- Pemerintah RI dan Tiongkok mulai bernegosiasi soal perubahan kepemilikan saham pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
- Biaya pembangunan kereta cepat bengkak 23% diduga karena naiknya dana pembebasan lahan dan pemindahan utilitas publik.
- Pemerintah melibatkan KPK untuk mengawasi proyek ini seiring dengan kenaikan biayanya.
Ongkos pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung terus membengkak. Kondisi ini membuat pemerintah melakukan negosiasi dengan Tiongkok soal kepemilikan saham.
Proyek tersebut merupakan kerja sama kedua negara. Pemerintah RI mengantongi 60% saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Lalu, konsorsium Tiongkok memiliki sisanya, sebanyak 40%.
Proses negosiasi kedua pihak masih berlangsung. “Soal peluang menurunkan kepemilikan saham masih menjadi pembahasan antara pemegang saham dan juga secara paralel antara pemerintah RI dan Tiongkok,” kata Corporate Secretary KCIC Mirza Soraya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (20/4).
Sebelumnya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk telah meminta pemerintah memangkas porsi kepemilikan sahamnya di konsorsium KCIC. Melansir dari Tempo.co, Direktur Utama Wika Agung Budi Waskito berpendapat lagnkah tersebut dapat mengurangi beban pembengkakan biaya proyek.
Ketika dimintai konfirmasi soal itu, Corporate Secretary Wika Mahendra Vijaya tak memberikan respon. Pesan singkat dan telpon dari Katadata.co.id tidak mendapatkan balasan hingga berita ini ditayangkan.
Kabar naiknya biaya pembangunan proyek strategis nasional atau PSN itu telah berembus sejak awal tahun ini. Pembengkakan biaya alias cost overrun-nya mencapai 23% dari nilai awal US$ 6,071 miliar (sekitar Rp 88,4 triliun).
KCIC lalu melakukan kajian ulang studi kelayakan atau feasibility study proyek. “Kajiannya masih dalam perhitungan internal kami dan konsultan yang ditunjuk,” ucap Mirza.
Ia mengatakan, dalam pelaksanaan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung memang muncul biaya tak terduga. Contohnya, dana pembebasan lahan dan pemindahan utilitas publik.
Pemindahan utilitasnya termasuk untuk gardu listrik, pipa air, kabel fiber, dan jaringan utilitas umum lainnya. Ada pula proses panjang yang harus ditempuh untuk dapat membebaskan lahan. “Inilah yang mungkin memicu munculnya biaya tak terduga,” katanya.
Semua kendala itu tak membuat pengerjaan proyek terhenti. Progres pembangunannya telah mencapai 70%. Rel sepanjang 50 meter yang didatangkan dari Tiongkok sudah tiba di Pelabuhan Cilacap, Jawa Tengah.
Secara bertahap, rel tersebut akan dikirim ke Depo Stasiun Tegalluar, Jawa Barat. Untuk track laying facility atau fasilitas penunjang pemasangan rel sudah beroperasi.
Fasilitas tersebut berfungsi untuk mempersiapkan instalasi rel di trase kereta cepat dan pembangunan stasiun di empat lokasi. Keempatnya, yaitu Halim, Karawang, Walini, dan Tegaluar. Ada pula stasiun tambahan di Padalarang, yang masih dalam proses kajian internal.
Perusahaan optimistis proyek ini dapat selesai sesuai target. “KCIC menargetkan proyek kereta cepat dapat rampung pada akhir 2022,” kata Mirza.
Pembangunan Molor Picu Kenaikan Biaya Proyek Kereta Cepat
Kenaikan biaya pembangunan kereta cepat, menurut pengamat transportasi dan Ketua Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia Ki Darmaningtyas, karena molornya pengerjaan proyek.
Pembebasan lahan sempat tertunda. Biaya pun menjadi melambung. “Harga tanah, material, dan tenaga kerja jadi naik,” ujarnya.
Hal serupa juga diucapkan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. “Proyek ini telah berjalan lima tahun. Banyak harga kebutuhan proyek yang berubah, terutama harga tanah,” katanya.
Proyek tersebut tidak memakai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dampaknya, perusahaan pelat merah alias BUMN yang terlibat dalam proyek ini yang harus menanggung beban tersebut. “Kalau ada pihak yang keberatan, Badan Pemeriksa Keuangan berhak dapat turun tangan,” ujar Tauhid.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut proyek ini tidak masuk akal. “Harga tiketnya akan mahal, sekitar Rp 1 juta per orang,” katanya.
Dengan harga tiket yang tinggi, menurut dia, menjadi tidak jelas untuk siapa pembangunan jalur kereta tersebut. Apakah masyarakat menengah atau khusus menengah atas saja.
Sebagai informasi, Pilar Sinergi BUMN Indonesia terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Bertindak sebagai pemimpin konsorsium adalah Wika.
Sedangkan, konsorsium Tiongkok terdiri dari China Railway International Co Ltd, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
Sebanyak 75% dana proyek berasal dari pinjaman China Development Bank. Sedangkan sisa 25% berasal dari ekuitas KCIC.
Kendala biaya telah mengawali proyek kereta cepat ini. Peletakkan batu pertama berlangsung pada Januari 2016. Namun, pinjaman dari Tiongkok baru cair dua tahun setelah itu, tepatnya pada Mei 2018.
Ketika itu, Beijing ingin memastikan pengadaan lahan proyek tersebut beres. Setelah mereka yakin, baru pinjaman pertama sebesar US$ 2,2 miliar cair.
Pandemi Covid-19 juga membuat proyek molor karena banyak tenaga kerja asing atau TKA dari Negeri Panda tidak dapat masuk ke Tanah Air. Hal ini memaksa jadwal operasi mundur, dari akhir 2020 menjadi Maret 2021, sebelum akhirnya KCIC menargetkan pada 2022.
KPK Awasi Pembangunan Kereta Cepat
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investas (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pada 12 April lalu sempat meninjau beberapa lokasi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Luhut didampingi oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Wakil Menteri II Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoadmodjo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Selain itu, turut hadir Duta Besar Repulik Rakyat Tiongkok Xiao Qian.
Kunjungan tersebut bertujuan untuk melihat dan mengetahui kondisi pembangunan stasiun, seiring rencana penambahan titik stasiun di Padalarang. “Pembangunan di Stasiun Padalarang akan selesai pada bulan Juli,” ujarnya.
Esok harinya, Luhut mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mulai dilibatkan dalam pengawasan proyek kereta cepat tersebut. Langkah ini seiring dengan membengkaknya biaya pembangunan. “Banyak yang dapat dihemat bila KPK sudah terlibat dari perencanaan dan melihat sendiri,” katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun telah meminta konsorsium BUMN yang terlibat dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung untuk menghitung lebih rinci pembengkakan biayanya.
Instruksi itu muncul pada awal April lalu. Sumber Tempo menyebut perhitungannya agak rumit. “Karena harus memperhitungkan arus kas pada saat kereta sudah beroperasi,” katanya.
Penyumbang bahan: Muhammad Fikri (magang)