Antonius NS Kosasih dicopot dari jabatan Direktur Utama PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau Taspen (Persero) sehari setelah Komisi Pemeriksaan Korupsi (KPK) mencegah dirinya ke luar negeri pada awal Maret lalu.
Selain Kosasih, KPK juga mencegah Direktur Utama PT Insight Investments Management, Ekiawan Heri Primaryanto. Keduanya terseret dugaan korupsi dalam pengelolaan investasi PT Taspen tahun 2019.
KPK sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan dan menetapkan para tersangka, meski belum mengumumkan identitas mereka. "Tersangka belum dapat diumumkan kepada publik hingga kami anggap seluruh tahapan pengumpulan alat bukti ini cukup," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada Katadata, pekan lalu.
Kementerian BUMN memilih mencopot Antonius NS Kosasih setelah mempelajari kasus yang menjeratnya. "Kami serahkan kepada KPK, kami siap membantu bila KPK membutuhkan data," kata Juru bicara Menteri BUMN Arya Sinulingga.
Lembaga antirasuah memulai penyelidikan kasus ini bermula dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan investasi Taspen. Dari laporan BPK itu terkuak skema pengelolaan investasi reksa dana antara Taspen dan manajer investasi PT Insight Investment Management (IIM). Reksa dana milik Taspen itu anjlok 29,63% atau nilai investasinya minus Rp 296,25 miliar. "Penyidikan kasus ini menggunakan LHP BPK di samping kami terus mengumpulkan alat bukti yang lain," kata Ali.
Saat masih dalam proses awal penyelidikan, KPK menggali keterangan dari mantan istri Kosasih, Rina Lauwy pada September 2023. Ketika itu, Rina menyerahkan 39 rekening koran yang dia dan Kosasih miliki.
Pemeriksaan saksi dari pihak Taspen dan manajer investasi masih terus berlanjut. Di antaranya, dua mantan pejabat tinggi Taspen yakni Direktur Utama Taspen periode 2013–2020, Iqbal Latanro, dan Kepala Divisi Pasar Modal dan Pasar Uang Taspen 2016-2019 Patar Sitanggang.
Potensi Kerugian Negara dari Reksa Dana
Tiap bulannya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak menerima gajinya secara utuh. Gaji pokok dan tunjangan (istri dan anak) setiap PNS dipotong 4,75 persen setiap bulan. Potongan inilah yang menjadi iuran dana pensiun, yang kemudian dikelola Taspen. Selain mengelola dana pensiun PNS, Taspen mendapat tugas mengelola aneka program kesejahteraan para pegawai BUMN maupun PNS.
Alhasil, dana investasi yang dikelola Taspen dalam ukuran jumbo. Saldo investasi Taspen per 31 Desember 2021 sebesar Rp 292,55 triliun atau naik 6,41 persen dibanding tahun sebelumnya. BUMN ini mengelola dana pada 10 instrumen investasi, seperti deposito, saham, reksadana, hingga sukuk.
Pada 2021, BPK menyoroti pengelolaan investasi pada reksa dana. Nah, di sinilah BPK menemukan penurunan nilai investasi reksa dana Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 (I-Next G 2) dari Rp 1 triliun menjadi Rp 703,74 miliar pada akhir 2021. Reksa dana ini diterbitkan PT Insight Investments Management (IIM).
Taspen membeli reksa dana I-Next G 2 dengan alasan khusus untuk menyiasati potensi kerugian dari pembelian Sukuk Ijarah PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPSF) II Tbk pada 2016.
Sejak 2018, bisnis emiten Tiga Pilar yang berkode saham AISA mengalami gonjang ganjing. Pada 19 Juli 2018, perusahaan gagal bayar kupon sukuk TPSF II yang jatuh tempo. Ketika itu, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) pun menurunkan ratingnya dalam kriteria Selective Default (SD).
Kondisi ini membuat para investor pemilik sukuk menelan potensi kerugian termasuk Taspen. Setahun kemudian, barulah direksi Taspen mencari cara untuk menyiasati restrukturisasi sukuk TPSF II.
Direksi menggelar rapat komite membahas persoalan itu pada 29 Mei 2019. Ketika itu Antonius Kosasih menjabat sebagai direktur investasi dan Iqbal Latanro sebagai direktur utama.
Komite Investasi memutuskan bekerja sama dengan IIM yang menawarkan skema restrukturisasi sukuk TPSF II. Kesepakatan ini dengan syarat Taspen membeli reksa dana I-Next G 2.
IIM bersedia membeli sukuk TPSF yang dimiliki Taspen pada harga par atau nominal saat jatuh tempo. Selain itu, IIM juga bersedia mengikuti ketentuan Taspen dalam memilih seluruh instrumen investasi reksa dana.
Taspen membeli reksa dana I-Next G 2 pada 31 Mei 2019. Pada hari yang sama, Taspen menjual sukuk TPSF II melalui broker PT SS sebesar Rp 228,77 miliar. Lalu, IIM membeli sukuk tersebut dari broker.
Penjualan sukuk ini menyebabkan Taspen mengalami cut loss Rp 237,620 miliar. Kemudian pada 2020, kembali menjual rugi senilai Rp 19,122 miliar.
Pada 28 Juni 2019, reksa dana I-Next G 2 masih mencatatkan portofolio sukuk TPSF II senilai Rp 130 miliar. Namun, sukuk tersebut sudah tak tercatat di reksa dana pada 31 Juli 2019.
Dalam laporan laba rugi reksa dana I-Next G 2, tercatat kerugian investasi yang telah terealisasi sebesar Rp 237,6 miliar pada 2019. Kemudian pada 2020 realisasi kerugian bertambah Rp 19,12 miliar.
Pada awal perjanjian, IIM memproyeksikan skema itu bisa membuat reksa dana berkembang 9,5 persen hingga 11,5 persen per tahun dalam waktu kurang lebih lima tahun. Namun, nilai reksa dana hingga 31 Desember 2021 berkurang menjadi Rp 703,74 miliar atau mengalami penurunan sebesar Rp 296,25 miliar.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan konversi sukuk yang tak menguntungkan dimasukkan dalam reksa dana merupakan hal yang lumrah. "Itu cukup lazim, biasa digunakan sejumlah fitur investasi," kata Irvan kepada Katadata.
Nilai sukuk yang terus merosot dalam portofolio reksa dana berstatus unrealized loss atau tercatat mengalami penurunan nilai. Namun, apabila sukuk yang tak menguntungkan tersebut dijual perusahaan negara, maka status unrealized loss menjadi kerugian negara. "Bila sukuk dilepas ada realisasi kerugian investasi. Itu bisa menjadi kerugian negara," kata Irvan.
Irvan juga menyoroti skema pelepasan sukuk yang melalui beberapa pihak. Dia menilai proses itu berpotensi menambah biaya operasional yang dibebankan kepada Taspen. "Seperti upaya merekayasa dengan menjual ke broker kemudian membeli kembali," kata dia.
KPK pun masih menghitung dugaan kerugian negara dalam pengelolaan investasi Taspen dan IIM. "Diduga timbul kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah,” kata Ali singkat.
Dalam catatannya, BPK menganggap skema investasi itu melanggar prinsip kehati-hatian yang menjadi syarat dalam pengelolaan investasi Taspen.
Skema ini juga dianggap melanggar Peraturan OJK No. 23 /POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Pada Pasal 6 ayat (1) huruf l disebutkan larangan Manajer Investasi membeli efek dari pemegang unit penyertaan/terafiliasi kecuali pada harga pasar wajar.
Kepada BPK, direksi Taspen menjelaskan merosotnya nilai investasi I-Next G 2 disebabkan kondisi pandemi Covid-19 yang menyebabkan terganggunya binis emiten-emiten yang menjadi underlying reksa dana tersebut.
Adapun, Corporate Secretary PT Taspen Yoka Krisma Wijaya enggan memberikan tanggapan kasus secara detail. "Terkait dengan kasus itu, kami juga masih menunggu proses penyidikan. Kami mendukung serta menghormati proses yang saat ini sedang dilakukan KPK," kata Yoka melalui aplikasi WhatsApp.
Sengkarut Masalah Asuransi di Indonesia
Temuan BPK atas persoalan reksa dana I-Next G 2 adalah bagian dari hasil pemeriksaan selama kurun 2020-2021. Selama dua tahun berturut-turut, BPK memeriksa pengelolaan investasi Taspen untuk periode keuangan 2018-2021.
Pemantauan terhadap perusahaan asuransi milik pemerintah ini menjadi prioritas setelah mencuatnya kasus korupsi ugal-ugalan pada PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri pada 2020.
Selain menyoroti reksa dana, terdapat temuan menarik lainnya. Misalnya, BPK menghitung solvabilitas Taspen pada 2018-2019 berturut-turut 95,81 persen dan 95,67 persen. Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar utang atau tagihan jangka panjang. Berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahan asuransi perlu menjaga solvabilitas minimal 120 persen.
Selain itu, BPK juga memberikan catatan khusus terhadap pengelolaan investasi saham. Ada tujuh saham yang belum belum mengalami peningkatan nilai dari 2017–2019. BPK menghitung, terdapat potensi kerugian (unrealized loss) dari anjloknya nilai saham sekitar Rp 1 triliun dari tujuh emiten tersebut.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai temuan BPK menunjukkan pentingnya untuk terus memantau atau mengawasi Taspen. Apalagi sebelumnya direksi anak usaha Taspen, PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life), terseret kasus korupsi . Tahun lalu, mantan Dirut Taspen Life Maryoso Sumaryono didakwa korupsi pengelolaan investasi senilai Rp 133,7 miliar. Maryoso dianggap merugikan negara karena macetnya investasi Medium Term Notes (MTN) Prioritas Finance 2017 sebesar Rp 150 miliar.
Irvan mengatakan kasus-kasus yang dialami Taspen perlu mendapat perhatian, agar tak mengulangi masalah yang terjadi pada Asuransi Jiwasraya dan Asabri. "Taspen memang masih jauh lebih baik dibandingkan Jiwasraya dan Asabri. Tapi pengawasan jangan sampai lengah," kata dia.
Irvan menyebut kasus korupsi jumbo yang terjadi pada Jiwasraya dan Asabri disebabkan lemahnya pengawasan, terutama OJK. "Jangan sampai kasus berulang, kelemahan pengawasan OJK perlu diperbaiki," kata dia.
Deputi Komisioner OJK Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Iwan Pasila mengatakan saat ini belum ada pengawasan terhadap pengelolaan dana Taspen. “Saya belum bisa komentar,” kata dia.
Juru bicara Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan masalah yang terjadi pada Taspen merupakan kasus lama. Hampir bersamaan dengan momen terjadinya pada Jiwasraya. Dia keberatan kasus Taspen menandakan persoalan asuransi BUMN terus berulang. “Ini kasus lama, sekarang sedang terus diperbaiki,” kata Arya.