Delusi Kesejahteraan dari Proyek Hilirisasi Nikel

Katadata
Ilustrasi pertambangan mineral dan batubara. Pemerintah mendorong hilirisasi nikel untuk mewujudkan investasi berkualitas.
Penulis: Dini Pramita
16/8/2023, 13.41 WIB
  • Persoalan kemiskinan multidimensi menghantui provinsi penghasil nikel.
  • Pemerintah mengklaim pertambangan nikel dan hilirisasinya meningkatkan PDB dan PDRB yang berarti mengentaskan kemiskinan di daerah penghasil tambang.
  • Perlu kerangka pengaman investasi yang ketat dan mekanisme distribusi keuntungan yang berbasis indikator kesejahteraan masyarakat.

Warga Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, kembali berhadapan dengan penggusuran lahan untuk pertambangan nikel. Pada 9 Agustus 2023, pukul 23.00 WITA, penggusuran kembali terjadi di lahan jambu mente dan cengkih siap panen milik warga Desa Mosolo.

Padahal, masyarakat Wawonii sudah memenangkan gugatan di Mahkamah Agung yang isinya menolak wilayah pertanian dan perikanan mereka digunakan perusahaan pertambangan nikel.

Sementara itu di pusat, pemerintah mengatakan nikel dan hilirisasinya sebagai salah satu 'kunci' untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Pada 12 Agustus lalu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan sejak bergulirnya hilirisasi nikel, beberapa multiplier effect mulai terlihat pada ekonomi nasional.

Mantan aktivis itu mengatakan kehadiran fasilitas pengolahan atau smelter yang tersebar di berbagai provinsi seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Banten, mendorong pertumbuhan di daerah tersebut. "Sehingga meningkatkan produk domestik regional bruto di daerah lokasi smelter berada," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan hilirisasi industri nikel berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. "Hilirisasi mendorong investasi berkualitas, terutama di bagian timur Indonesia," kata Luhut dalam acara Nickel Conference CNBC di Ballroom Kempinski, Jakarta, pada Selasa, 25 Juli 2023.

Sebaran IUP Nikel di Indonesia (Kementerian ESDM)

Klaim Hilirisasi sebagai 'Kunci' Kesejahteraan

Berdasarkan data Kemenperin, saat ini sudah ada 34 smelter yang sudah beroperasi dan 17 smelter yang sedang dalam tahap pembangunan.

Nilai investasinya, antara lain sebesar US$ 11 miliar atau sekitar Rp 165 triliun untuk smelter Pyrometalurgi, dan sebesar US$ 2,8 miliar atau mencapai Rp 40 triliun dari smelter Hydrometalurgi yang akan memproduksi MHP (mix hydro precipitate) sebagai bahan baku baterai.

Sedangkan menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ada 111 unit smelter pengolah nikel yang akan beroperasi di Indonesia. Sembilan di antaranya memiliki Izin Usaha Pertambangan atau IUP, sedangkan 102 lainnya hanya berupa Izin Usaha Industri (IUI) tanpa IUP.

Dari jumlah tersebut, 37 smelter telah beroperasi, lima di antaranya memiliki IUP, sedangkan 32 lainnya tak memiliki IUP. Adapun nilai investasi smelter nikel oleh pemegang IUP pada 2023 ini diperkirakan mencapai US$ 2,67 miliar atau setara dengan Rp 39,4 triliun. Sedangkan total izin penambangan nikel aktif saat ini ada 300 IUP dan tiga kontrak karya alias KK.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri optimistis hilirisasi nikel memberikan multiplier effect dengan melihat dari nilai tambahnya. "Nilai nikel ore mentah dihargai US$ 30 per ton, menjadi nikel pig iron (NPI) harganya akan naik 3,3 kali mencapai US$ 90 per ton. Apalagi, jika ada ada pabrik baterai yang mengubah ore menjadi LiNiMnCo, maka nilai tambahnya bisa mencapai 642 kali lipat," kata dia.

Menurut Febri, hilirisasi tersebut akan meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak atau PNBP dan pajak-pajak lainnya. "Jika kita mengekspor bahan mentah, angkanya Rp 17 Triliun, sementara ekspor produk hasil hilirisasi nikel mencapai Rp 510 Triliun. Dengan begitu, penerimaan negara dari pajak akan jauh lebih meningkat," kata dia.

Ia juga menyinggung kenaikan PNPB dari logam nikel yang disumbang oleh daerah penghasil nikel. Pada 2022, PNBP dari daerah penghasil nikel mencapai Rp 10,8 triliun, meningkat dari tahun 2021 sebesar Rp 3,42 triliun.

