Keraguan Kucuran Aneka Bansos Bisa Meredam Laju Kemiskinan

123rf/Igor Sapozhkov
Ilustrasi. Pemerintah menyediakan beragam bansos untuk membantu masyarakat terdampak pandemi corona. Namun, hal ini dinilai tak cukup mencegah kenaikan angka kemiskinan.
Penulis: Sorta Tobing
31/5/2020, 07.30 WIB

Dengan kondisi itu, CORE berpendapat harus ada peningkatan anggaran bansos dan memperluas jumlah penerima bantuan. Pemerintah juga harus mengintegrasikan penyaluran bansos, melakukan penyeragaman nilai bantuan dan pemutakhiran data.

Untuk mendorong konsumsi, biaya-biaya yang dikontrol pemerintah sebaiknya diturunkan, seperti harga bahan bakar minyak (BBM), listrik, elpiji, dan air. Insentif bagi petani, peternak, dan nelayan harus ditingkatkan, termasuk kewajiban pemerintah membeli produk mereka dan memperbaiki jalur logistik.

(Baca: Tiga Kota di Jabodetabek Belum Tersentuh Beras Bansos dari Bulog)

Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk tidak hanya membantu mereka yang jatuh miskin, melalui bansos. ‘’Tapi juga mencegah agar tidak terjadi tambahan kemiskinan baru akibat PHK atau jatuhnya dunia usaha,” kata Piter.

Jadi, menurut dia, perlu peran pemerintah untuk memperkuat daya tahan dunia usaha. “Contoh gampangnya, daripada memberikan pelatihan dalam program kartu prakerja, lebih baik jadikan sebagai subsidi gaji agar dunia usaha tidak melakukan PHK,” ucapnya.

Warga mengantre pembagian bansos. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/pras.)

Jaring Pengaman Sosial di Negara Lain

Amerika Serikat sebagai negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia mengalami pengangguran yang tinggi saat ini. Departemen Tenaga Kerja setempat mencatat 20,5 juta pekerjaan telah hilang pada April 2020. Padahal, dua bulan sebelumnya, negara ini mengumumkan rekor pengangguran terendah dalam 50 tahun terakhir, di angka 3,5%.

Presiden Donald Trump telah menandatangani Rancangan Undang-Undang Bantuan Virus Corona senilai US$ 2,2 triliun atau setara Rp 34 ribu triliun. “Saya menandatangani satu paket bantuan ekonomi terbesar dalam sejarah Amerika,” ucapnya pada 28 Maret 2020.

Pada bulan lalu, AS merilis stimulus senilai US$ 483 miliar atau Rp 7.486 triliun. Paket ini ditujukan untuk korban PHK. Sebab, jumlah pekerja yang mengajukan tunjangan naik 4,4 juta jiwa menjadi 26,4 juta orang.

(Baca: Data Bansos DKI Jakarta yang Terus-Menerus Kena Kritik)

Berbeda dengan pemerintah Inggris yang justru memberi subsidi atas upah para pekerja. Tujuannya, agar perusahaan tidak melakukan PHK. Cara ini terbukti berhasil. Angka pengangguran terkontrol di kisaran 3%.

Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mengatakan pemerintah akan membayarkan 80% gaji pekerja untuk tiga bulan, sejak April 2020. Nilainya maksimal US$ 2.900 atau sekitar Rp 46,4 juta per orang. Angka ini merupakan nilai upah minimum di negara itu.  

Kebijakan serupa juga dilakukan Swedia, Belanda, dan Singapura. Pada April lalu, pemerintah Singapura mengumumkan paket stimulus ketiga senilai US$ 3,6 miliar atau sekitar Rp 57 triliun. Total seluruh stimulus yang diberikan mencapai US$ 41,7 miliar atau Rp 667,2 triliun atau setara 12% produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.

Di dalamnya, ada subsidi gaji pekerja Singapura, pembebasan biaya sewa dan pungutan lainnya untuk pekerja asing. Selain itu, ada pula bantuan langsung tunai sebear US$ 417 juta atau Rp 6,6 juta untuk seluruh warga dewasa di sana.

(Baca: Melihat Beragam Bansos yang Disiapkan Jokowi Selama Pandemi Covid-19)

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria, Pingit Aria, Antara