Bola Panas Danantara

Katadata/M Yana/AI
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) ditargetkan menjadi sovereign wealth fund (SWF) terbesar keempat di dunia.
Penulis: Hari Widowati
8/11/2024, 10.26 WIB

Presiden Republik Indonesia ke-8 Prabowo Subianto punya rencana besar untuk pengelolaan aset-aset negara. Ia ingin mengumpulkan aset-aset yang berharga itu di bawah suatu badan pengelola investasi negara (sovereign wealth fund/SWF) bernama Daya Anagata Nusantara atau Danantara Indonesia.

Sebelum dilantik menjadi presiden, Prabowo dikabarkan bakal merombak Kementerian BUMN. BUMN-BUMN yang untung akan digabungkan ke dalam satu superholding. Adapun BUMN-BUMN lainnya akan dikelompokkan sesuai dengan kementerian teknis yang ada. Wacana ini muncul dalam pidato Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang juga anggota Dewan Penasihat Prabowo Subianto, pada 25 September lalu.

Superholding inilah yang menjadi cikal bakal Danantara Indonesia. Pada 22 Oktober, Prabowo melantik Muliaman Darmansyah Hadad menjadi Kepala Badan Pengelola Investasi Danantara. Muliaman merupakan Deputi Gubernur Bank Indonesia termuda pada periode 2006-2012.

Ia juga pernah menjadi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada periode 2012-2017. Setelah tak lagi menjabat sebagai Ketua DK OJK, Muliaman mendapatkan tugas baru dari Presiden RI ke-7 Joko Widodo sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss sekaligus Liechtenstein periode 2018-2023.

Menurut informasi yang diperoleh Katadata.co.id, Prabowo membutuhkan tokoh senior yang bisa diterima oleh pasar untuk memimpin superholding BUMN tersebut. Tokoh tersebut bisa berasal dari Kementerian Keuangan, BI, atau OJK. Nama Muliaman kemudian muncul, kabarnya karena diusulkan oleh Burhanuddin Abdullah. Pada saat Burhanuddin menjabat sebagai Gubernur BI, Muliaman adalah salah satu Deputi Gubernur BI.

Muliaman Hadad, mantan Ketua Dewan Komisioner OJK yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto menjadi Kepala BPI Danantara. (Arief Kamaludin|KATADATA)

Tugas dan Misi Penting Danantara

Sesaat setelah dilantik, Muliaman mengatakan BP Investasi Danantara akan beroperasi layaknya Temasek yang menjadi holding bagi BUMN Singapura. Temasek memiliki aset senilai US$389 miliar atau Rp 6.113,7 triliun per 31 Maret 2024. Perusahaan investasi itu gencar membidik investasi di perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan tinggi di dalam maupun di luar negeri.

Berdasarkan dokumen "Danantara Indonesia Sovereign Fund", lembaga tersebut merupakan wujud dari visi Prabowo untuk mendorong transformasi ekonomi demi mencapai kemakmuran nasional.

Prabowo ingin Danantara bisa mengoptimalkan dan mengonsolidasikan aset-aset negara. Aset-aset ini akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional sesuai mandat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3.

Danantara bakal menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, dan berkualitas dalam lima tahun ke depan. Badan pengelola investasi ini akan menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan target Prabowo untuk meraih pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun masa jabatannya.

Danantara akan mengonsolidasikan aset-aset penting dan mengoptimalkan entitas kekayaan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di tataran global. Itu sebabnya, Danantara akan membawahi tujuh badan BUMN yang selama ini menjadi penyumbang dividen terbesar, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PLN, Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dan MIND ID.

Tujuh BUMN Jumbo dan INA Bakal Masuk Danantara (Katadata/Rahma Nirmala)

Indonesia Investment Authority (INA) juga akan melebur ke dalam BP Danantara. Dokumen Danantara menyebutkan lembaga tersebut adalah evolusi dari INA yang merupakan sovereign wealth fund pertama di Indonesia.

Masuknya tujuh BUMN besar dan INA ke dalam Danantara membuat lembaga itu memiliki dana kelolaan US$600 miliar atau Rp 9.429,8 triliun jika dihitung dengan kurs Rp 15.716 per US$. Dalam beberapa tahun ke depan, dana kelolaan BP Danantara ditargetkan menjadi US$982 miliar atau Rp 15.433 triliun untuk menjadi SWF terbesar keempat di dunia. Menurut informasi yang diperoleh Katadata.co.id, entitas aset negara lainnya akan dimasukkan di bawah BP Danantara secara bertahap untuk menambah portofolio lembaga tersebut.