Total PNBP dari lima provinsi penghasil nikel mencapai Rp 20,46 triliun sepanjang 2021 hingga triwulan kedua 2023. Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi penyumbang terbesar PNBP yaitu sebesar Rp 8,73 triliun, disusul provinsi Maluku Utara sebesar Rp 6,23 triliun.

Selain itu, kata dia, keuntungan dari smelter akan memberi manfaat bagi perekonomian nasional. Ia meyakini hal tersebut berdasarkan perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) logam dasar triwulan pertama 2023 yang tumbuh 11,39%, dengan nilai sebesar Rp 66,8 triliun.

Febri juga memberi contoh nikel mampu mengerek PDRB. Ia mencontohkan Sulawesi Tenggara sebagai produsen nikel terbesar di Indonesia. Provinsi itu mengalami pertumbuhan PDRB dari industri pengolahan sebesar 16,74% pada 2022, yang sebagian besar disumbang oleh industri pengolahan nikel.

Menurut dia, kehadiran smelter juga memberikan dampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sekitar smelter. "Hilirisasi jangan dilihat dari ownersip smelter, apakah itu PMA atau PMDN, tetapi lebih ke arah pendekatan nilai tambah ekonomi, sehingga benefit yang dirasakan dengan berjalannya hilirisasi memberikan nilai nyata bagi pembangunan nasional," kata dia.

Potret Kemiskinan Multidimensi di Provinsi Penghasil Nikel

Amlia, perempuan paruh baya asal Wawonii, Sulawesi Tenggara, mengeluhkan akses air bersih yang tak lagi ia nikmati sejak tambang nikel merusak sumber air penduduk. "Kami tidak pernah kekurangan air sebelumnya, tetapi kini jadi susah air, harus beli atau minta ke desa tetangga," kata dia pada Jumat pekan lalu.

Ini bertentangan dengan rencana pemerintah yang menargetkan 100% akses air minum layak dan 15% akses air minum aman pada 2024. Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga 2020 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan sebanyak 40,8% masyarakat mengandalkan sumber yang berasal dari air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya, dan 14,8% rumah tangga di Indonesia menggunakan sumur gali untuk keperluan air bersihnya.

Menurut Yamir, warga Wawonii yang lain, masyarakat selama ini mengandalkan Sungai Tamo Siu-Siu sebagai sumber air bersih dan air sumur. Namun, kualitas keduanya menurun sejak pertambangan nikel aktif. "Warna air kuning kecokelatan, kadang warnanya jadi merah dan berlumpur," kata dia kepada Katadata.co.id pada 10 Agustus lalu.

Tak cuma persoalan krisis air bersih yang mengadang masyarakat di sekitar lingkar tambang nikel. Persoalan stunting juga menghantui provinsi penghasil nikel yang diklaim mengalami peningkatan PDB dan PDRB. "Di desa kami, stunting bertambah dari enam menjadi 12," kata Yamir.

Survei Hasil Gizi Indonesia 2022 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan provinsi penghasil nikel adalah provinsi penyumbang stunting di Indonesia. Sulawesi Tenggara yang memiliki tambang nikel terluas di Indonesia berada dalam posisi sembilan besar penghasil balita stunting di Indonesia, dengan prevalensi 27,7%.

Jauh di atas prevalensi nasional sebesar 21,6% dan hanya terpaut 7,6 poin dengan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia. Padahal, menurut Booklet Peluang Investasi Nikel Indonesia yang dirilis Direktorat Jenderal Minerba tahun 2020, ada 154 IUP di Sulawesi Tenggara, satu izin KK, dan tiga smelter nikel.

Sulawesi Tengah yang menjadi provinsi kedua pemilik IUP nikel terbanyak menempati posisi tujuh sebagai provinsi penyumbang stunting tertinggi di Indonesia dengan prevalensi 28,2%. Maluku Utara berada di posisi 12 dengan prevalensi 26,1%, Sulawesi Selatan berada di posisi 10, tepat di bawah Sulawesi Tenggara, dengan prevalensi 27,2%.

Maluku, Papua dan Papua Barat, tak lepas dari cengkeraman stunting. Prevalensi stunting di ketiga daerah penghasil nikel ini berada di atas rata-rata nasional.

Banten, yang memiliki satu smelter di Cikande, Kabupaten Serang, tak lepas dari persoalan stunting. Kabupaten Serang merupakan penyumbang terbesar kedua angka stunting di Provinsi Banten dengan prevalensi sebesar 26,4%.

