Geliat Konsumsi Lebaran Tanpa Mudik, Mungkinkah Ekonomi Q2 Melesat 7%?

Leo Lintang/123rf
Ilustrasi. Optimisme pemerintah terhadap perekonomian kuartal II tak lepas dari sejumlah indikator perekonomian pada awal kuartal kedua tahun ini juga bergerak ke arah positif.
Penulis: Agustiyanti
21/5/2021, 08.55 WIB
  • Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 mencapai 7%
  • Mobilitas masyarakat selama Ramadan dan Lebaran meningkat meski ada larangan mudik.
  • Peredaran uang selama periode Ramadan dan Lebaran di atas ekspektasi Bank Indonesia.

Tak ada mudik Lebaran lagi di Tahun ini. Namun, data menunjukkan moblitas masyarakat di luar rumah meningkat selama libur Lebaran. Peredaran uang juga melonjak dibandingkan tahun lalu, membuat pemerintah kian optimistis ekonomi kuartal II mampu tumbuh 7% sesuai harapan.

"Saya optimistis kalau kasus Covid-19 dapat ditekan, insyaAllah pertumbuhan ekonomi 7% dapat dicapai," ujar Presiden Joko Widodo dalam pengarahan Forum Koordinasi Pemimpin Daerah, Kamis (20/5).

Pengendalian kasus Covid-19, menurut Jokowi, adalah kunci dari pemulihan ekonomi. Saat ini, menurut dia, tren kasus Covid-19 terus menurun. Berdasarkan data Satgas Covid-19, total kasus aktif per Kamis (20/5) mencapai 88.439 orang. Jumlah ini sudah turun separuh dibandingkan puncak kasus yang mencapai lebih dari 176 ribu.

"Tetap harus hati-hati, jangan lengah dan menunggu chaos baru bertindak. Jangan sampai karena Lebaran kemarin, meningkat lagi," katanya.

Meski sudah melarang mudik, ia menyebut masih ada 1,5 juta orang yang nekat berkunjung ke kampung halaman saat libur Lebaran. Jokowi berharap jika terjadi peningkatan kasus, jumlahnya masih terkendali.

Kepala Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, larangan mudik pada tahun ini tak menekan pergerakan penduduk. Data Facebook mobility menunjukkan bahwa proporsi penduduk yang tetap tinggal di tempat yang sama cenderung menurun, terutama menjelang hari raya Idul Fitri.

"Ramainya masyarakat yang mudik meyebabkan belanja di daerah meningkat drastis," kata Teguh dalam Mandiri Economic Outlook & Industri, pekan ini.

Belanja masyarakat, antara lain, meningkat tajam di Kabupaten Probolinggo dengan kenaikan nilai indeks belanja dibandingkan sebelum Ramadan sebesar 12,6 poin. Disusul Cimahi 9,8 poin, Mojokerto 9,4 poin, serta Magelang dan Sukabumi masing-masing 8,3 poin.

Sementara, peningkatan belanja masyarakat di Jakarta selama Ramadan sebesar 0,7 poin menjadi kedua yang paling rendah setelah Yogyakarta yakni 0,4 poin.

Teguh menjelaskan bahwa indeks nilai belanja cenderung terus meningkat saat ini. Perkembangan itu mengindikasikan pemulihan level belanja ke atas level pra-pandemi. Belanja masyarakat di sejumlah provinsi di pulau Jawa sudah mulai pulih kecuali Yogyakarta dan Bali yang mengandalkan sektor pariwisata.

Kenaikan belanja sejalan dengan catatan Bank Indonesia terkait penarikan uang tunai oleh perbankan pada periode menjelang Lebaran. BI mencatat, pernarikan uang tunai selama Ramadan hingga hari operasional terakhir sebelum Lebaran mencapai Rp 154,5 triliun, naik 41,5% dibandingkan periode Ramadan dan Lebaran taun lalu. Angka ini juga melampaui prediksi BI yang mencapai Rp 152,5 triliun.

Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim menjelaskan, kenaikan penarikan uang tunai antara lain dipengaruhi oleh program bantuan sosial tunai pemerintah yang dibayarkan menjelang Lebaran. Realisasi program BST hingga 11 Mei 2021 telah mencapai Rp 11,81 triliun, atau 98,39% dari alokasi anggaran Rp 12 triliun pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021.

"Pelarangan mudik Lebaran 2021 yang berbeda dengan tahun lalu juga dapat diperhitungkan sebagai faktor penambah permintaan uang kartal," ujar Marlison kepada Katadata.co.id, pekan ini.

Khusus untuk wilayah Jabodebek, bank sentral mencatat realisasi penarikan uang tunai pada Lebaran tahun ini Rp 34,8 triliun, naik 60% dibandingkan Lebaran tahun lalu Rp 21,7 triliun. Ini antara lain juga terpengaruh oleh larangan mudik.

