Kebakaran Berulang di Fasilitas Produksi BBM Pertamina

123rf.com/Supakit Poroon
Ilustrasi kilang BBM
8/3/2023, 14.24 WIB
  • Dalam dua tahun terakhir enam peristiwa kebakaran terjadi di fasilitas BBM Pertamina.
  • Evaluasi sistem keamanan di terminal dan kilang mendesak dilakukan. 
  • Pemerintah mengeluarkan opsi memindahkan Depo Plumpang. 

Direktur Penunjang Bisnis Pertamina Dedi Sunardi dicopot jabatannya oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keputusan ini muncul lima hari setelah terjadi kebakaran hebat pada Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara. 

Sebagai gantinya, Kementerian menugaskan Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Erry Widiastono untuk mengisi sementara posisi tersebut. “Sampai dengan diangkatnya direktur penunjang bisnis yang definitif,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fadja Djoko Santoso dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/3). 

Masa jabatan Dedi terbilang singkat. Ia baru diangkat menjadi direktur perusahaan pelat merah itu pada 3 Mei 2021. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo).

Dalam masa jabatan itu alias dalam dua tahun terakhir, kebakaran di fasilitas produksi Pertamina kerap terjadi. Catatan Katadata.co.id menunjukkan, ada enam peristiwa serupa. Peristiwa di Depo Plumpang yang paling memakan korban jiwa, yaitu 19 nyawa.

Melansir Antara, warga sekitar depo sudah mencium bau bensin sebelum api melahap tangki BBM. “Ada bau bensin yang santer saat melintas,” ucap Pandi Ahmad, warga Koja, Jakarta Utara, Jumat (3/3). 

Lalu, kira-kira pukul 20.11 WIB terjadi ledakan dan kebakaran dahsyat muncul. Para warga di Jalan Tanah Merah Bawah, yang berimpitan dengan depo tersebut, berlarian menyelamatkan diri. 

Api dengan cepat melintasi tembok pemisah tangki dan pemukiman. Banyak rumah warga langsung terbakar habis. Puluhan orang terluka. Ratusan jiwa terpaksa mengungsi di Kantor Palang Merah Indonesia Jakarta Utara dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak Rasela.

Kejadian tragis ini bukan kali pertama terjadi. Pada 18 Januari 2009, kebakaran hebat juga terjadi di Depo Plumpang. Tangki yang menampung 5 ribu kiloliter Premium habis dilahap si jago merah. Satu petugas keamanan menjadi korban jiwa dalam peristiwa itu. 

Pada 5 Februari 2009, Kementerian BUMN mencopot Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno. Sebagai gantinya, Menteri BUMN Sofyan Djalil menunjuk Karen Agustiawan sebagai bos perusahaan migas negara tersebut. 

Dampak Kebakaran Depo Plumpang Pertamina. (Katadata/Muhamad Fajar Riyandanu)

Evaluasi Fasilitas Produksi Pertamina

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan kebakaran berulang di Depo Plumpang mengindikasikan bahwa sistem keamanannya “amat buruk” dan tidak memenuhi standar internasional. 

Aset strategis dan berisiko tinggi seharusnya memiliki standar nol kecelakaan (zero accidents). Pertamina tidak terlihat serius memperbaiki sistem keamanan. “Sehingga menyebabkan kebakaran beruntun kilang dan deponya,” kata Fahmi, Selasa (7/3). 

Menurut Databoks, terdapat 20 kebakaran yang telah terjadi di fasilitas Pertamina sejak 1995. Kebakaran paling sering terjadi di kilang Cilacap di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yaitu hingga tujuh kali. 

Padahal kilang Cilacap memiliki posisi strategis. Fasilitasnya menyumbang kebutuhan BBM nasional, yang mayoritas disalurkan di Pulau Jawa. 

Sebelum kebakaran di Depo Plumpang, terjadi pula kebakaran di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, pada 8 September 2022. Kebakaran ini diduga karena sambaran petir. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. 

Kilang Balongan juga mengalami kebakaran pada Maret 2021. Insiden ini memakan satu korban jiwa. Sebanyak lima korban mengalami luka para, 15 orang terluka, dan ribuan warga terpaksa mengungsi. 

Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana memanggil Pertamina untuk melakukan evaluasi. “Kejadian yang seharusnya bisa kita hindari. Namun, karena sudah terjadi memang sebaiknya kita adakan evaluasi,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Selasa (7/3).