Selain dihantui persoalan stunting, masyarakat di sekitar lingkar tambang dan jalur distribusi nikel dihantui infeksi pernapasan akut. Padahal, Kementerian Kesehatan tengah berupaya mengendalikan angka ISPA dengan mengendalikan pneumonia yang berkontribusi besar pada kematian balita.

Berdasarkan Profil Kesehatan 2021, jumlah kematian pada bayi berusia di bawah satu tahun akibat pneumonia di Sulawesi Tenggara sebanyak 12 kematian, 26 kematian di Sulawesi Selatan. Lima provinsi penghasil nikel lainnya tak luput dari persoalan kematian bayi di bawah satu tahun akibat penumonia.

Kondisi ini diperburuk dengan rasio fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang berada di bawah rujukan nasional. Papua, Maluku, Papua Barat, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara secara bersamaan menempati lima besar provinsi dengan puskesmas tanpa dokter tertinggi.

Di luar isu kesehatan, angka kemiskinan di provinsi penghasil nikel meningkat di saat angka kemiskinan di provinsi lainnya menurun. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023, persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,68%, sementara angka kemiskinan di Pulau Sulawesi mencapai 10,08%.

Sulawesi menjadi satu-satunya pulau yang mengalami peningkatan kemiskinan sebesar 0,02 poin dari 10,06% pada September 2022. Kenaikan angka kemiskinan tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara dari 11,27% pada September 2022 menjadi 11,43% pada Maret 2023.

Disusul Sulawesi Tengah, yang mengantongi 85 IUP nikel, mengalami kenaikan 0,11 poin dari 12,30% menjadi 12,41%. Di tempat ketiga ada Sulawesi Selatan dengan 34 IUP nikel, yang mengalami kenaikan dari 8,66% menjadi 8,70%. Kemiskinan di Maluku Utara yang menjadi salah satu sentra penghasil dan pengolah nikel, meningkat 0,09 poin dari 6,37% menjadi 6,46%.

Selain itu, angka pengangguran terbuka di tujuh provinsi penghasil nikel tercatat naik di tengah penurunan tingkat pengangguran secara nasional. Angka pengangguran terbuka di Sulawesi Tenggara pada Februari 2023 meningkat 0,3 poin dari 3,36% pada Agustus 2022 menjadi 3,66%.

Di Sulawesi Tengah, angka pengangguran bergerak dari 3% menuju 3,49%, sedangkan di Sulawesi Selatan angka pengangguran naik dari 4,51% menjadi 5,26%. Maluku Utara yang memiliki kawasan industri terpadu untuk pertambangan dan pengolahan nikel seperti Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), mencetak kenaikan angka pengangguran dari 3,98% menjadi 4,60%.

Apabila menilik dari sisi Indeks Pembangunan Manusia, provinsi penghasil nikel seluruhnya memiliki angka di bawah rata-rata nasional. Adapun IPM Indonesia pada 2022 meningkat 0,62 poin dari 72,29 menjadi 72,91.

IPM Sulawesi Tenggara, misalnya, berada di angka 72,23, berada di belakang Sulawesi Utara yang mencatatkan IPM 73,81. Mengekor di belakang Sulawesi Tenggara ada Sulawesi Tengah yang mencatatkan angka 70,28.

Sementara itu IPM Maluku Utara berada di angka 69,47. IPM Kabupaten Serang tak kalah rendah, di angka 67,75 dengan angka penggangguran terbuka meningkat dari 10,58% pada 2021 menjadi 10,61% pada 2021. Padahal, sebuah smelter nikel berkapasitas input 1,2 juta ton mulai beroperasi pada 2021 di kabupaten ini.

Indeks Pembangunan Manusia 2022 (BPS)

Juru Kampanye Trend Asia Novita Indri mengatakan kemiskinan multi dimensi yang bercokol di kantong nikel menunjukkan trickle down effect tidak terjadi. Ada kerusakan struktural yang solusinya tidak sesederhana melakukan hilirisasi atau membangun perguruan tinggi di lokasi tersebut. "Pemerintah perlu melihat akar persoalan kemiskinan multi dimensi ini adalah kerusakan lingkungan besar-besaran akibat berbagai kegiatan penambangan dan pengolahan nikel," kata dia.

Ia memberi contoh Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara yang semula merupakan lumbung pertanian dan kelautan, berubah lanskap ekonominya menjadi lumbung komoditas berbasis tambang. Akibatnya, terjadi alih fungsi lahan yang semula adalah basis ekonomi masyarakat untuk pertambangan skala besar dengan metode penambangan terbuka yang mengupas dan mengeruk kulit bumi.

