Demam Kripto dan Potensi Bubble Kenaikan Harga Bitcoin

123rf.com/traviswolfe
Ilustrasi. Mata uang kripto atau cryptocurrency, termasuk bitcoin, tumbuh agresif pada tahun ini.
Penulis: Sorta Tobing
14/4/2021, 15.56 WIB
  •  Kenaikan harga bitcoin mendorong lonjakan mata uang kripto lainnya. 
  • Beberapa fund manager berpendapat bitcoin sudah masuk bubble dan akan merosot tajam.
  • Bank sentral negara maju mulai menguji kelayakan penerbitan mata uang digital.

Mata uang kripto atau cryptocurrency tumbuh agresif pada tahun ini. Harga bitcoin terus bergerak menyentuh rekor baru.

Melansir dari Coindeks.com, bitcoin pada perdagangan hari ini, Rabu (14/4), berada pada kisaran US$ 60.432 hingga US$ 64.516 per koin. Angkanya dalam rupiah sekitar Rp 884,2 juta sampai Rp 944 juta per koin. 

Sentimen bullish tercermin pada pasar berjangka bitcoin. Harga berjangka uang kripto berkode efek BTC itu dengan harga pasar spotnya mendekati 50% untuk kontrak tiga bulan.

Itu artinya, lebih banyak pedagang berjangka mencari kenaikan. “Permintaan untuk bitcoin dan mata uang kripto tidak pernah setinggi ini,” kata kepala operasi di bursa crypto OKCoin Jason Lau, dikutip dari Coindesk.com.

Bitcoin merupakan mata uang kripto terbesar di dunia. Kenaikan harganya otomatis mendorong uang kripto lainnya. Ether dalam 24 jam terakhir sudah naik lebih 9% ke US$ 2.380,31 per koin. Lalu, ripple melonjak hampir 24% menjadi US$ 1,94 per koin.

Grafik Databoks di bawah ini menampilkan pergerakan harga bitcoin selama setahun sejak Januari 2020.  

Nasib berbeda justru terjadi pasar saham dalam negeri. Pada April 2021, nilai transaksi hariannya merosok menjadi hanya Rp 9 triliun. Padahal, pada Januari lalu sempat menembus level Rp 20 triliun. 

Pelaku pasar berspekulasi penurunan transaksi terjadi karena investor melarikan dananya dari saham ke mata uang kripto. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai khawatir dengan kondisi tersebut.

“Secara pribadi, ada sedikit kekhawatiran dari saya. Walau saya belum tahu secara pasti seberapa besar penetrasi bitcoin di Indonesia,” kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono W Widodo pada Senin lalu.

Bursa belum memiliki pandangan terkait kehadiran mata uang digital. Secara regulasi, bitcoin belum dianggap sebagai instrumen finansial yang diakui Bank Indonesia. 

Ilustrasi bitcoin. (Katadata)

Risiko Bubble Mata Uang Kripto

Kapitalisasi pasar cryptocurrency telah mencapai puncaknya pada awal bulan ini. Data pasar CoinGecko dan Blockfolio menunjukkan angkanya menyentuh US$ 2 triliun atau Rp 29.243 triliun. 

Perusahaan besar, termasuk Tesla, Paypal, dan TIME sudah menerima bitcoin dalam pembayaran dan investasinya. Hal ini juga yang mendorong sentimen positif mata uang kripto. 

Kenaikan tajamnya juga didorong investor yang mencari aset berimbal hasil tinggi di tengah suku bunga yang rendah. Namun, Reuters menuliskan, beberapa fund manager mengatakan bitcoin sudah masuk bubble dan akan merosot tajam.

Dalam survei Bank of America Manager Survey, sekitar 74% investor profesional berpendapat mata uang kripto hanyalah sebuah gelembung. Hanya 16% dari responden yang mengatakan tidak untuk pertanyaan tersebut.

Mengutip dari CNBC, survei tersebut dilakukan terhadap 200 panelis dengan aset kelolaan mencapai US$ 533 miliar. Para fund manager ini melihat bitcoin berada pada posisi kedua dalam daftar perdagangan paling ramai, setelah saham teknologi. 

Cryptocurrency juga berada jauh di depan mengungguli tren investasi di bidang lingkungan, sosial, dan tata kelola alias ESG. 

Bank investasi AS, Goldman Sachs dan Morgan Stanley, berencana menawarkan investasi mata uang kripto. Langkah ini diperkirakan bakal mendongkrak harga bitcoin. 

Trader Analysis Tokocrypto Afid Sugiono mengatakan rencana tersebut membawa angin segar bagi pasar kripto. “Ini akan menambah kepercayaan diri mata uang kripto untuk meningkat pada 2021,” katanya. 

Prediksinya, harga bitcoin akan terus melonjak. “Bisa mencapai US$ 80 ribu per koin (Rp 1,1 miliar) dalam waktu dekat,” ucap Afid. 

Melesatnya bitcoin, menurut Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee, membuat risiko kerugian pun semakin tinggi. Sampai saat ini belum ada regulasi dan penjamin tetap mata uang digital tersebut. “Jika terjadi sesuatu agak sulit mendapatkan kepastian hukum,” katanya. 

Risiko lainnya adalah cryptocurrency dapat mengganggu perekonomian. “Bank Indonesia akan sulit memantau inflasi dan jumlah peredaran uang di pasar,” ujar Hans.

Banyak negara yang melarang cryptocurrency untuk transaksi domestik. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut kondisi ini terjadi karena belum ada regulasi yang menjamin keamanan mata uang digital.

Apabila pemulihan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 berjalan lebih cepat, bisa jadi harga mata uang kripto akan turun. “Ketika itu terjadi para investor akan beralih ke aset yang aman,” kata Bhima.

Ilustrasi bitcoin. (Katadata)

Bank Sentral Terbitkan Kripto

Sejumlah pejabat dunia sebelumnya menyebut ada risiko besar mata uang kripto. Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen hingga Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde memperingatkan penyalahgunaan bitcoin untuk pencucian uang, pendanaan teroris, dan aktivitas ilegal lainnya. 

AS bukan satu-satunya negara yang mempertimbangkan aturan lebih ketat untuk kripto. India, misalnya, sedang mempertimbangkan membuat undang-undang yang melarang cryptocurrency dan menghukum siapapun yang memegang atau memperdagangkannya. 

Namun, banyak bank sentral negara maju mulai menguji kelayakan penerbitan mata uang digital. Survei yang digelar Bank of International Settlements menemukan 86% dari 65 bank sentral berbagai negara tengah mengkaji hingga mengembangkan konsep CBDC.

Hampir 15% di antaranya telah mulai membuat proyek percontohan. Tiongkok merupakan yang paling maju dalam hal ini. Bank sentralnya alias PBOC akan segera menerbitkan mata uang digitalnya.

Bank Sentral Eropa juga menjajaki pengenalan euro digital, dalam lima tahun ke depan. Namun, rencana ini mendapat tantangan dari Jerman. Bundesbank khawatir euro digital dapat menimbulkan risiko bagi bank.

Bank sentral Jepang alias BoJ sedang melakukan pengujian tersebut. Percobaan tahap pertama akan berlangsung hingga Maret 2022 dan fokus pada teknis penerbitan, pendistribusian, dan penukaran mata uang digital bank sentral (CBDC).

Investopedia menuliskan, mata uang kripto merupakan mata uang digital atau virtual yang diamankan dengan kriptografi atau teknik enkripsi. Hal ini membuatnya hampir tidak dapat dipalsukan.

Mata uang itu tersambung pada jaringan terdesentralisasi berdasarkan teknologi blockchain. Teknologinya seperti buku akuntansi besar yang terdistribusi oleh jaringan komputer yang berbeda. 

Blockchain merupakan komponen penting dari mata uang kripto. Kehadirannya untuk memastikan integritas data transaksi, transparansi, dan tahan terhadap inflasi. 

Ciri khas cryptocurrency adalah tidak dikeluarkan oleh otoritas pusat mana pun. Hal ini membuatnya kebal terhadap campur tangan atau manipulasi pemerintah.

Dalam survei Statista, masyarakat sejumlah negara di dunia mulai memiliki atau menggunakan mata uang kripto. Dari 74 negara, Nigeria merupakan negara dengan intensitas penggunaan mata uang kripto tertinggi di dunia. Sekitar 32% responden telah memanfaatkan mata uang tersebut.

Masyarakat Nigeria sering memanfaatkan ponselnya untuk mengirimkan uang atau melakukan transaksi di beragam toko. Bisnis-bisnis di negara tersebut telah menambahkan mata uang kripto dalam opsi pembayaran. 

Penyumbang bahan: Muhammad Fikri (magang)

Reporter: Ihya Ulum Aldin, Fahmi Ahmad Burhan