Prospek Cerah Ekonomi Tahun Depan Dibayangi Risiko dari Amerika-Cina

Leo Lintang/123rf
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,2%.
Penulis: Agustiyanti
30/12/2021, 19.45 WIB
  • Sejumlah indikator menunjukkan pemulihan ekonomi semakin kuat memasuki penujung tahun.
  • Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2022 mencapai 5,2%.
  • Perekonomian masih akan menghadapi berbagai risiko, antara lain dari dua ekonomi terbesar dunia. 

Dua tahun sudah dunia dihantam Pandemi Covid-19. Ekonomi Indonesia yang berusaha tumbuh lebih tinggi dan keluar dari tren pertumbuhan 5% justru masuk ke jurang resesi pada tahun lalu. Namun, ekonomi pada tahun ini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan dan diperkirakan tumbuh positif. Pemulihan diharapkan semakin kuat pada tahun depan dan kembali ke jalur pertumbuhan 5% meski masih menghadapi banyak tantangan. 

Pemerintah dalam APBN 2021 menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%. Sementara pada tahun ini, ekonomi diperkirakan tumbuh di kisaran 4% meski sempat terhambat pada kuartal ketiga akibat lonjakan varian Delta. 

Optimisme ini tak lepas dari tanda-tanda pemulihan ekonomi semakin nyata menjelang tutup tahun. Hal ini antara lain tercermin dari kinerja APBN, terutama penerimaan negara. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak hingga 26 Desember mencapai Rp 1.231,87 triliun atau 100,19% dari target APBN 2021. Ini pertama kalinya penerimaan negara mencapai target dalam 12 tahun terakhir. 

Kinerja penerimaan bea dan cukai bahkan lebih baik. Hingga November, penerimaannya sudah mencapai Rp 232,6 triliun atau melampaui target 2021 Rp 214,96 triliun. 

Indikator perekonomian lainnya juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang semakin kuat. Indeks keyakinan konsumen bulan lalu semakin optimis dan naik ke level 118,5. Purchasing Manufacturing Index yang menunjukkan kondisi industri manufaktur pada November juga masih ekspansif meski lebih lesu dibandingkan bulan sebelumnya.

Kinerja ekspor dan impor menggembirakan meski surplus neraca perdagangan pada November menyusut dari rekor tertinggi bulan sebelumnya US$ 5,73 miliar menjadi US$ 3,5 miliar. Baik ekspor maupun impor bulan lalu juga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. 

Ekspor naik 3,69% dibandingkan Oktober mencapai US$ 22,84 miliar. Sementara impor melonjak 18,6% menjadi US$ 19,32 miliar. Badan Pusat Statistik menyebut lonjakan impor menunjukkan sinyal perbaikan pada daya beli masyarakat. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pemulihan ekonomi akan semakin kuat pada tahun depan. Tak hanya berkaca pada data-data perekonomian yang semakin membaik pada tahun depan, ekonomi domestik juga akan terdongkrak kinerja global yang diperkirakan semakin membaik pada tahun depan. 

“Perekonomian global relatif pulih. Beberapa negara mitra dagang kita sudah memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi. Efek kasus Omicron terhadap yang sudah divaksin dua kali relatif lebih ringan meski tingkat penularannya tinggi,” ujar Airlangga dalam Outlook 2020, Kamis (30/12). 

Meski demikian, ia menekankan masyarakat harus disiplin menjalankan protokol kesehatan jika ingin ekonomi tetap melaju pada tahun depan. Pemerintah berharap perekonomian pada 2022 semakin kuat dan tumbuh 5,2%. 

Ramalan tak jauh berbeda juga diberikan sejumlah lembaga internasional. Bank Dunia dalam laporan terbaru yang diriliş pada Desember memproyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2%, semakin kuat dari proyeksi tahun ini yang tumbuh 3,7%. Sementara IMF memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi mencapai 5,9%. 

Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) juga memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5% pada tahun depan. 

Risiko dari Amerika dan Cina

Meski indikasi pemulihan ekonomi semakin kuat memasuki tahun baru, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan terdapat banyak tantangan yang dapat menghambat laju perekonomian tahun depan. Salah satunya datang dari perlambatan ekonomi Cina yang merupakan mitra dagang utama Indonesia dan ekonomi terbesar kedua dunia. 

"Kinerja perekonomian Cina menunjukkan perlambatan di kuartal ketiga dengan pertumbuhan di bawah 5%, terutama untuk bidang konstruksi dan real estate yang tumbuh negatif, ini menjadi salah satu hal yang perlu untuk diwaspadai," kata dia dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Desember, pekan lalu. 