Di satu sisi, kata dia, aktivitas penambangan tersebut menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak hingga ke laut. "Tidak hanya petani yang kehilangan lahan garapan, nelayan pun kehilangan sumber mata pencaharian karena rusaknya ekosistem kelautan. Mereka tak bisa serta merta langsung diserap sebagai tenaga kerja di industri yang padat modal tersebut," kata dia.

Hilangnya sumber ekonomi masyarakat akibat kerusakan lingkungan, menjadi sumber kemiskinan baru yang menimbulkan efek domino ke segala aspek kehidupan masyarakat.

Ia menyebutkan kerusakan lingkungan menciptakan krisis air bersih, yang berisiko mendatangkan penyakit sementara warga sudah tak lagi memiliki kemampuan ekonomi untuk membeli air bersih. Aktivitas penambangan dan debu tambang membuat warga terkena ISPA sedangkan mereka tak memiliki kemampuan ekonomi untuk menjangkau pengobatan yang diperlukan.

Hilangnya kemampuan ekonomi ditambah krisis air bersih melahirkan persoalan stunting. Dengan segala persoalan yang ditinggalkan untuk masyarakat di lingkar tambang, kata dia, masyarakat tak pernah tahu berapa porsi dari devisa yang disisihkan untuk memulihkan lingkungan mereka.

Selain itu, kata dia, kehadiran tambang menorehkan luka baru di dalam masyarakat akibat konflik sosial di antara masyarakat. "Yang semula kohesi sosialnya tinggi, menjadi tercerai-berai. Devisa yang dihasilkan rasanya tak cukup untuk melakukan pemulihan lingkungan dan pemulihan sosial," kata Novita.

AKTIVITAS DI KAWASAN INDUSTRI SMELTER NIKEL DI KONAWE (ANTARA FOTO/Jojon/hp..)

Delusi Hilirisasi

Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan hilirisasi justru menciptakan pengangguran di sekitar smelter karena mayoritas pekerja berasal dari luar daerah, bahkan dari luar provinsi dan luar negeri (TKA). "Tenaga kerja yang dibutuhkan berasal dari jurusan-jurusan tertentu yang umumnya hanya dimiliki universitas di Pulau Jawa," kata dia.

Menurut Andry, belum ada panduan yang jelas mengenai investasi berkualitas di sektor nikel agar tidak merusak lingkungan. Sebab, kata dia, cadangan nikel akan habis dalam 13-15 tahun mendatang. "Setelah itu lalu apa? Ini yang harus dipikirkan supaya tidak mewariskan kerusakan lingkungan kepada masyarakat lokal," kata dia.

Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien mengatakan hilirisasi masih belum mendatangkan banyak manfaat. Terlebih, menurut dia, Indonesia bukan pihak yang paling banyak memanfaatkan nikelnya.

Andi mengutip riset IEEFA, yang menunjukkan 75% dari mobil listrik yang dijual di Indonesia pada 2022 menggunakan baterai berbasis besi atau LFP yang tidak mengandung nikel. "Secara narasi politik, ini berantakan," kata dia kepada Katadata.co.id.

Selain itu, ia menyebutkan pemerintah gagal mewujudkan pembangunan pabrik baterai untuk mobil listrik karena hingga saat ini hanya mengolahnya menjadi pellet, nickel pig iron, ferro nickel, atau besi baja setengah jadi saja. Andi juga menyinggung soal dominasi Cina dalam industri smelter.

Persoalannya, menurut dia, berbagai insentif dan kemudahan dalam berinvestasi menyebabkan devisa yang diterima tak sepadan dengan kerugian yang harus ditanggung. "Kerugian HAM dan lingkungan justru lebih besar dengan dampak positif terhadap masyarakat yang masih minim. Ibarat obat, ini salah resep," kata dia.

Menurut Andi, sampai saat ini eksploitasi nikel hanya memberikan keuntungan pada investornya saja. Karena itu, kata dia, diperlukan kerangka pengaman untuk memastikan pemulihan lingkungan dan perlindungan hak-hak masyarakat atas aktivitas tambang.

Ia mengatakan berbagai peraturan yang dimiliki saat ini tidak mengatur secara rigid mengenai upaya pemulihan lingkungan dan hak yang dilukai oleh pertambangan.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, misalnya, tidak mewajibkan perusahaan tambang untuk memberikan laporan berkala mengenai pelaksanaan penanganan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup.

Demikian pula pada Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. "Aturan ini tidak melihat kaidah pertambangan yang baik sebagai upaya holistik untuk mencegah pelanggaran HAM dan mencegah kerusakan lingkungan," kata dia.

Jika bersedia, menurut Andi, pemerintah dapat merujuk kerangka pengaman dalam Initiative Responsible Mining Assurance (IRMA) yang bersandar pada panduan OECD Due Diligence Guidance for Responsible Supply Chains of Minerals from Conflict-Affected and High-Risk Areas.

Cakupan asesmen IRMA dimulai sejak prapenambangan, operasi penambangan, distribusi, supply chain, rantai ekspor, hingga kegiatan pascatambang dan pemulihan hak yang terlukai akibat pertambangan. "Ini memberikan perlindungan yang lebih ketat bagi pertambangan, khususnya di Indonesia," kata dia.

Dalam IRMA, misalnya, perusahaan wajib melaksanakan free, prior and informed consent (FPIC) atau persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan. FPIC dalam IRMA, kata Andi, sangat ketat karena tidak dapat direduksi menjadi proses 'konsultasi bermakna' atau sebatas sosialisasi AMDAL.

Aturan lainnya dalam IRMA adalah pelarangan pembuangan limbah tailing ke laut dalam. Ini berseberangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang membolehkan pembuangan limbah dari smelter ke laut atas persetujuan teknis dari pemerintah.

Menurut Andi, peraturan Indonesia masih jauh di bawah IRMA dalam banyak aspek. Sebab itu, jika ingin mewujudkan investasi nikel berkualitas, ia menyarankan pemerintah mengetatkan peraturan dan pengawasan, minimal mengacu pada kerangka IRMA.

Untuk mendorong distribusi keuntungan yang adil dan layak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkar tambang, Juru Kampanye Trend Asia Novita Indri mengatakan, perlu dibuat skema atau mekanisme baru dalam Dana Bagi Hasil pertambangan yang mengutamakan transparansi. "Selama ini kita tidak pernah tahu apakah porsi sesuai UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 cukup atau tidak untuk daerah," kata dia.

Meski porsi DBH ditingkatkan, kata dia, pemanfaatan oleh daerah yang tidak langsung menyentuh persoalan kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang dan kerusakan lingkungannya, tak akan pernah cukup untuk mengatasi berbagai ekses yang ditimbulkan dari tambang. "Jangan-jangan DBH dimanfaatkan lagi-lagi untuk pembangunan infrastruktur yang tidak esensial bagi masyarakat di lingkar tambang yang selama ini terkena dampak buruk tambang," kata dia.

Sementara itu menurut Andry dari INDEF, perlu dibuat pengetatan pemanfaatan DBH tersebut dengan menggunakan indikator kesejahteraan di daerah. "Selain itu perlu diberikan kebijakan insentif dan disinsentif bagi industrinya," kata dia.

Andry menekankan industri nikel selama ini sangat dimanjakan dengan harga di bawah pasar dan libur pajak yang cukup panjang. "Ini harus dibenahi dengan mengedepankan tata kelola lingkungan dan sosial yang baik (ESG)," kata dia.

Menurut Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi, pemerintah saat ini sangat menyadari tantangan kesejahteraan di provinsi penghasil nikel. "Oleh karena itu, kami akan terus mendorong berbagai program pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan pelatihan, serta inisiatif kemitraan dengan sektor swasta agar masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari investasi di sektor nikel," kata dia kepada Katadata.co.id.

Jodi mengatakan pemerintah meyakini kunci kesejahteraan masyarakat adalah dengan meningkatkan nilai tambah industri. Sebab, melalui hilirisasi, tercipta lebih banyak lapangan pekerjaan, serta memberikan peluang bagi UMKM lokal untuk terlibat dalam rantai pasok industri nikel.

Saat ini, menurut Jodi, yang menjadi prioritas pemerintah adalah penyerapan tenaga lokal sebesar-besarnya dalam industri nikel. "Kami sedang berkolaborasi dengan industri dan lembaga pelatihan khusus bagi masyarakat lokal agar mereka memiliki keterampilan khusus yang diperlukan industri," kata dia.

Kemenkomarves, kata Jodi, sangat memahami pentingnya menjaga lingkungan untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakat yang masih mengandalkan profesi tradisional. "Karena itu, kami akan memperketat regulasi dan pengawasan serta memastikan setiap perusahaan memiliki izin lingkungan dan menjalankan upaya mitigasi dampak lingkungan secara bertanggung jawab," kata dia.