuk menyuntikkan modal. Meski begitu, pemerintah belum bisa menjamin perusahaan tersebut bisa kembali beroperasi pada 2019.

Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan proposal damai Merpati, terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) krediturnya pada pekan lalu. Dengan keluarnya putusan homologasi ini, artinya para kreditur memberikan kesempatan Merpati untuk beroperasi kembali. Namun, utang-utangnya harus dilunasi setelah maskapai ini beroperasi.

Utang Merpati tercatat mencapai Rp 10,95 triliun. Rinciannya, utang konruen (tanpa jaminan) sebesar Rp 5,99 triliun dari 85 kreditur dan utang separatis sebesar Rp 3,87 triliun dari tiga kreditur. Ketiga kreditur separatis ini adalah Kementerian Keuangan sebesar Rp 2,66 triliun, Bank Mandiri Rp 254 miliar, dan Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Rp 965 miliar.

Setelah setengah abad terbang, operasional Merpati berhenti sejak 1 Februari 2014. Maskapai yang sempat terkenal dengan penerbangan perintis di Indonesia ini tak mampu membiayai operasionalnya dan harus membayar utang yang menumpuk. Berdasarkan data PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), nilai aset Merpati hanya Rp 1,21 triliun, sedangkan kewajiban utangnya Rp 10,72 triliun dan ekuitasnya minus Rp 9,51 triliun.

Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan permohonan damai atas gugatan PKPU dari krediturnya, karena Merpati telah mempunyai investor baru yang akan menyuntik dana segar. Investor tersebut adalah Kim Johanes Mulia, melalui perusahaannya PT Intra Asia Corpora (IAC).

Pada 29 Agustus 2018, Merpati dan Intra Asia Corpora menandatangani Perjanjian Transaksi Penyertaan Modal Bersyarat. Dalam perjanjian ini, Intra Asia Corpora akan menyetor modal Rp6,4 triliun dalam dua tahun agar Merpati dapat terbang kembali. (Baca: Investor Swasta Berminat Beri Modal ke Merpati)

Kim dan perusahaannya memang bukan pemain baru di industri penerbangan. Dia sempat menyelamatkan maskapai penerbangan full service Kartika Airlines yang berhenti beroperasi pada 2004. Dengan mengakuisisi 80% saham perusahaan tersebut dari Truba, Kim mampu membuat Kartika Airlines kembali beroperasi pada 2005.

Namun, baru beroperasi tiga tahun, Kementerian Perhubungan melarang pesawat Kartika Airlines terbang pada 2008. Alasannya, jumlah pesawat yang dimiliki maskapai ini sedikit, masih di bawah batas yang ditentukan pemerintah. Saat itu, Kartika Airlines berjanji untuk menambah armada dengan memborong 30 pesawat Sukhoi, senilai  pada 2010. Sayangnya batal, karena Kartika Airlines gagal memenuhi syarat Finansial. Akhirnya pemerintah pun mencabut izin operasi Kartika Airlines pada 2011.    

Pengalaman bisnis Kim pun tak luput dari kontroversi. Pria kelahiran Serbalawan, Medan ini pernah tersangkut perkara hak tagih atau cessie Bank Bali senilai Rp 5 triliun. Dia dituding telah membuat surat fiktif eks Dirut Bank Bali Rudy Ramli yang berisi bantahan dari Rudy soal keterlibatan orang dekat B.J. Habibie dalam kasus tersebut. Menurut Rudy, Kim terlibat dalam pembuatan surat tersebut dengan imbalan Rp 5 miliar dari dana hak tagih.

Kim juga pernah berurusan dengan polisi dan sempat ditahan di Polda Metro Jaya pada 1997, karena  diduga terlibat penerbitan surat utang fiktif senilai Rp 1,02 triliun di Bank Artha Prima. Saat itu dia diseret ke meja hijau dan hakim memberi vonis bebas murni untuknya.

Sejumlah mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Rabu (14/11). Dalam aksinya mereka menuntut agar PT Merpati Nusantara Airlines tidak terjadi pailit dan beroperasi kembali. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
 

PPA menyatakan sudah mendapatkan informasi umum mengenai Intra Asia Corpora, termasuk pemiliknya Kim Johanes Mulia. Masuknya Intra Asia Corpora sebagai mitra Merpati sudah melalui sejumlah tes. Dalam mencari investor, Merpati mengaku telah menunjuk tim yang bertugas melakukan penilaian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan berkomentar mengenai kapabilitas investor yang akan membantu Merpati terbang lagi. Dia menyerahkan penilaian investor ini kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, dia mengingatkan investor yang hendak masuk ke Merpati harus memiliki kredibilitas. "Karena yang saya inginkan adalah selalu track record," ujarnya di Jakarta, Senin (12/11).

