Sengkarut Izin dan Pemasaran Megaproyek Meikarta

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yuliawati
Editor: Yura Syahrul
7/10/2017, 09.00 WIB

Iklan tak sesuai kenyataan

Selain penawaran langsung, Meikarta gencar berpromosi lewat iklan di berbagai media sejak Mei lalu. Berdasarkan data situs Adtensity, rata-rata iklan Meikarta yang tayang di 10 stasiun televisi diputar 353 kali dalam seminggu. Setiap pekannya, biaya iklan sekitar Rp 40 miliar.

Iklan Meikarta dapat dikategorikan sebagai kegiatan pemasaran atau promosi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 1 angka 6 UU itu menyebutkan, promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

 
Area pemasaran Meikarta (Arief Kamaludin|KATADATA)
 

Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih telah meminta Lippo Cikarang menghentikan penayangan iklan karena termasuk kegiatan pemasaran. Sebab, Lippo hingga kini belum mendapatkan izin sebagai persyaratan kegiatan pemasaran. "Bagi kami sekali lagi itu adalah marketing dan tidak boleh dilakukan sebagaimana di UU Nomor 20 Tahun 2011. Itu salah," katanya.

Sebaliknya, Direktur Komunikasi Lippo Group Danang Kemayan Jati membantah jika iklan yang disiarkan tersebut melanggar hukum karena iklan itu bukan bagian dari pemasaran. Iklan itu merupakan bagian dari pre-selling yang dilakukan bersamaan dengan pengajuan izin yang sedang dilakukan.

"Iklan itu memang paralel dengan izin-izin yang sedang kami ajukan dan itu tidak melanggar. Jadi ada perbedaan antara izin pembangunan dengan marketing, itu beda," kata Danang.

Alamsyah pun menyatakan iklan Meikarta terlalu bombastis atau tak sesuai kenyataan. Dalam iklannya, Lippo menyebutkan akan membangun Kota Baru Meikarta seluas 500 hektare. Namun, hingga rancangan RDTR Kabupaten Bekasi hanya memasukkan kawasan Lippo Cikarang seluas 84,6 hektare.

Sekretaris Menteri Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Imam Apriyanto Putro juga heran dengan iklan Meikarta yang menyebutkan lokasi proyek tersebut dekat dengan stasiun Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi dan stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung.

Di hadapan DPR, Imam menjelaskan stasiun LRT paling ujung berlokasi di Bekasi Timur, jauh dari lokasi Meikarta. Pemerintah juga tidak ada rencana untuk membangun stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung dekat Meikarta.

"Saya tidak mengerti kalau mereka mengkaitkan dengan proyek Meikarta, karena tidak ada stasiun di sekitar Meikarta," kata Imam di Badan Anggaran di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/9). (Baca juga: Kementerian BUMN Heran Iklan Meikarta 'Jualan' Proyek LRT)

Aturan iklan ini harus mengikuti UU Perlindungan Konsumen, yakni menyajikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Pelanggaran atas persyaratan ini mendapat ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu, Asep Wijaya, Amrie Hakim (Hukumonline)