Risiko Investasi Uang Kripto
Pemilihan instrumen investasi bergantung pada kemampuan masing-masing investor dalam menyerap risiko. Namun, investor harus memperhatian dan memitigasi keseimbangan antara risiko dan hasil yang didapat.
Di Indonesia, uang kripto memang hanya bisa digunakan sebagai investasi di bursa berjangka. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan mata uang kripto tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. BI pun turut memantau penggunaan mata uang kripto dalam investasi, meski pengawasannya berada di Otoritas Jasa Keuangan.
Bank Indonesia (BI) memperingatkan investor agar berhati-hati saat berinvestasi menggunakan mata uang tersebut. "Kami mewanti-wanti risikonya karena tidak ada underlying asset," ujarnya dalam Media Briefing Kesiapan Sistem Pembayaran pada Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1442H, Rabu (14/4).
Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, uang kripto cukup berisiko untuk dijadikan instrumen investasi, karena mata uang digital ini tidak memiliki aset yang mendasarinya (underlying asset).
"Berbeda dengan saham yang jelas aset tetapnya. Kita beli kepemilikan atas perusahaan yang fisiknya ada," kata Wafi dalam Market Movers, podcast Katadata.co.id dan KBR episode 2, Senin (26/4).
Meski diperdagangkan di Indonesia, Bitcoin dan mata uang kripto lainnya dinilai tidak bisa menggantikan posisi rupiah di dalam negeri. Makanya, BI tengah merumuskan penerbitan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency) bersama bank sentral negara-negara lain. Mata uang ini akan diedarkan melalui perbankan dan fintech.