Maju Mundur Peresmian Danantara

Prabowo sedianya meluncurkan Danantara pada 7 November, sehari lebih cepat dibandingkan dengan rencana sebelumnya pada 8 November. Namun, rencana ini akhirnya ditunda hingga Prabowo selesai melaksanakan kunjungan kerja ke luar negeri yang dijadwalkan berlangsung dua pekan, pada 8-24 November mendatang. Prabowo akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) di Peru dan KTT G20 di Rio de Janeiro, Brasil.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan Prabowo meminta peluncuran Danantara tidak dilakukan dengan terburu-buru. "Jadi harus ditempuh prosesnya dengan hati-hati dan prudent supaya nanti hasilnya baik," ujar Hasan Nasbi di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2024, di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Kamis (7/11).

Menurut Nasbi, Prabowo juga menyinggung soal Danantara di hadapan para peserta Rakornas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2024 itu. "Beliau menyampaikan soal keinginan (untuk) mengonsolidasikan aset kekayaan negara dalam institusi bernama Daya Anagata Nusantara. Lembaga tersebut akan berfungsi seperti Temasek atau GIC di Singapura," ujarnya.

Sepuluh Badan Pengelola Investasi Negara Terbesar Dunia (Katadata/Rahma Nirmala)

Peluncuran Danantara terkesan terburu-buru. Aturan atau dasar hukum dari pendirian Danantara belum siap. Begitu pula dengan struktur lembaga tersebut.

Menurut informasi yang diterima Katadata.co.id, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani akan mendapatkan posisi sebagai Chairman (Komisaris Utama) di Danantara. Muliaman akan berperan sebagai Chief Executive Officer (CEO).

Nama Pandu Patria Sjahrir muncul sebagai Chief Operating Officer (COO) Danantara. Pandu adalah Founding Partner AC Ventures, perusahaan modal ventura yang memiliki dana kelolaan lebih dari US$500 juta (Rp 7,78 triliun). AC Ventures berinvestasi pada lebih dari 120 perusahaan di bidang fintech, health-tech, climate-tech, hingga e-commerce dan retail di Indonesia maupun luar negeri.

Pandu, yang juga keponakan dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, tercatat sebagai Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). Ia juga menjabat sebagai CEO Electrum, produsen kendaraan listrik hasil joint venture TBS Energy dengan Gojek.

Dalam unggahan di akun Instagram @rosanroeslani, Rosan telah melakukan rapat koordinasi dengan Muliaman Hadad dan Pandu Sjahrir di Kementerian Investasi dan Hilirisasi, di Jakarta, pada 3 November lalu. "Pada Minggu malam, kami berkoordinasi menjelang peluncuran BPI Danantara, yang akan berperan dalam mengelola investasi di luar APBN," tulis Rosan dalam unggahannya di akun tersebut.

Rosan menyebut Danantara siap bersaing dengan lembaga investasi global untuk menarik investasi ke dalam negeri. Lembaga ini akan menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% dan target investasi senilai Rp 1.905 triliun pada 2025.

Menteri BUMN Erick Thohir justru tidak terlihat di foto yang diunggah Rosan tersebut. Erick kabarnya kecewa karena tidak dilibatkan dalam pembentukan Danantara. Padahal, ia gencar menyuarakan soal pembentukan holding (perusahaan induk) BUMN selama memimpin Kementerian BUMN. Sejauh ini, Erick mengatakan hanya diminta untuk menyiapkan kantor Danantara yang nantinya akan menggunakan salah satu aset kantor Bank Mandiri.

Peluncuran Danantara Terkendala Aturan

Salah satu faktor yang menyebabkan peluncuran Danantara tertunda adalah ketidaksiapan regulasi yang bakal menjadi payung hukum bagi lembaga tersebut. Muliaman mengatakan ada dua aturan yang tengah disiapkan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres).

"Sementara pakai PP dulu, sedang disiapkan," kata Muliaman ketika ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (7/11).

Sebelum pembentukan superholding Danantara ini mengemuka, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas revisi Undang-Undang BUMN. Revisi inilah yang seharusnya menjadi dasar bagi penetapan tugas dan fungsi serta landasan hukum bagi Danantara.

Ada juga yang berpendapat Prabowo bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membentuk Danantara. Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini mengatakan pemerintah pasti akan mengambil kebijakan sesuai aturan dan UU yang berlaku.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Demokrat Sartono Hutomo menilai revisi UU BUMN akan menjadi dasar hukum BPI Danantara. Ia mengatakan pemisahan aset Danantara dengan aset BUMN menjadi poin penting dalam pembentukan BPI Danantara. "Karena dalam BUMN terdapat dividen yang merupakan bagian dari APBN. Jangan sampai dividen yang seharusnya masuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) malah masuk ke dalam pencatatan BPI Danantara," kata Sartono kepada Katadata.co.id.

