Menggeliatnya Permintaan Properti Imbas KPR Bebas DP dan Bunga Murah

123RF.com/adiruch
Ilustrasi. BI mencatat rata-rata SBDK KPR per Februari 2021 turun 1,79% menjadi 8,19%.
Penulis: Agustiyanti
26/4/2021, 07.02 WIB
  • Rata-rata Suku Bunga Dasar Kredit KPR per Februari 2021 turun 1,79% menjadi 8,19%.
  • BI mencatat ada kenaikan permintaan KPR dampak aturan DP 0%, terutama pada bank BUMN.
  • Penyaluran KPR tumbuh 4,2% pada Maret 2021, membaik dibandingkan bulan sebelumnya.

Pandemi Covid-19 yang belum berakhir tak menghalangi keinginan Kezia Gita Valentina, 26 tahun, untuk memiliki rumah. Insentif pajak, uang muka atau DP 0%, dan bunga murah KPR semakin mengukuhkan niatnya untuk membeli hunian.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru ini sudah memiliki keinginan membeli rumah sejak pertama kali menghasilkan uang beberapa tahun silam. Niatnya semakin bulat setelah memperoleh pekerjaan yang lebih mapan dan tabungan yang bertambah cukup signifikan selama pandemi tahun lalu.

"Minat beli rumah sebelum dengan tawaran-tawaran insentif, jadi semakin tertarik untuk mengambil KPR di tahun ini," ujar Kezia kepada Katadata.co.id, Jumat (23/4).

Kezia saat ini masih mencari informasi yang dibutuhkan untuk membeli hunian. Namun, ia kemungkinan tak akan memanfaatkan fasilitas DP 0% lantaran khawatir semakin besar cicilan yang harus dibayarkan.

"Kalau uang muka 0%, nanti cicilannya jadi lebih besar. Saya menghindari ini, jadi lebih memilih menggunakan tabungan," katanya.

Rencana untuk membeli rumah pada tahun ini juga dimiliki oleh Sunadi, 56 tahun. Supir taksi online ini berencana kembali membeli rumah setelah KPR pertama-nya lunas.

"Dulu beli rumah subsidi, kecil. Tahun ini lunas. Sekarang sedang berpikir untuk jual rumah saat ini dan beli yang lebih luas," katanya.

Rencananya membeli rumah sudah terpikir sejak 3-4 tahun lalu. Namun, urung dia lakukan karena masih memiliki cicilan rumah yang saat ini ditempati dan kredit mobil.

"Rencananya saya ingin mengajukan KPR lagi, apalagi bunga katanya sedang turun. Baru dengar juga ada insentif pajak, jadi lebih semangat," katanya.

Sejumlah insentif diberikan untuk memacu masyarakat membeli rumah. Pemerintah meyakini sektor properti dapat menciptakan efek berganda sehingga pemulihan ekonomi dapat lebih cepat. Namun, kinerja sektor ini terpuruk sejak 2019 dan semakin memburuk akibat pandemi. 

Pemerintah memberikan insentif pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan rumah baru dengan nilai di bawah Rp 2 miliar dan diskon PPN 50% untuk rumah di atas 50%. Namun, insentif ini berlaku terbatas pada rumah baru yang sudah tersedia dan hanya berlaku pada Maret hingga Agustus 2021.

Sementara itu, Bank Indonesia melonggarkan ketentuan loan to value sehingga masyarakat dapat memperoleh KPR tanpa uang muka alias DP 0%. Pelonggaran aturan DP ini direspons OJK dengan penurunan bobot risiko kredit (ATMR). Dengan penurunan ATMR, kemampuan bank untuk menyalurkan kredit semakin meningkat karena modal yang dibutuhkan menjadi lebih rendah.

Di sisi lain, BI dan OJK juga mendorong bank untuk menurunkan bunga kredit, termasuk jenis KPR.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan uang muka 0% menjadi preferensi bagi perbankan. Saat ini, menurut dia, sudah ada bank-bank yang menerapkan kebijakan tersebut kepada nasabahnya meski secara terbatas.

"Namun sudah kelihatan, untuk kredit kendaraan bermotor yang baru dan KPR itu mengalami peningkatan," ujar Perry dalam Hasil Rapat Dewan Gubernur April 2021, pekan lalu.

Perry menyebut, peningkatan permintaan KPR terutama terjadi pada segmen menengah ke atas. Kondisi ini, menurut dia, memperlihatkan bahwa masyarakat memanfaatkan pelonggaran kebijakan uang muka dan insentif yang diberikan pemerintah.

Berdasarkan data Bank Indonesia, penyaluran KPR pada Maret 2021 tercatat Rp 528,4 triliun atau tumbuh 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Pertumbuhan KPR membaik dibandingkan bulan sebelumnya 3,8% yoy dengan penyaluran Rp 523,7 triliun maupun akhir 2019 yang tumbuh 3,4% yoy dengan penyaluran Rp 521,6 triliun.

