Efek Titah Jokowi dalam Pembahasan Program Listrik 2021-2030

123rf.com/Jeeraphun Juntree
Ilustrasi. Rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL 2021-2030.
Penulis: Sorta Tobing
7/6/2021, 10.00 WIB
  • Presiden Jokowi tidak mau lagi ada pembangkit listrik tenaga uap baru dalam RUPTL 2021-2030.
  • Penambahan pembangkit energi terbarukan ditargetkan bakal lebih besar ketimbang PLTU.
  • Target pengesahan rencana umum penyediaan tenaga listrik terus meleset dari target awal tahun ini.

Rencana penyediaan tenaga listrik RUPTL periode 2021-2030 tak kunjung kelar. Target penyelesaian pada kuartal pertama tahun ini pun molor.

Pemerintah masih menyusun rencana yang menjadi patokan sektor listrik nasional tersebut. “Intinya draf RUPTL masih berproses, masih diskusi dan mengidentifikasi beberapa (hal),” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana, Sabtu (29/5), dikutip dari Antara.

Ia menyebutkan banyak hal sudah pemerintah sepakati. “Tapi ada juga yang memerlukan arahan dari pimpinan,” ujarnya. 

Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu telah menginstruksikan agar tidak ada lagi penambahan proyek baru pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. RUPTL 2021-2030 akan mengacu pada hal tersebut.

Khusus untuk proyek PLTU yang sudah dalam proses konstruksi dan kepastian pendanaan, Rida menyebut, masih akan masuk dalam RUPTL. Tujuan akhir pemerintah adalah mencapai nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060.

Pembangkit listrik tenaga fosil selama ini menjadi penyumbang emisi karbon dioksida (CO2) terbesar dunia. Badan Energi Internasional (IEA) melaporkan sebanyak 13,5 gigaton (Gt) emisi pada 2020 berasal dari listrik, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.

Nah, listrik Indonesia mayoritas masih berasal dari PLTU. Kurang dari 10% merupakan pembangkit nonfosil yang minim emisi.

PLN masih dalam proses menyusun RUPTL itu. Rida mengatakan, porsi PLTU dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) akan 52% berbanding 48%. Dalam RUPTL sebelumnya, periode 2019-2028, perbandingannya adalah 70% dan 30%. Harapannya, target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025 dapat tercapai. 

Penambahan pembangkit listrik hingga satu dekade ke depan akan mencapai 41 ribu megawatt. Tahun ini, target penambahan kapasitasnya mencapai 8.915 megawatt. Sebesar 4.688 megawatt berasal dari PLTU mulut tambang. Lalu, 3.467 megawatt dari pembangkit listrik bertenaga gas.

Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyebut dengan besaran kapasitas terpasang saat ini mencapai 63 ribu megawatt, maka penambahan tersebut akan membuat total kapasitas terpasang mencapai 100 ribu megawatt.

Untuk energi terbarukannya bakal mencapai 16,1 megawatt. “Mendekati 40%, terdiri dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), panas bumi (PLTP), dan energi terbarukan lainnya,” ucap Darmawan. 

Ilustrasi pembangkit listrik panas bumi atau PLTP. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww.)

Porsi Energi Terbarukan Naik

Perubahan RUPTL sudah kerap terjadi setiap tahun. Sejak pemerintahan Jokowi pada 2014, dokumen teknis tersebut telah berganti setidaknya lima kali. Mulai dari periode 2015-2024, 2016-2025, 2017-2026, 2018-2027, dan 2019-2028.

Kenaikan porsi energi terbarukan baru terasa pada RUPTL 2016-2025. Ketika itu, pemerintah tidak hanya menetapkan kenaikan pembangkit panas bumi saja, tapi juga energi terbarukan lainnya sebesar 1,9 gigawatt. Sebelumnya, hal ini tidak direncanakan sama sekali.

Lalu, di periode berikutnya porsi energi terbarukan menjadi 22,6% dari total pembangkit listrik. Pada RUPTL 2018-2027 angkanya naik lagi menjadi 23%. Dan di rencana umum terakhir meningkat di 30%.

