• Johan Budi dan sejumlah politisi PDIP membentuk Dewan Kolonel untuk mendongkrak elektabilitas Puan Maharani tanpa instruksi Dewan Pimpinan Pusat.
  • Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan Dewan Kolonel tidak masuk struktur partai dan menganggapnya hanya guyonan politik.
  • Relawan pendukung Ganjar Pranowo membalas inisiasi Dewan Kolonel dengan membentuk Dewan Kopral.

Politisi PDI-P, Johan Budi awalnya cuma sekadar berkelakar ketika mengusulkan untuk membentuk Dewan Kolonel. Itu terjadi sekitar tiga bulan silam. Candaan itu rupanya disambut baik oleh kader partai yang lain. 

“Awalnya cuma enam orang,” kata Johan, kepada awak media.

Tim kecil itu punya satu misi khusus. Mendongkrak elektabilitas Puan Maharani jelang Pemilu 2024. Anggota Dewan Kolonel rupanya terus bertambah. Saat mulai diperkenalkan ke publik beberapa hari lalu, tim ini sudah berisi 12 orang politisi. Mereka berasal dari setiap fraksi yang ada di Senayan. 

Johan mengaku sudah bertemu Puan untuk membicarakan soal pembentukan Dewan Kolonel. “Mba Puan setuju,” kata Johan.

Anggota DPR dari Komisi III, Trimedya Pandjaitan pun didapuk menjadi Koordinator. Nama-nama lain yang juga terlibat misalnya Dede Indra Permana, Sturman Panjaitan, Junimart Girsang, hingga Masinton Pasaribu. 

Johan menyebut, Dewan Kolonel dibentuk untuk mengakomodasi keinginan para simpatisan yang ingin menjaga trah Soekarno di dalam kepengurusan partai. Ia menilai partai akan mudah dikendalikan pihak luar bila pemimpinnya bukanlah trah Soekarno. 

Namun Dewan Kolonel ini bukan datang dari instruksi Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Menurut Johan, tim ini berada di luar struktur resmi DPP PDIP.

“Tentu kami masih menunggu Ibu Ketua Umum Megawati siapa yang akan dipilih. Tapi kami sudah prepare duluan kalau Mbak Puan yang ditunjuk” tutur Johan Budi di DPR, Selasa (20/9). 

Sekjend PDIP Hastro Kristiyanto juga menegaskan Dewan Kolonel tidak masuk dalam struktur partai. “Tidak ada yang namanya Dewan Kolonel, karena hal tersebut tidak sesuai dengan AD/ART partai,” kata Hasto dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9). 

Hasto bercerita ia telah berkoordinasi dengan Ketua Fraksi PDIP DPR Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul. Menurut Hasto, Utut dan Bambang menyebut bahwa isu Dewan Kolonel hanyalah guyonan politik.

“Bahkan tadi pagi pun, Ibu Mega ketika melihat di running text pada saat saya laporan ke beliau, beliau juga kaget,,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani justru menanggapi positif inisiatif pembentukan Dewan Kolonel. “Inisiatif ini sah-sah saja selama dibangun dengan didasari semangat gotong royong,” kata Puan kepada wartawan.

Dia berharap Dewan Kolonel dapat membantu menjalankan tugas partai. "Khususnya sesuai arahan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, terkait persiapan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024,” kata Puan.

RAPAT PARIPURNA KHUSUS DPR (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.)

PR Besar Memoles Puan

Dewan Kolonel punya pekerjaan rumah besar jika memang berkomitmen untuk mendorong Puan Maharani. Dalam beberapa survei terakhir, elektabilitas Ketua DPR ini belum menggembirakan.

Survei Charta Politika pada Juni 2022, misalnya, menunjukkan elektabilitas Puan hanya berada di urutan ke-6 dari 10 nama calon presiden yang beredar. Kendati, sebetulnya elektabilitasnya menunjukkan kenaikan jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu. 

Dalam survei tersebut, Puan memiliki poin elektabilitas 2,4 % atau terpaut 0,1 % dibandingkan dengan elektabilitas Sandiaga Uno. Posisi empat besar masih belum banyak berubah yakni Ganjar Pranowo (31,3 %), Prabowo Subianto (24,4 %), Anies Baswedan (24,4 %), dan Ridwan Kamil (7,2 %). 

Bahkan dalam pemeringkatan terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Agustus 2022, Puan Maharani hanya bercokol di posisi ke-8 dari sisi elektabilitas. Dalam simulasi 19 nama semi terbuka dalam survei nasional LSI yang berlangsung pada 13-21 Agustus 2022, nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo paling banyak disebut responden, yakni mencapai 24,5 % suara. Diikuti Prabowo Subianto dengan elektabilitas 21,3 % dan Anies Baswedan 19,23 % suara.

Sedangkan, elektabilitas Puan Maharani hanya sebesar 1,3 % suara. Capaian tersebut di bawah nama Menteri BUMN Erick Thohir yang meraih 1,7 % suara dan berada di atas nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Menurut pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, kemunculan Dewan Kolonel justru bisa memperkeruh suasana dan mengganggu solidaritas kader PDIP. Pasalnya, saat ini kader partai dengan elektabilitas paling tinggi justru Ganjar Pranowo, bukan Puan Maharani. 

“Dengan dibentuk Dewan Kolonel itu kelihatannya celah Ganjar untuk bisa eksis atau bermanuver di politik akan ditutup,” katanya, kepada Katadata. 

Ujang menilai Puan membutuhkan strategi baru untuk mendongkrak elektabilitasnya. Pasalnya, selama ia menjadi Ketua DPR, Puan dianggap gagal mendongkrak elektabilitas karena cenderung tidak berpihak kepada rakyat.

“Misalnya soal revisi UU KPK, penetapan Omnibus Law, dan kenaikan BBM. Itu kebijakan populis yang harusnya bisa menaikkan popularitas Puan. Tapi ini kan tidak,” kata Ujang. 

Reaksi Kubu Relawan Ganjar

Pembentukan Dewan Kolonel ini turut memantik reaksi kubu Ganjar Pranowo. Ketua Umum Ganjar Pranowo Mania (GP Mania), Immanuel Ebenezer mengatakan pihaknya membentuk Dewan Kopral untuk mendukung gubernur Jawa Tengah itu maju ke pemilu 2024. 

“Kalau PDIP bentuk Dewan Kolonel untuk memenangkan Puan, kita bentuk Dewan Kopral untuk memikat hati rakyat mendukung Ganjar pada 2024. Oktober sudah terbentuk,” ujar Immanuel yang didapuk menjadi Ketua Dewan Kopral, Rabu (21/9).

Menanggapi adanya tim khusus tersebut, Ganjar Pranowo justru meminta agar seluruh pihak menahan diri dan tidak menganggap dewan tersebut sebagai suatu hal yang serius. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hak menentukan calon presiden yang akan diangkat PDIP berada di tangan ketua umum partai, Megawati Soekarnoputri.

“Kalau sudah ditentukan, saya kira semua relawan dari pendukung siapapun akan kolaborasi. Tahan diri, edukasi publik agar demokrasi semakin dewasa” ujar Ganjar di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Kamis (22/9).

Pengamat politik Centre of Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, mengemukakan adanya dua kubu dalam satu tubuh partai ini adalah sebuah fenomena yang menarik. Ia menjelaskan biasanya satu partai politik akan menggelar konvensi internal untuk memunculkan satu nama yang akan diusung untuk mewakili partai. 

Namun kini ada dua nama yang bersaing untuk meningkatkan citra mereka di mata ketua umum. “Adanya Dewan Kolonel dan Dewan Kopral untuk menarik elektabilitas ini menarik. Dinamika persaingannya khas dan berbeda di partai lain. Cuma catatannya adalah agar sebisa mungkin mencerminkan persaingan yang sehat dan sportif,” tutur Nicky pada Katadata, Jumat (23/9).

Ia pun menilai Ganjar Pranowo dan Puan Maharani sama-sama memiliki pengalaman politik mumpuni. Sebelum menjadi Gubernur Jawa Tengah selama dua periode, Ganjar pernah tercatat menjadi anggota DPR. Begitu pun Puan yang sudah pernah menjadi menteri dan anggota DPR sebelum menjabat sebagai ketua DPR sekarang.

Kendati demikian, Nicky menilai memang perlu kerja keras untuk menaikkan popularitas Puan. “Sebagai ketua DPR, yang bisa dilakukan Puan adalah memfungsikan lembaga itu sebagai corong aspirasi masyarakat. Gimik politik boleh, tapi jangan terlalu tebal,” jelas Nicky.

 Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menganalisis PDIP akan kesulitan jika PDIP mengangkat Puan sebagai calon presiden. Pasalnya, ada perbedaaan besar antara elektabilitas partai dengan Puan Maharani. Survei Charta Politika menunjukkan elektabilitas PDIP masih di atas 21,4 %.

“Logikanya, partai dengan elektabilitas lebih dari 20 % dan mencalonkan kader yang elektabilitas tidak sampai 10 % artinya kan yang tadinya niatan menjadi dongkrak elektoral, malah jadi beban elektoral,” jelasnya, Kamis (22/9).

KARNAVAL PENGGING FAIR 2022 (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/aww.)

Yunarto juga menjelaskan elektabilitas Puan memang meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Namun, peningkatan ini tidak bisa dikategorikan sebagai kenaikan secara absolut. Sebab, peningkatan dari 1,1 % pada Desember 2021 menjadi 2,4 % di Juni 2022 itu masih terhitung dalam selisih margin of error alias batas kesalahan sebuah survei. 

Bila dibandingkan dengan Puan, Ganjar Pranowo memang memiliki elektabilitas tertinggi, namun belum terlihat ada dukungan partai ke Ganjar untuk maju ke Pilpres 2024. Bahkan, Charta Politika mencatat bahwa 69 % dari seluruh pemilih PDIP di Indonesia cenderung memilih Ganjar Pranowo menjadi presiden, sementara Puan Maharani hanya mengantongi 10 % suara.

“Maka untuk meningkatkan elektabilitas Puan Maharani, butuh ledakan secara elektoral yang bisa mengakselerasi ketertinggalan dibanding calon lain, termasuk sesama kader PDIP yaitu Ganjar Pranowo,” ujar Yunarto.

Reporter: Ade Rosman