Pertumbuhan KPR dan KPA mulai membaik pada kuartal IV 2020, setelah bergerak turun sejak kuartal I 2019, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Direkur Departemen Kebijakan BI Yanti Setiawan menjelaskan, permintaan KPR meningkat seiring kebijakan uang muka 0% untuk pembelian rumah baru. Kenaikan pengajuan KPR di bank-bank BUMN bahkan mencapai 40% secara bulanan per Maret 2021.

Ia mengatatakan, tak semua bank menerapkan loan to value (LTV) hingga 100% sesuai kebijakan BI. Bank juga hanya memberikan fasilitas uang muka 0% terbatas pada debitur, seperti ASN, TNI/POLRI, dan debitur dengan payroll di bank tersebut, serta untuk properti yang dibangun developer besar.

'Banting Harga' Bunga KPR

BI juga mencatat perbankan telah menurunkan bunga kredit, termasuk KPR. Perry mengatakan, rata-rata suku bunga dasar kredit (SBDK) KPR per Februari 2021 turun 1,94% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 8,19%.

Berdasarkan data SBDK OJK, SBDK KPR bank-bank BUMN dan BCA bahkan telah turun menjadi 7,25% per akhir Februari 2021 dan berlaku saat ini. Bank-bank BUMN memangkas bunga KPR 2,5% hingga 2,75% dibandingkan akhir Januari 2021.

Sementara itu, BCA memangkas bunga KPR pada Februari 2021 0,25% menjadi 8,5% dan memangkas lagi 1,25% pada Maret 2021. Beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) bahkan mematok SBDK KPR lebih rendah lagi. BPD Riau Kepri memato 5,2%, BPD DIY 5,98%, dan BPD Jatim 6,59%.

Menurut Perry, pemangkasan bunga kredit sejalan dengan penerapan transparansi SBDK pada awal tahun ini. Kebijakan ini dirilis untuk mempercepat transmisi penurunan bunga acuan BI ke bunga kredit yang sebelumnya berjalan lambat.

Selain menurunkan SBDK KPR, beberapa bank juga memberikan tawaran bunga promo hingga di level 3%. BCA misalnya, menawarkan bunga KPR 3,88% berlaku tetap selama 1 tahun yang berlaku hingga 31 Mei 2021.

Promo bunga KPR 3,88% berlaku tetap selama satu tahun juga ditawarkan Bank Mandiri pada bulan ini.

Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja mengatakan, permintaan KPR berpotensi meningkat pada kuartal kedua tahun ini. Kenaikan permintaan, menurut dia, terutama didorong program BCA EXPOVERSARY yang menawarkan promo bunga KPR mulai 3,88%.

"Permintaan KPR ini sebagian dibukukan pada April hingga Mei karena antri tanda tangan notaris," ujar Jahja kepada Katadata.co.id.

Meski kredit baru meningkat, Jahja mengingatkan, setiap bulan terdapat pembayaran cicilan KPR nasabah mencapai Rp 2 triliun. Dengan demikian, perseroan harus membukukan kredit baru di atas Rp 2 triliun jika ingin penyaluran KPR mencatatkan pertumbuhan.

"Penyaluran KPR baru tumbuh jika kredit baru di atas cicilan yang dibayarkan nasabah," katanya.

Jahja belum mengeluarkan proyeksi pertumbuhan KPR pada kuartal kedua maupun pertama tahun ini. Pada tahun lalu, BCA mencatat penyaluran KPR turun 3,7% dibandingkan 2019 menjadi Rp 90,2 triliun.

Direktur Konsumer Banking CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, pihaknya belum menerapkan kebijakan uang muka 0%. Mayoritas nasabah, menurut dia, juga memilih agar pinjaman tak terlalu besar.

Meski demikian, menurut Lani, penyaluran KPR perseroan pada kuartal I 2021 masih tumbuh 6% secara tahunan. "Kami harapkan pada kuartal II tumbuh 8%," katanya.

Direktur Riset Center of Reform on Economy Piter Abdullah menilai, kebijakan uang muka 0% dan bunga yang lebih rendah akan berdampak positif pada peningkatan permintaan KPR, tetapi tidak akan signifikan. "Pasti ada yang akan memanfaatkan untuk beli rumah dengan KPR. Tapi saya kira tidak akan sangat besar," kata Piter.

Menurutnya, kebutuhan rumah utamanya terjadi pada kelompok masyarakat menengah bawah. Namun, kelompok masyarakat tersebut umumnya mengalami penurunan pendapatan, bahkan kehilangan pekerjaan saat pandemi.

Reporter: Agatha Olivia Victoria