Pemerintah sekarang memasang target ambisius lagi dengan porsi 48% untuk pembangkit energi bersih dalam RUPTL 2021-2029. Masalahnya sekarang, rencana umum itu tak kunjung beres. Pada akhir Desember lalu, dalam catatan Katadata.co.id, Kementerian ESDM telah menerima drafnya dari PLN.

Rida mengatakan penyusunan acuan tersebut masih berlangsung. “Di RUPTL ini kami berkomitmen tetap pada Perjanjian Paris. Salah satunya, bauran energi baru terbarukan 23% pada 2025,” ucapnya pada 13 Januari 2021.

Perjanjian Paris merupakan kesepakatan 195 negara pada 2015 untuk menahan laju kenaikan suhu bumi tak melebihi 2 derajat Celcius. Upaya ini sebagai cara untuk menahan laju perubahan iklim dan pemanasan global.

Pemerintah saat itu terus melakukan diskusi dengan PLN terkait draf RUPTL setebal 841 halaman tersebut. Menteri ESDM Arifin Tasrif disebut memberikan beberapa perbaikan. “Sudah menuju ke arah selesai,” ujar Rida.

Targetnya, RUPTL 2021-2030 dapat rampung pada akhir Januari. Namun, ternyata tak terpenuhi.

Di bulan berikutnya, tanda-tanda rampung pun tak terlihat. Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengatakan telah melakukan evaluasi dan mengembalikan draf rencana usaha itu ke PLN untuk diperbaiki. 

Tenggat penyelesaiannya adalah pertengahan Februari. “Evaluasi, lalu masuk substansi," kata Jisman pada 2 Februari 2021. Lagi-lagi, target itu meleset. 

Proses Pembangunan PLTA Jatigede (Katadata)

Draf RUPTL 2021-2030

Katadata.co.id memperoleh susunan draf RUPTL yang telah rampung pada Maret lalu. Di dalamnya tertulis tambahan kapasitas pembangkit listrik selama satu dekade ke depan bakal terkoreksi. Pada RUPTL 2019-2018 angkanya 56.395 megawatt (MW). Nah, dalam draf RUPTL 2021-2030 turun menjadi 40.904 megawatt. 

Tambahan kapasitas pembangkit terbesar berasal dari energi terbarukan, sebesar 16,1 ribu megawatt. Disusul, PLTU 15,9 ribu megawatt. Kemudian, pembangkit gas 7,5 megawatt.  

Terdapat pula rencana pembangkit base, yaitu campuran pembangkit listrik EBT dengan gas. Karakteristik dan nilai keekonomiannya disebut tak kalah saing dengan PLTU. Total rencana kapasitas pembangkit ini sampai 2030 adalah 1.110 megawatt atau setara 2,7%. 

Yang turun pula adalah proyeksi permintaan listrik karena pandemi Covid-19. Pada RUPLT sebelumnya, rata-rata pertumbuhannya di 6,4% per tahun. Dalam draf terbaru menjadi 4,9% per tahun.

Angka dalam drat tersebut juga jauh dari angka rata-rata konsumsi listrik dalam rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) 2019-2038 yang sebesar 6,9% per tahun. Begitu pula dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-204, yang angkanya di 6,4% per tahun.

Tidak semua proyek pembangkit yang tertera dalam RPJMN 2020-2024 terakomodasi pada RUPLT 2021-2030. Dalam draf RUPTL terbaru, ada tambahan 104 proyek pembangkit listrik baru yang didominasi pembangkit energi terbarukan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, tertundanya pengesahan RUPTL menyebabkan terganggungnya persiapan proyek. “Khususnya yang harus melakukan lelang di 2021 dan 2022,” katanya. 

Rencana pemerintah untuk meningkatkan porsi pembangkit energi baru terbarukan sudah baik. “Seharusnya lebih banyak PLTU dan pembangkit fosil yang dikurangi,” ucap Fabby. “Setelah 2025, tidak ada lagi pembangkit batu bara baru.

Reporter: Verda Nano Setiawan, Antara