Indikator Ekonomi Membaik

Optimisme pemerintah terhadap perekonomian kuartal II tak lepas dari sejumlah indikator perekonomian pada awal kuartal kedua tahun ini juga bergerak ke arah positif.

Data BI, indeks keyakinan konsumen untuk pertama kalinya sejak Pandemi Covid-19 masuk ke zona optimistis pada April 2021 di level 101,5. Pada periode yang sama, PMI manufaktur juga kembali ekspansif di level 54,6.

Badan Pusat Statistik pada kemarin (20/5) juga melaporkan neraca perdagangan kembali surplus US$ 2,19 miliar pada April 2021, menandakan surplus selama 12 bulan berturut-turut. Kinerja suplus perdagangan ditopang oleh ekspor yang semakin membaik, naik 0,69% dibandingkan bulan sebelumnya atau 51,94% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, kinerja impor turun 2,98% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi naik 29,93% dibandingkan April 2020 menjadi US$ 16,29 miliar. Penurunan impor secara bulanan terutama terjadi pada kelompok bahan baku dan barang modal.

Impor bahan baku tercatat US$ 12,47 miliar, turun 3,63% secara bulanan tetapi naik 33,24% secara tahunan.Impor barang modal mencapai US$ 2,19 miliar, menurun 9,05% bulanan tetapi naik 11,55% secara tahunan. Sedangkan impor barang konsumsi tercatat US$ 1,63 miliar, naik 12,89% secara bulanan dan 34,11% secara tahunan.

Namun di samping sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan perbaikan, ekonomi kuartal II mampu melaju kencang karena kinerja yang buruk pada periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal II 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32% .

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meski ekonomi kuartal II tak tumbuh secara kuartalan alias stagnan dibandingkan kuartal I, ekonomi April-Juni 2021 tetap akan tumbuh 5,62% dibandingkan kuartal kedua tahun lalu. Ini karena kontraksi ekonomi yang dalam pada masa-masa awal pandemi tahun lalu.

Pada kuartal kedua ini, menurut dia, konsumsi rumah tangga akan pulih dan tumbuh 6,9% hingga 7,9% pada April-Juni 2021. Konsumsi pemerintah juga tetap akan dipacu tumbuh 7,6% hingga 7,9%. "Konsumsi pemerintah akan terus berperan," ujarnya.

Ia juga menargetkan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT) akan tumbuh 5-5,5%, investasi 6,4-8,3%, ekspor 10,5-12%, dan impor 9,5-14%. Pemerintah pun masih meyakini ekonomi Indonesia sepanjang 2021 mampu mencapai target 4,5-5,3%.

Sektor-sektor Pengungkit Ekonomi

Keyakinan pemerintah pada ekonomi kuartal II juga sejalan dengan prediksi Mandiri Institute yang tumbuh 7,1%. Ekonomi secara keseluruhan tahun diperkirakan tumbuh 4,6%.

Prediksi Mandiri Institute lebih optimistis dibandingkan Morgan Stanley, Perusahaan Keuangan Global yang memproyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 6,5% pada kuartal kedua tahun ini. Morgan Stanley juga baru saja memangkas proyeksi ekonomi Indonesia dari 6,2% menjadi 4,5% untuk tahun ini.

Namun seperti halnya pemerintah, Mandiri Institute menekankan pemulihan ekonomi hanya akan berjalan lancar jika penyebaran kasus Covid-19 dapat ditekan dan vaksinasi terus ditingkatkan. Penerapan protokol kesehatan yang ketat juga harus terus dilanjutkan mengingat masih ada ancaman virus baru yang memicu peningkatan kasus global.

Catatan Mandiri Institute saat ini, pemulihan ekonomi sektoral sudah terlihat membaik secara perlahan dan bertahap. Mayoritas atau 65% dari sektor ekonomi sudah menunjukkan arah pemulihan. Namun secara umum, sektor-sektor ekonomi masih beroperasi 40-70% dari level normal atau sebelum pandemi.

Beberapa sektor yang pulih lebih cepat adalah yang terkait kebutuhan pokok baik sisi produksi, distribusi dan perdagangannya, seperti industri makan dan minum, pendidikan, jasa kesehatan, air, listrik, informasi dan komunikasi.

"Selanjutnya, pemulihan bergerak ke sektor durable goods dan yang terkait," demikian tertulis dalam bahan paparan Mandiri Institute,

Sektor tersebut mencakup industri manufaktur, angkutan darat dan logistik, dan pertambangan. Sementara tahap akhir dari pemulihan ekonomi akan terjadi di sektor
angkutan udara, konstruksi, dan properti.

Reporter: Agatha Olivia Victoria