Bank Dunia dalam laporan terbarunya memperkirakan perekonomian Cina hanya akan tumbuh 5,1% pada tahun depan, melambat dari prospek pertumbuhan tahun ini sebesar 8%. Perekonomian Cina sempat rebound kuat pada paruh pertama tahun ini, sebelum akhirnya menunjukkan tanda-tanda perlambatan memasuki enam bulan kedua 2021.

Selain dari Cina, Sri Mulyani menyebut, risiko juga datang dari Amerika Serikat yang sudah mulai melaksanakan pengurangan stimulus atau tapering off. Inflasi yang tinggi di ekonomi terbesar dunia ini juga berpotensi membuat Bank Sentral AS mempercepat periode tapering off dan rencana kenaikan suku bunga. 

“Ini mempengaruhi emerging market, termasuk domestik terutama pada yield surat berharga negara dan rupiah,” kata dia. 

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan, dampak kebijakan tapering off yang sudah mulai berjalan terhadap kenaikan yield surat utang pemerintah maupun pelemahan rupiah masih terkendali. Pemerintah menjalankan program pengelolaan utang yang hati-hati seiring gejolak di pasar keuangan. 

Bank Dunia dalam laporan terbarunya memperkirakan perekonomian Cina hanya akan tumbuh 5,1% pada tahun depan, melambat dari prospek pertumbuhan tahun ini sebesar 8%. Perekonomian Cina sempat rebound kuat pada paruh pertama tahun ini, sebelum akhirnya menunjukkan tanda-tanda perlambatan memasuki enam bulan kedua 2021.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai perekonomian Cina yang melambat akan berpengaruh besar terhadap perekonomian domestik. Perlambatan Cina membuat dorongan dari sisi eksternal tak akan besar bagi perekonomian tahun depan. 

Cina selama ini menjadi mitra dagang utama RI sebagai negara tujuan ekspor utama RI. Kinerja ekspor Indonesia yang terus bersinar sejak tahun lalu, tidak lepas berkat permintaan dari Cina.

Kinerja moncer tersebut yang kemudian mendorong kontribusi net-ekspor terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal III cukup besar. Net ekspor berkontribisi 1,23% terhadapa pertumbuhan 3,51%, terbesar dibandingkan komponen lainnya termasuk konsumsi rumah tangga.

"Kalau Cina kemudian prospeknya lebih lambat lagi ini kita prediksikan kemampuan menyerap komoditas yang akan lebih lemah, kebutuhan komoditas lebih lemah termasuk yang dari Indonesia," kata dia.

Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi 4-5% tahun depan atau di bawah target pemerintah. Selain dorongan eksternal yang kurang kuat, ada faktor kebijakan fiskal dan moneter yang cenderung lebih ketat terutama sebagai efek kebijakan normalisasi di Amerika Serikat. 

Ia menilai, perkonomian domestik tahun depan akan sangat bergantung pada pemulihan konsumsi domestik. Peningkatan konsumsi diharapkan dapat mengkompnesasi berkurangnya sentimen positif eksternal tersebut.

"Ke depan mulai ada tekanan-tekanan, makanya kebijakan yang domestik harus betul-betul mendorong konsumsi semaksimal mungkin karena dari sisi eksternal less favorable," kata dia.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam risetnya menyebut pemulihan ekonomi yang cepat dapat berlanjut hingga 2022 meski dibayangi risiko pengetatan kebijakan global. Hal ini dapat didukung oleh konsumsi rumah tangga yang terkendali seiring membaiknya kepercayaan konsumen dan investor sepanjang kasus Covid-19 etap terkendali. 

"Menghadapi ancaman varian baru Omicron, pemerintah sejauh ini telah berhasil memvaksinasi lebih dari separuh targetnya." kata Andri. 

Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,17%, lebih tinggi dari proyeksi tahun ini sebesar 3,69%. Namun, target ini dapat dicapai sepanjang kasus terkendali. 

Andri pun berharap kasus Covid-19 tetap terkendali sejalan dengan tingkat vaksinasi yang tinggi disertai protokol kesehatan yang tetap ketat di tempat-tempat umum. Indonesia bersama banyak negara di dunia tengah menghadapi varian Omicron. Pemerintah pada pekan ini telah melaporkan kasus transmisi lokal dari varian ini. 

Sejauh ini, pemerintah telah memiliki skenario untuk menghadapi potensi kenaikan kasus seperti terlihat dalam infografik di bawah ini. 

Infografik_Skenario Hadapi Potensi Peningkatan Kasus Omicron (Katadata)
Reporter: Abdul Azis Said