(Baca: Kementerian BUMN Pelajari Perjanjian Damai Merpati dengan Kreditur)

Sri juga meminta agar Merpati dapat direvitalisasi secara kredibel. Jika hal itu dilakukan, Kementerian Keuangan menyatakan siap mendukung Merpati beroperasi kembali. Pemerintah juga tidak ingin perusahaan tersebut bangkrut, karena anggaran negara yang sudah dikeluarkan untuk perusahaan ini akan sia-sia.

Pemerintah pernah mengusulkan privatisasi Merpati dengan melepas 100% saham negara pada 2016. Namun, rencana ini gagal karena belum ada investor yang tertarik yang tertarik saat itu. Upaya pengoperasian kembali Merpati dengan masuknya modal swasta (privatisasi) yang dilakukan saat ini tidak bisa hanya diputuskan sendiri oleh pemerintah. Perlu ada restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), apalagi status Merpati masih sebagai perusahaan negara.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Merpati bisa beroperasi lagi atau tidak, tergantung kesiapan perusahaan itu sendiri. Untuk bisa beroperasi, sebuah maskapai penerbangan paling tidak harus memenuhi banyak ketentuan. “Kondisi keuangannya harus sehat. Tidak ada kompromi harus sehat," ujarnya, Minggu (18/11).

Komitmen dana investor sebesar Rp 6,4 triliun yang akan masuk masih belum mampu menutup utang Merpati. Jika diukur dengan jumlah utang ke kreditur yang sebesar Rp 10,72 triliun, maka bisa dibilang perusahaan masih membutuhkan dana Rp 4,32 triliun untuk melunasi utangnya. Kekurangannya mungkin bisa ditutupi apabila perusahaan bisa beroperasi kembali.

Di sisi lain, sertifikat operator penerbangan atau Air Operator Certificate (AOC) dan Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal (SIUAUNB) Merpati sudah dicabut sejak 2015. Perusahaan ini harus mengurus kembali izinnya ke Kementerian Perhubungan. Meski begitu, Budi tidak berani berjanji akan memberikan izin kepada Merpati beroperasi tahun depan.

Selain kemampuan finansial, Merpati juga harus melengkapi syarat lain apabila ingin kembali beroperasi. "Memang kami berharap Merpati recover, tapi syarat-syarat umum penerbangan harus diikuti. Artinya harus punya armada (minimal 5 unit), punya awak, syarat pilotnya harus dipenuhi," ujar Budi.

(Lihat Ekonografik: Syarat Bagi Merpati untuk Kembali Mengudara)

Kementerian Keuangan juga menyangsikan rencana Merpati mengudara tahun depan bisa berjalan mulus. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan kunci untuk memuluskan pengoperasian kembali setelah empat tahun 'mati suri' adalah memiliki proposal bisnis yang matang. Kemenkeu ingin Merpati beroperasi kembali dengan program kerja dan rencana bisnis yang kredibel.

"Kami bukan menolak atau mempailitkan, tidak. Tapi kami ingin melihat proposal yang masuk untuk menangani Merpati itu kredibel dan efektif untuk menyelamatkan. Kami tidak senang kalau dapat proposal yang tidak kredibel," katanya.

Isa berharap setelah proposal damai dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Surabaya, pihak Merpati dan investor bisa segera mematangkan rencana bisnisnya dan diajukan kepada pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto menambahkan ada banyak hal yang menjadi pertimbangan atas proposal rencana bisnis Merpati bersama investor. Pertama, strategi yang tepat untuk memasuki bisnis penerbangan. Sebab, pasar penerbangan saat ini diisi oleh banyak pemain dan masing-masing telah memiliki segmen bisnis masing-masing, misalnya yang komersil dan perintis.

Kedua, skema penyuntikan dana yang akan diberikan investor harus bisa mencukupi kebutuhan modal Merpati ke depan, termasuk untuk menutup kewajiban dan operasional di masa mendatang. Ketiga, risiko bisnis Merpati yang akan dikaji lebih rinci oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Menurut Presiden Direktur Merpati Asep Ekanugraha, Intra Asia Corpora dalam proposalnya akan mengadakan 10 unit lebih pesawat Irkut MC-21 buatan Rusia. Rencananya, Merpati akan membuka penerbangan ke wilayah Indonesia Timur dan rute luar negeri. Targetnya, Merpati bisa kembali menerbangkan pesawatnya mulai 2019.