Memang mayoritas kebakaran di fasilitas Pertamina selama ini karena faktor alam. Namun, menurut Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo, kebakaran di Depo Plumpang diduga akibat gangguan teknis. 

Insiden tersebut terjadi saat pengisian atau penerimaan BBM Pertamax dari Kilang Balongan. Gangguan teknis menimbulkan tekanan berlebihan, yang akhirnya memicu kebakaran.

Hingga Senin lalu, kepolisian telah meminta keterangan dari 14 orang terkait kebakaran di Plumpang. Mereka yang dimintai keterangan terdiri dari sembilan karyawan Pertamina, termasuk operator, satpam, teknisi, dan supervisor. Sisanya adalah warga sekitar.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, raksasa minyak dan gas pelat merah itu akan menanggung biaya pengobatan, santunan, dan seluruh biaya yang timbul akibat kebakaran di Depo Plumpang hingga para korban sembuh.

“Saya mewakili direksi dan segenap perwira Pertamina menyampaikan permohonan maaf mendalam,” kata Nicke dalam siaran pers yang terbit pada Sabtu kemarin.

Dampak kebakaran Depo Plumpang Pertamina. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.)

Rencana relokasi Depo Plumpang

Pemerintah telah berencana untuk memindahkan Depo Plumpang ke lahan milik perusahaan pelat merah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Lahan reklamasi seluas 32 hektare ini berlokasi di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Jarak antara keduanya sekitar 8 kilometer.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan lahan tersebut diperkirakan akan siap untuk dibangun pada akhir 2024. Pembangunannya ditaksir memakan waktu antara dua hingga 2,5 tahun. 

Menurut Fahmy, rencana pemerintah ini merupakan opsi yang “tepat dan cepat” karena tiga alasan. Pertama, kebakaran berawal dari terminal BBM dan bukan dari rumah penduduk.

Kedua, proses pengambilan keputusan relokasi oleh Pertamina lebih cepat. Sedangkan memindahkan pemukiman warga akan memakan waktu lebih lama karena melibatkan sejumlah pihak, termasuk pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Ketiga, lanjut Fahmy, lokasi Depo Plumpang sudah “sangat tidak layak” karena terletak di tengah pemukiman yang padat. Tidak ada air penyangga (water buffer) yang cukup yang dibutuhkan untuk proses pendinginan pipa.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah memiliki opsi relokasi TBBM atau warga. Namun, eks Gubernur DKI Jakarta ini menyerahkan keputusannya kepada pihak terkait.

Pemerintah pernah mengusulkan pembangunan zona penyangga yang memberikan jarak 50 meter antara Depo Plumpang dan pemukiman warga pada 2009. Usulan ini muncul setelah terjadi kebakaran di fasilitas tersebut tapi tidak terwujud karena belum ada solusi bagi warga sekitar.

“Tanah Merah ini kan padat dan penuh, semuanya harus mencari solusi. Saya kira keamanan masyarakat, keselamatan masyarakat harus menjadi titik yang utama,” kata Presiden setelah mengunjungi RPTRA Rasela pada akhir pekan lalu. 

Pada 2013, Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu menerbitkan lebih dari 1.000 kartu tanda penduduk (KTP) dan ratusan kartu keluarga (KK) untuk para warga sekitar. Penerbitan kartu identitas ini merupakan janji kampanyenya.

Kemudian pada 2021, Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) sementara untuk para warga. Penerbitan IMB memungkinkan para warga untuk mengakses fasilitas seperti air dan listrik.

Dari data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, tanah yang terdampak dari kebakaran di Depo Plumpang saat ini memiliki status penggunaan “tanah perumahan.” Tanah di bagian utara terminal BBM itu berstatus “kosong” baik untuk penggunaan maupun tipe hak.

Warga sekitar menyambut keputusan pemerintah untuk memindahkan Depo Plumpang. Abdul Jamil, misalnya, mengatakan bahwa pemindahan ini mendesak mengingat telah terjadi dua kebakaran pada 2009 dan 2023.

“Kalau deponya yang pindah, itu lebih baik,” kata pria berusia 46 tahun yang tinggal di rukun warga (RW) 01, Kelurahan Rawabadak, Koja, Jakarta Utara. Tempat tinggalnya berjarak kurang dari 2 kilometer dari lokasi kebakaran terakhir.



Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman