Biang Kerok Produksi dan Lonjakan Harga Beras

Katadata | Muhamad Yana - AI
Penulis: Muchamad Nafi
20/3/2024, 08.00 WIB
  • Harga beras melesat sejak akhir tahun lalu dan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Februari kemarin.
  • El Nino yang memicu kemarau panjang dan kenaikan harga pupuk membuat produksi padi menyusut, sementara konsumsi beras tetap tinggi.
  • Berbagai upaya pemerintah dari serbuan pasar murah hingga impor beras belum efektif meredam lonjakan harga beras.

Setidaknya sembilan hari Presiden Joko Widodo puasa bicara ke publik mengenai beras. Komoditas pangan ini sedang disorot masyarakat lantaran harganya terus merangkak naik sejak akhir tahun lalu. Kamis pekan kemarin, Jokowi baru membahasnya lagi saat mendatangi Pasar Kawat.

Di area jual-beli tradisional Tanjung Balai, Sumatera Utara itu, dia menyatakan harga beras mulai turun. Justru komoditas lain seperti cabai yang naik. Jokowi menunjuk penurunan itu tercermin pada beras yang disalurkan Perum Bulog.

“Harganya Rp 57 ribu untuk lima kilogram. Beras lokal medium juga masih di Rp 12.800. Dibandingkan di provinsi lain, masih lebih baik,” kata Jokowi. “Kalau harga bisa kita kendalikan seperti ini akan baik untuk masyarakat.”

Ini kali pertama mantan Wali Kota Solo itu membicarakannya sejak 4 Maret lalu di Lanud Halim Perdanakusuma. Ketika hendak bertolak ke Australia, dia kurang berselera untuk membahas kenaikan harga beras. “Jangan terus ditanyakan ke saya. Cek ke lapangan sendiri, berbondong-bondong ke sana,” ujarnya kepada para juru warta.

Pekan sebelumnya, Jokowi memang diberondong pertanyaan serupa. Menurut dia ketika itu, harga beras di sejumlah perkulakan seperti Pasar Induk Cipinang Jakarta dan Pasar Johar Karawang kian melandai. “Jangan menginformasikan harga naik seperti itu,” katanya.

Beras penyumbang inflasi Oktober (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa.)

Namun pada hari itu, data panel komoditas di Badan Pangan Nasional memperlihatkan rata-rata harga beras premium secara nasional di pedagang eceran Rp 16.490 per kilogram, naik 0,7 % dari pekan sebelumnya. Sementara harga beras medium naik 0,55 % menjadi Rp 14.380 per kilogram.

Angka tersebut melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023. Di sana tertera bahwa HET beras medium Rp 10.900 - 11.800 per kilogram dan beras premium Rp 13.900 - 14.800 per kilogram.

Kenaikan harga beras di Tanah Air mulai terasa sejak September tahun lalu untuk jenis medium dan premium. Masing- masing harga kedua varian ini bertahan di sekitar Rp 13.200 dan Rp 14.900 per kilogram selama kuartal keempat 2023. Namun memasuki Januari 2024, harga beras kembali melejit seiring permintaan yang meningkat, seperti untuk program bantuan sosial pemerintah di masa-masa kampanye pemilu.

Bahkan pada Februari kemarin, Badan Pusat Statistik mencatat rata-rata harga beras di tingkat penggilingan, grosir, dan ecaran mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Menurut Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, rata-rata harga beras di tingkat eceran pada bulan lalu Rp 15.157 per kilogram, naik 5,28 % secara bulanan atau melonjak 19,28 % secara tahunan.

Dilihat dari tingkat grosir, kenaikannya 5,96 % secara bulanan, melesat 20,08 % secara tahunan menjadi Rp 14.398 per kilogram. “Harga beras yang disajikan BPS merupakan harga rata-rata yang mencakup berbagai jenis kualitas beras dan berbagai wilayah di Indonesia,” kata Habibullah pada Jumat, 1 Maret 2024.

Rata-rata Harga Beras Nasional per Bulan (Katadata | Muhamad Yana)

Bertumpuk Masalah Menggelayuti Produksi dan Harga Beras

Sebagai petani yang menggeluti sawahnya sendiri, Abdul senang harga gabah di daerahnya, Banyumas, cukup bagus, sudah menyentuh Rp 900 ribu per kuintal. Bila masuk penggilingan, padi kering tersebut akan menghasilkan beras sekitar 57 kilogram. Artinya, beras di tingkat petani berkisar Rp 15.700 per kilogram.

Produksi padi dari beberapa petak sawah yang dia garap sekitar satu ton per panen. Dengan harga gabah saat ini, pendapatannya bisa tembus Rp 9 juta. Walau terlihat besar, Abdul menyimpan kegundahan lantaran biaya produksi cukup tinggi terutama dari kenaikan harga pupuk urea dan NPK.

Sebenarnya Abdul mendapat alokasi pupuk subsidi yang dibeli di koperasi. Namun sudah dua tahun ini jatah pupuk subsidi makin menyusut, hanya 60 kilogram. Jumlah ini tak mencukupi sawahanya yang membutuhkan lebih dari 100 kilogram. “Masih bisa membeli pupuk non-subsidi di luar koperasi, tapi harganya sangat mahal,” ujarnya.

Di luar kopersi, harga urea dan NPK bisa dua kali lipat dari yang subsidi Rp 2.250 dan Rp 2.300 per kilogram. Bila pemberian pupuk kurang akan berimbas pada hasil panen yang tidak maksimal sehingga produksi padi rendah. Ini simalakama bagi banyak petani.

Tingginya harga pupuk non-subsidi juga terjadi di tingkat global. Data Bank Dunia menyebutkan, rata-rata harga pupuk urea di pasar global pada Februari 2024 mencapai US$ 351,25 per ton. Angka ini naik 4,7 % dibandingkan bulan sebelumnya.

Rabu pekan lalu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membenarkan kondisi perpupukan tersebut saat rapat kerja bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat. Pasokan pupuk bersubsidi mulai susut sejak dia tak menjabat Menteri Pertanian pada 2019.

Menurut Amran, pemerintah sebenarnya sudah konsisten menganggarkan subsidi pupuk 9,55 juta ton pada 2014-2018. Volumenya mulai turun pada 2019 menjadi 8,87 juta ton dan kembali susut pada 2022 sebanyak 7,78 juta ton. Bahkan, dibandingkan alokasi 2018, jatah pupuk tahun ini tinggal separuhnya sekitar 4,73 juta ton.

Karena itu, kementeriannya mengusulkan penambahan anggaran subsidi pupuk pada paruh kedua 2024 mencapai Rp 14 triliun. Amran menyadari bahwa salah satu akar kenaikan harga beras lantaran minimnya pasokan pupuk bersubsidi. Sebab hal itu akan menekan produksi padi dan membuat penggilingan memperebutkan gabah petani.

Selain produksi padi per hekatare yang rendah lantaran minim pupuk, pasokan beras nasional berkurang karena luas lahan tanam menurun. Menurut Amran, data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa luas tanaman padi pada 2024 menyusut signifikan hinggga 1,9 juta hektare dibandingkan tahun lalu.

Masalah produksi padi belum selesai di sini. Perubaan iklim pada tahun lalu memicu El Nino. Naiknya suhu muka laut ini membuat cuaca berubah. Bagi Indonesia berarti curah hujan berkurang sehingga musim kemarau makin panjang. Alhasil, di sebagian daerah, masa tanam mundur. Tak sedikit yang gagal panen. “El Nino atau disrupsi climate change menyebabkan produksi turun 30 persen,” kata Amran.

Volume Produksi Padi Indonesia (Katadata | Muhamad Yana) 

Center for Indonesian Policy Studies pada awal Januari lalu juga menyoroti hal ini. Lembaga penilitian tersebut melaporkan, EL Nino menimbulkan gagal panen di sejumalah sentra produsen padi sehingga pasokan beras berkurang pada akhir tahun lalu.

Peniliti CIPS Aditya Alta mangatakan musim kemarau yang datang lebih cepat dan berlangsung lebih panjang memicu keterlambatan panen padi. Musim tanam pertama 2024 yang seharusnya bisa dimulai pada Oktober 2023 mundur ke Desember karena musim hujan telat.

Alhasil, panen baru bisa dinikmati sekitar Maret dan April 2024. Lantaran itu, kata Aditya, produksi padi turun di kedua bulan pertama tahun ini.

Sementara produksi padi menyusut, konsumsi beras masyarakat tidak berkurang. Jurang permintaan dan penawaran ini membuat defisit beras di Tanah Air. “Kenapa harga beras tinggi? Karena delapan bulan terakhir defisit antara produksi dan konsumsi,” kata Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi pada akhir Februari lalu.

Sejumlah kalangan menilai, permintaan beras yang tinggi sejak akhir tahun lalu tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat. Bantuan sosial pemerintah selama masa kampanye Pemilu 2024 juga ditengarai berandil pada lonjakan harga beras.

Namun pemerintah menampik bahwa bansos telah dipolitisasi. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, misalnya, pada Februari lalu menyatakan bansos beras 10 kilogram sebagai bentuk kehadiran negara saat rakyat terjepit kenaikan harga. Apalagi dananya memang sudah ada di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Sepekan setelah Pemilu 2024, Presiden Jokowi pun bersuara bahwa pemberian beras 10 kilogram ke 22 juta keluarga rentan sebagai bantuan ketika harga beras melonjak. “Kenapa pemerintah memberikan beras sebulan 10 kilogram, karena kita tahu harga beras di seluruh negara naik, tidak hanya di Indonesia,” kata Jokowi pada Selasa, 20 Februari 2024. Menurutnya, kenaikan harga beras dunia akibat perubahan iklim sehingga banyak gagal panen.

Kamis pekan lalu, masalah bansos yang disalurkan pemerintah saat masa pemilu ini menjadi bahasan cukup panas di Komisi VI DPR. Anggota Komisi dari fraksi PKS Amin AK dan Fraksi Demokrat Herman Khaeron mencecar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, yang saat itu bersama Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food), Dirut Perum Bulog, dan Dirut PT Perkebunan Nusantara III.

Menurut Zulkifli, pemberian bansos beras tak ada kaitannya dengan pemilu. Bansos diberikan lantaran pergeseran panen dan sulitnya menanam padi karena fenomena El Nino. “Kalau panen kita bergeser, berarti petani enggak punya beras. Artinya banyak masyarakat yang kesulitan. Oleh karena itu bansos diperlukan,” kata Zulkifli.

Kendati demikian, ia tak menampik ada efek lain dari pembagian bansos tersebut. “Bahwa akibat pemberian bansos ada keuntungan, itu soal lain,” ujarnya seraya menyebutkan nilai bansos El Nino sekitar Rp 400 ribu. “Bansos diperlukan, apakah pemilu atau tidak pemilu.”

Mendag ungkap penyebab kenaikan harga beras (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.) 

Serbuan Operasi Pasar dan Impor Meredam Lonjakan Harga Beras

Kenaikan harga pangan menjelang Ramadan dan Lebaran sudah menjadi siklus tahunan. Namun beban masyarakat kali ini lebih berat karena harga beras sudah naik sejak akhir tahun lalu, dan menjadi-jadi mendekati bulan puasa.

Untuk meredam gejolak harga beras dan sejumlah bahan pokok lain seperti minyak, gula, hingga bawang dan cabai, pemerintah mengadakan operasi pasar. Memasuki awal Ramadan pekan lalu, gaspol bazar murah digelar di penjuru Tanah Air, selain terus menyalurkan bantuan 10 kilogram beras bagi 22 juta keluarga penerima manfaat.

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, misalnya, Pemerintah Kabupaten Belitung Timur membuka kedai pengendali inflasi. Berlokasi di Kios Pasar Lipat Kajang Manggar, kedai ini membandrol beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ukuran lima kilogram hanya Rp 53 ribu. Minyak goreng Rp 12.500 per liter, tepung terigu Rp 10 ribu per kilogram, dan gula pasir Rp 16 ribu per kilogram.

Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Belitung Timur Tri Astuti mengatakan, pembelian sembako masih dibatasi terutama untuk beras SPHP dan minyak goreng. Setiap orang maksimal hanya boleh membeli dua karung beras dan dua liter minyak goreng. “Untuk mengantisipasi penyalahgunaan,” ujarnya.

Pengendalian harga pangan jelang Ramadhan di Sulsel (ANTARA FOTO/Hasrul Said/YU/aww.)

Di Situbondo, Jawa Timur, Perum Bulog Cabang Bondowoso turut berpartisipasi dalam Pasar Ramadan dengan membuka stan beras SPHP. Di acara yang digelar Pemerintah Kabupaten Situbondo Rabu lalu, Bulog menjual beras kemasan lima kilogram Rp 51.500. Seperti di Belitung, pengunjung hanya bisa membeli maksimal dua karung.

Di hari pertama pasar murah ini, Bulog menyediakan 10 ton beras. Menurut Pemimpin Perum Bulog Cabang Bondowoso-Situbondo Hesty Retno Kusumastuti, pasokan akan ditambah bila animo masyarakat tinggi. “Hari ini masuk 2.000 ton dan dalam waktu dekat ada tambahan 2.500 ton. Jadi, stok beras aman untuk bantuan pangan dan operasi pasar,” ucapnya.

Imbaun agar masyarakat tenang menghadapai gejolak komoditas ini disampaikan oleh banyak petinggi pemerintah. Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin pun menegaskan beras di provinsinya tidak defisit. Stoknya mencukupi sampai Idul Fitri nanti.

Para pamong di tanah Pasundan juga berkoordinasi dengan Bulog agar distribusi beras lancar. Bey meminta pemda kabupaten dan kota lebih gencar mengadakan pasar murah secara masif dan tidak melulu mengandalkan pemerintah provinsi.

“Masyarakat tidak perlu panic buying. Pasar murah harusnya digeber di kabupaten dan kota, tidak hanya kami. Tapi kembali lagi kepada anggaran masing-masing apakah ada atau tidak,” ujar Bey.

Lalu dari mana beras untuk mencukupi serbuan pasar murah tersebut? Kementerian Pertanian memperkirakan pada Maret dan April mulai musim panen pertama. Dengan demikian pasokan beras akan bertambah untuk memenuhi konsumsi masyarakat yang mencapai 2,5 juta ton per bulan.

Selain dari produksi dalam negeri, cadangan beras pemerintah akan diperkuat dari impor. Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto menyatakan stok beras 1,4 juta ton saat ini mencukupi untuk kebutuhan selama Ramadan hingga Lebaran Idul Fitri. Apalagi, Bulog masih memiliki sisa kuota impor 1,5 juta ton.

Bahkan, agar cadangan beras pemerintah makin kokoh sampai hari raya, Senin kemarin Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menambah impor 22.500 ton beras dari Kamboja. Keputusan tersebut diambil dalam rapat di Istana Kepresidenan.

Menurut Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, pada dasarnya pemerintah mengutamakan produksi dalam negeri. Hanya saja, pasokan Bulog saat ini sebagian dari impor, sambil menanti panen raya padi Maret-April ini untuk menyokong ketersediaan stok beras. Dengan pasokan yang diprediksi kembali melimpah tersebut, pemerintah optimistis harga beras di pasaran tak lagi selangit di Ramadan ini.

Apa berbagai upaya tersebut cukup jitu mengerem laju kenaikan harga beras? Bila menengok situs Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, Bank Indonesia, grafik harga beras pada Selasa kemarin merah semua. Rata-rata harga beras Medium I per kilogram Rp 16.100, Medium II Rp 15.850, Super I Rp 17.400, dan Super II Rp 16.850.

Angka-angka ini masih melewati harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Bapanas sebesar Rp 13.900 untuk jenis premium. Bahkan harga rerata tersebut masih di atas HET revisi yang dinaikkan menjadi Rp 14.900 per kilogram, perubahan yang akan berlaku hingga bulan depan.

"Harga beras mungkin akan bertahan, tidak sampai serendah seperti yang diperkirakan semula," ujar Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi kemarin sembari menginformasikan harga beras mulai turun dari kenaikan tertingginya.

Reporter: Andi M. Arief, Muhamad Fajar Riyandanu, Ade Rosman, Antara