Mengendus Dugaan Gratifikasi Penggunaan Jet Pribadi Anak Jokowi

Katadata / Bintan Insani
ilustrasi
Penulis: Ira Guslina Sufa
6/9/2024, 07.45 WIB

Kemunculan Kaesang Pangarep di rapat Partai Solidaritas Indonesia pada Rabu (4/9) malam menjadi sorotan. Kehadiran putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinanti setelah namanya terseret dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi. 

Penggunaan jet pribadi ini terendus usai istrinya, Erina Gudono membagikan konten di Instagram Story saat bepergian ke Amerika Serikat. Saat itu ia ditemani Kaesang untuk mengurus persiapan melanjutkan pendidikan S2 di University of Pennsylvania di Negeri Paman Sam.

Sejumlah sumber menyebut jet pribadi Gulfstream G650ER yang dipakai Erina dan Kaesang adalah milik perusahaan game online Garena yang berada di bawah naungan Sea Limited, Singapura. Pengamat penerbangan Alvin Lie dalam unggahan di akun Facebook pribadi pada Jumat (23/8) menyampaikan, pesawat dengan registrasi N588SE itu sangat misterius lantaran data penerbangan dihapus, sehingga tidak bisa dilacak pergerakannya.

Aktivitas Kaesang dan Erina itu menjadi sorotan lantaran terjadi bersamaan dengan heboh revisi Undang Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah di DPR. Revisi itu disebut-sebut akan menguntungkan Kaesang untuk maju pemilihan gubernur. Pengesahan revisi dibatalkan lantaran ada aksi besar-besaran dari kelompok masyarakat dan mahasiswa yang membuat pembahasan di DPR dihentikan.

Spanduk dukungan politik jelang Pilkada di Jakarta (ANTARA FOTOFoto/Muhammad Ramdan/aww.)

Hingga kini, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu belum memberi penjelasan terkait penggunaan jet pribadi tersebut. Kaesang yang beberapa hari ke belakang menghilang dari  publik sempat direncanakan akan dimintai klarifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Rencana KPK untuk mengusut dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi oleh Kaesang sudah diungkap oleh Wakil Ketua KPK Alex Marwata. Pada Jumat (30/8) ia mengatakan KPK sudah menyiapkan surat untuk meminta Kaesang melakukan klarifikasi. “Suratnya sedang dikonsep,” ujar Alex saat itu. 

Permintaan klarifikasi dari KPK merupakan tanggapan atas laporan yang dibuat masyarakat. Sebelumnya KPK telah menerima dua laporan. Pada Rabu (28/8) Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun terkait dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang Pangarep.

Belakangan rencana KPK meminta klarifikasi dari Kaesang mendapat pro dan kontra. Wali Kota Medan Bobby Nasution yang juga merupakan kakak ipar Kaesang menyebutkan pemanggilan untuk klarifikasi tidak bisa dilakukan lantaran adik Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming itu bukan penyelenggara negara. 

Adapun Kaesang yang ditemui awak media usai rapat di kantor PSI tak berkomentar ihwal polemik jet pribadi yang dialamatkan publik kepadanya. Ia hanya mengucapkan halo dan selamat malam seraya berjalan menuju mobil yang sudah diparkir di depan kantor PSI. 

KPK undang Kaesang untuk klarifikasi (ANTARA FOTO/Reno Esnir/app/aww.)

 

Kewenangan Usut Gratifikasi 

Soal permintaan klarifikasi, Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebut komisi memiliki kewenangan dalam mengusut Kaesang.  Meski Kaesang bukan pejabat negara, ia merupakan putra dari Presiden Joko Widodo dan adik wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Nawawi, Kaesang tidak bisa dilihat individu secara personal belaka. Ia menepis KPK memberikan perlakuan khusus dalam menangani kasus Kaesang. Di sisi lain Nawawi memastikan KPK bisa mengusut dugaan gratifikasi yang menyeret Kaesang. 

"Kita mengenal ada instrumen-instrumen hukum, seperti trading influence, perdagangan pengaruh, apakah memang kemudahan-kemudahan yang diperoleh oleh yang bersangkutan itu tidak terkait dengan jabatan yang barangkali disandang oleh sanak kerabatnya," tutur Nawawi. 

KPK pun menurut Nawawi telah memerintahkan Direktorat Gratifikasi dan Direktorat Pengaduan Laporan Masyarakat KPK untuk melakukan penjadwalan klarifikasi terhadap Kaesang. Ia pun mengatakan, Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan (PP) Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga telah rapat untuk menyusun daftar pihak mana saja yang akan dimintai klarifikasi terkait dugaan gratifikasi tersebut.

Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih mengatakan KPK tidak perlu ragu untuk mengusut kasus Kaesang. Ia menyebut dalam perkara ini, Kaesang tidak bisa hanya dilihat sebagai pribadi. 

“Kita harus memposisikan bagaimana posisi subjeknya Kaesang itu dengan posisi dalam keluarganya itu ada pejabat publik, ada pejabat penyelenggara-negara atau tidak,” ujar Yenti saat berbincang dengan Katadata.co.id. 

Menurut Yenti persoalan pemakaian jet pribadi bisa diklarifikasi dengan menelusuri rekam jejak penggunaan jet pribadi. Ia mengatakan penggunaan fasilitas dengan biaya besar seperti jet pribadi yang berbiaya besar harus bisa dipertanggungjawabkan. 

“Artinya kan ini ada pemilik private jet gitu kan, dipakai seseorang itu statusnya apa, dipinjam, disewakan atau apa gitu,” ujar Yenti. Penelusuran menurut Yenti seharusnya bisa dilakukan dengan menelusuri rekam jejak perjalanan dari Singapura ke Indonesia baru berangkat ke Amerika Serikat.

Yenti mengatakan penelusuran diperlukan untuk memastikan ada atau tidaknya gratifikasi yang diterima Kaesang dalam penggunaan jet pribadi. Merujuk Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya. 

 “Pasti ada catatannya di situ. Itu pertanggungjawaban hukumnya yang harus ada penjelasan,” ujar Yenti lagi. 

Dasar hukum kasus gratifikasi keluarga (diolah; Katadata)

Pelibatan PPATK

Penelusuran dugaan gratifikasi yang menjerat Kaesang juga bisa melibatkan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Mencurigakan (PPATK). Yenti menyebutkan pada saat penegak hukum sudah menemukan siapa yang menyewa jet pribadi kemudian dilakukan penelusuran transaksi. “Apakah memang dia nyewa? Kalau nyewa transaksinya bagaimana?” ujar Yenti. 

Pelibatan PPATK dinilai akan memudahkan dalam menuntaskan perkara. Menurut Yenti bila penegak hukum serius, akan mudah melacak apakah transaksi penyewaan sesuai dengan profil keuangan yang bersangkutan. 

Penggunaan fasilitas yang diluar profil seorang penyelenggara negara menurut Yenti bisa saja menjadi celah gratifikasi dan berujung pada penyuapan. Ia mengingatkan saat ini sudah ada beberapa kasus penyuapan yang tidak dilakukan secara langsung kepada penyelenggara negara. 

“Kadang-kadang orang itu tidak langsung menyuap pejabatnya, tapi memberikan kepada kerabat terdekatnya, itu juga harus diusut,” ujar Yenti. 

Dalam Pasal suap menyuap UU Tipikor menjelaskan bahwa pemberi dan penerima suap dapat dipidana penjara maupun denda. Adapun tindakan suap menyuap bisa untuk tujuan jangka pendek atau manfaat yang bisa dirasakan di masa yang akan datang. 

Sementara itu Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut meskipun Kaesang bukan penyelenggara negara tak mengaburkan fakta bahwa keluarganya merupakan pejabat negara. Atas alasan Kaesang adalah anak pejabat negara maka harus ada penjelasan kepada publik peminjaman jet pribadi dilakukan untuk apa. 

Pemeriksaan Kaesang menurut Abdul Fickar bisa saja dilakukan dengan merujuk pada Undang-Undang tentang Penyelenggara Negara yang bebas KKN yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 tentang KPK. Adapun dalam Undang-Undang tentang Tipikor terdapat ruang bagi penegak hukum untuk mengusut harta benda istri, anak dan kerabat penyelenggara negara seperti tertuang dalam Pasal 37 A. 

“Seorang penyelenggara negara dilarang KKN itu termasuk juga keluarganya.  In case istri dan anak-anaknya,  karena itu dibuat UU yang mewajibkan setiap pejabat publik membuat LHKPN,” ujar Abdul Fickar. 

Sidang vonis Rafael Alun ditunda (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nym.)

Gratifikasi Keluarga Penyelenggara Negara 

Soal potensi pemanggilan Kaesang dalam kapasitas sebagai anak penyelenggara negara juga disorot oleh Mahfud MD yang kini menjadi guru besar Universitas Gajah Mada. Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan itu mengatakan sudah ada beberapa kasus korupsi di Indonesia yang terungkap setelah dilacak melalui keluarga. 

Mahfud mencontohkan kasus gratifikasi dan suap yang menyeret eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun. Kasus yang menyita perhatian publik pada pertengahan 2023 itu terungkap setelah anak Rafael, Mario Dandy Satrio, terseret kasus pidana penganiayaan. 

Kasus Gratifikasi itu terendus setelah masyarakat menyorot gaya hidup mewah anak Rafael yang dinilai tidak sesuai dengan profil penyelenggara negara. KPK kemudian melacak kaitan harta Mario Dandy dengan jabatan Rafael sehingga terbongkar kasus suap dan gratifikasi. 

Dalam perkara gratifikasi dan suap, Rafael dinyatakan bersalah dan dihukum 14 tahun penjara. Hal ini pulalah yang menurut Mahfud membuat kasus Kaesang tidak bisa hanya dilihat dari posisi Kaesang sebagai penyelenggara negara atau bukan. 

“Kalau alasan hanya karena bukan pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya,” ujar Mahfud seperti dikutip dari akun X @mohmahfudmd. 

Sementara itu, Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute (TII) Christina Clarissa Intania mengatakan bahwa dugaan gratifikasi terhadap pejabat negara harus mendapat perhatian yang sama. Penegakan prinsip semua orang sama di mata hukum menurut Christina perlu dilakukan agar praktik tersebut tidak menjadi sebuah kewajaran.

"Perlu menjadi keresahan bahwa praktik gratifikasi yang sedemikian rupa tetap umum dilakukan jika tidak dinormalisasi oleh pejabat atau bahkan sampai ke aparat penegak hukum dari sumber yang berbagai macam," kata Christina. 

Menurut dia, gratifikasi merupakan penyebab birokrasi maupun penegakan hukum tidak berjalan sesuai dengan muruah. Ia menilai gratifikasi menciptakan konflik kepentingan di antara pihak yang terlibat.

Ia menyebut dugaan gratifikasi penggunaan fasilitas pesawat jet pribadi oleh Kaesang seharusnya menjadi peringatan bagi pejabat publik lainnya. Di sisi lain, aspek penegakan hukum juga harus ditelusuri agar isu tersebut tidak sekadar menjadi pembicaraan hangat. Ia menyebut gratifikasi menunjukkan adanya permasalahan integritas, profesionalisme, dan etika pada pejabat publik.

"Pemberian gratifikasi juga membuat penentuan keputusan oleh penerimanya menjadi terganggu dan bias kepentingan. Ada utang balas budi yang mengiringinya," ujar Christina. 

Ia menilai penegakan hukum terkait dengan gratifikasi bersifat darurat dan mendesak. Selain penegakan hukum, menurut Christina, budaya gratifikasi juga harus tegas ditolak oleh instansi pemerintah dan individu di dalamnya.

Reporter: Ade Rosman, Antara