Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Chief Executive Officer (CEO) Rosneft, Igor Sechin, di Sochi, Rusia, Jumat (20/5) lalu, telah membuahkan sebuah kesepakatan penting. Raksasa minyak asal Rusia itu akan menjadi mitra PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang minyak di Tuban, Jawa Timur. Padahal, sebelumnya pemerintah disebut-sebut lebih condong kepada Saudi Aramco untuk menggarap proyek bernilai ratusan triliun rupiah tersebut.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, Petamina akan mengumumkan Rosneft sebagai mitra investornya untuk membangun Kilang Tuban pada Kamis mendatang (26/5). Saat ini, Pertamina dan Rosneft masih bernegosiasi untuk memfinalisasi porsi kepemilikan saham masing-masing perusahaan di kilang tersebut.

“Mudah-mudahan (hasilnya) bisa disampaikan (Kamis nanti),” katanya seusai acara penandatanganan kontrak pembangunan Kilang Cilacap di Gedung Pertamina Jakarta, Senin( 23/5).

Dalam pertemuan dengan Jokowi, tiga hari lalu, Sechin memang menyatakan siap bekerja sama dengan Pertamina dalam membangun Kilang Tuban. Total nilai investasi proyek itu diperkirakan sekitar US$ 13 miliar atau setara Rp 175,5 triliun. Selain memiliki kapasitas produksi sebesar 320 ribu barel minyak per hari, kilang tersebut akan diintegrasikan dengan pabrik petrokimia.

(Baca: Rosneft Calon Kuat Investor Kilang Tuban)

Kabar Rosneft akan menjadi investor Kilang Tuban sebenarnya telah mencuat sejak akhir bulan lalu. Pada 27 April lalu, Dwi Soetjipto mengenalkan petinggi Rosneft Igor Ivanovich kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.

“Kami audiensi dengan Menteri ESDM, karena Rosneft dalam proses seleksi calon mitra (Pertamina) untuk pengembangan kilang di Indonesia," kata dia seusai pertemuan tersebut di Kementerian ESDM. 

Dwi menyebut, Rosneft menjadi calon kuat karena dianggap sudah berpengalaman mengelola kilang. Selain itu, produksi minyak mentah dari Rosneft sangat besar, sehingga bisa digunakan untuk memasok Kilang Tuban. Apalagi, Rosneft juga mengajukan iming-iming kerjasama di sektor hulu dengan Pertamina. ”Memang Rosneft menjadi leader untuk Kilang Tuban,” ujar Dwi.

Dalam memilih calon investor Kilang Tuban, Pertamina sebenarnya melakukan seleksi alias beauty contest. Proses seleksi tersebut dimulai sejak akhir tahun lalu. Ada 36 calon investor yang lolos tahap prakualifikasi, yang belakangan menyusut menjadi tinggal lima investor. Selain Rosneft, calon lainnya adalah perusahaan minyak multinasional. Yaitu Saudi Aramco asal Arab Saudi, Kuwait Petroleum Inc., Sinopec dari Cina, dan konsorsium Thai Oil Thailand dan PTT GC Thailand.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, sebenarnya Saudi Aramco berpeluang besar mendapatkan proyek tersebut. “Ada highly agreement antara dua pemimpin negara,” kata seorang pejabat pemerintah di sektor energi. Kesepakatan tingkat tinggi itu dicapai saat Presiden Jokowi mengadakan kunjungan kenegaraan dan bertemu dengan Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdul Aziz Al Saud, September tahun lalu.

Sumber Katadata itu menambahkan, pemerintah memang sudah memplot sejumlah perusahaan minyak multinansional untuk menggarap beberapa kilang di Indonesia. Selain Kilang Tuban, Pertamina berencana membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur, senilai US$ 14 miliar. Dua proyek kilang tersebut masuk dalam 30 proyek infrastruktur strategis nasional.

(Baca: Mundur Lagi, Investor Kilang Tuban Dipilih Akhir April)

Tidak hanya membangun kilang baru, Pertamina tengah menggarap proyek peningkatan kapasitas kilang atau Refining Development Masterplan Program (RDMP) di Cilacap, Dumai, Plaju, Balongan. dan Balikpapan. Revitalisasi Kilang Cilacap dikerjakan oleh Saudi Aramco, sedangkan Kilang Balikpapan oleh perusahaan Jepang, JX Nippon Oil & Energi Corporation. "Sudah dibagi-bagi, Saudi Aramco juga menangani Kilang Tuban," kata sumber tersebut.

Vice President of International Operations Saudi Aramco Said Al-Hadrami mengakui, pihaknya telah mendapat tawaran dari Pertamina untuk membangun Kilang Tuban pada 2012 silam. Belakangan, rencana itu kandas karena pemerintah tidak bisa menyanggupi permintaan Saudi untuk memberikan insentif pembebasan lahan kilang tersebut.

Pada November 2015, menurut Hadrami, Saudi Aramco juga kembali mendapat tawaran dari pemerintah untuk membangun Kilang Tuban. “Kami dipanggil lagi dan punya interest yang sama,” katanya, saat menghadiri acara penandatanganan kontrak pembangunan Kilang Cilacap, Senin (23/5).

Namun, dia dapat memahami keputusan Pertamina saat ini yang lebih memilih Rosneft untuk menggarap Kilang Tuban. “Kami hargai, mungkin mereka (Rosneft) punya bisnis yang lebih baik,” ujarnya.

Padahal, lanjut  Hadrami, Saudi Aramco juga berpengalaman di bidang petrokimia dan siap jika diminta mengintgerasikannya dengan kilang minyak di Tuban. “Kami siap, (tapi)  kalau Pertamina punya (investor) yang lebih capable, kami tidak akan intervensi proses tersebut.”

Menteri ESDM Sudirman Said enggan berkomentar mengenai persoalan tersebut. Saat menghadiri acara penandatanganan kontrak pembangunan Kilang Cilacap, dia tidak mau merespons pertanyaan perihal Kilang Tuban. Penjelasan mengenai terpilihnya Rosneft tersebut justru datang dari manajemen Pertamina dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Rini mengatakan, Rosneft mampu memberikan komitmen pembangunan Kilang Tuban, bahkan berambisi menjadikan Tuban sebagai kota penghubung perdagangan minyak. Selain itu, Rusia memiliki potensi minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi sehingga berpotensi mengamankan kebutuhan pasokan minyak di Indonesia.

(Baca: Investor Dijanjikan Untung Besar dari Kilang Tuban)

Dalam kesempatan yang sama, Dwi Soetjipto menyatakan, pemilihan Rosneft sebagai mitra membangun Kilang Tuban bukan berdasarkan satu aspek penilaian. Poin lainnya adalah perusahaan asal Rusia itu mampu memasok minyak untuk kebutuhan pengamanan energi di Indonesia.

 “Kalau Rusia bukan hanya satu aspek. Kami menjajaki share produksi minyak mentah di sana,” katanya. Selain soal pasokan, Pertamina membutuhkan investor yang mampu mengintegrasikan kilang minyak dengan industri hilirnya, seperti petrokimia.

Sebelumnya, Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan Kilang Tuban akan terintegrasi dengan petrokimia karena lokasinya berdekatan dengan kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Kilang ini telah diakuisisi Pertamina tahun lalu. Pengntegrasian industri ini akan membuat tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) menjadi lebih baik sehingga lebih menguntungkan investor. “Yang jelas, kalau kilang minyak saja, IRR (Internal Rate of Return atau tingkat pengembalian investasi) kurang begitu bagus," katanya.

Reporter: Anggita Rezki Amelia, Safrezi Fitra