Ia menyebut pemetaan aset menjadi sangat penting karena dengan pemetaan itu pemerintah bisa melihat potensi investasi yang akan masuk ke Danantara. Menurut Sartono, investasi Danantara harus dikelola secara berhati-hati sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal untuk kemakmuran rakyat dan kemajuan bangsa.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa Ida Fauziyah juga menilai UU akan menjadi payung hukum yang kuat untuk Danantara. "Pembuatan UU membutuhkan waktu yang cukup lama, untuk sementara pemerintah bisa membuat payung hukum yang lebih rendah kekuatan hukumnya dibandingkan dengan UU," ujar Ida.

Menurutnya, sepanjang tidak ada komplikasi dengan UU lainnya, pemerintah bisa menerbitkan Perpres. Namun jika terkait dengan UU lainnya, seperti UU BUMN, UU Penanaman Modal, dan lain-lain, tentu pemerintah harus menggunakan UU sebagai dasar hukum Danantara.

"Namun demikian, jika rencana operasional BUMN jangkar tetap di Kementerian BUMN dan hanya dividen yang diambil alih ke Danantara, saya berpendapat cukup dengan Perpres," kata Ida.

Nasib Kementerian BUMN Setelah Danantara Meluncur

Kemunculan Danantara sebagai lembaga yang berada di bawah pengawasan presiden menimbulkan pertanyaan mengenai nasib Kementerian BUMN. Erick Thohir mengatakan keberadaan superholding BUMN seperti Danantara tidak perlu direspons negatif. Menurutnya, sesuai dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN dan peta jalan BUMN, proses menuju superholding sudah dirintis Kementerian BUMN dalam dua tahun terakhir.

Setelah Danantara terbentuk, Kementerian BUMN akan fokus pada restrukturisasi BUMN. Artinya, Kementerian BUMN akan membenahi BUMN yang masih merugi, terlilit utang, dan terancam bangkrut.

"Selama ini saya di Kementerian BUMN itu memang garis tangannya restrukturisasi, yang tidak sehat jadi sehat. Bahkan, bisa memberikan dividen sampai Rp 90 triliun," ujar Erick ketika ditemui di Media Center BUMN, Kamis (7/11) malam.

Erick menyebut dari 47 BUMN, sebanyak tujuh BUMN masih merugi, seperti PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Indofarma Tbk (INAF). Kementerian BUMN akan menyehatkan BUMN-BUMN tersebut sehingga lebih efisien dan kompetitif. Pada akhir tahun lalu, Erick juga telah membubarkan tujuh BUMN yang bangkrut, antara lain Merpati Airlines dan Kertas Kraft Aceh.

Danantara Berpeluang Tarik Investasi Asing Lebih Besar

Pengamat Ekonomi Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai pembentukan Danantara tidak akan menimbulkan tumpang tindih dengan INA maupun Kementerian BUMN. Menurutnya penggabungan INA ke dalam Danantara akan memperkuat lembaga pengelola investasi itu. "INA sudah memiliki reputasi baik dan kredibel yang dapat menjadi fondasi bagi Danantara," ujar Wijayanto kepada Katadata.co.id.

Ia juga menyebut Danantara bakal memiliki peran yang serupa dengan Temasek atau GIC milik Singapura. Jika dikelola secara profesional sejak awal, masuknya tujuh BUMN dan INA ke dalam Danantara akan membawa hasil yang positif.

"Hal ini akan menghindarkan BUMN dan investasi negara dari campur tangan politik," tutur Wijayanto. INA maupun BUMN akan sama-sama diuntungkan dengan terbentuknya Danantara. Kolaborasi di antara BUMN-BUMN ini akan semakin fleksibel dan dinamis, ekosistemnya pun mendukung bagi perkembangan investasi di masa depan.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan Danantara diharapkan menjadi lembaga investasi milik pemerintah yang kredibel. "Tujuannya mengoptimalkan nilai aset yang dimiliki BUMN atau aset negara lainnya sehingga mampu menghasilkan shareholders return yang cukup kompetitif," kata Toto kepada Katadata.co.id.

Dengan kewenangan untuk mengelola saham-saham BUMN yang termasuk kategori bluechips (unggulan) maka portofolio investasi Danantara akan semakin menarik di mata investor. "Minat investor global untuk bekerja sama dengan Danantara akan lebih terbuka karena alasan ini. Pasar modal domestik bisa terkerek karena sentimen positif ini," ujarnya.

Toto berharap Danantara hanya akan mengelola saham BUMN yang berorientasi komersial maupun BUMN yang masuk kategori aset strategis. Untuk BUMN yang memiliki tugas pelayanan publik, seperti Bulog, ia berharap BUMN tersebut diserahkan ke kementerian teknis dalam pengelolaannya.

Reporter: Ade Rosman, Nur Hana Putri Nabila, Muhamad Fajar Riyandanu