Grup Bakrie Masuk Bisnis Otomotif lewat Bus Listrik

KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
1/9/2019, 10.00 WIB

Peraturan Presiden mengenai kendaraan listrik yang ditandatangani Presiden Joko Widodo resmi diterbitkan 12 Agustus 2019. Grup Bakrie melalui anak usahanya, PT Bakrie Autoparts, tertarik menggarap bisnis bus listrik dengan menggandeng produsen asal Tiongkok, BYD Auto.

Bakrie Autoparts ingin menjadikan bus listrik sebagai transportasi publik di seantero negeri. Direktur Utama Bakrie Autoparts Dino A. Ryandi menjelaskan rencana Grup Bakrie mengembangkan pasar kendaraan listrik tersebut dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata.co.id di Menara Bakrie, Jakarta, Agustus lalu. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana awalnya Bakrie Autoparts merambah otomotif ?
Kalau kita lihat, Bakrie Autoparts ini sejak 1970-an merupakan perusahaan pengecoran logam. Dulu namanya Bakrie Tosan Jaya dan Pak Achmad Bakrie (pendiri Grup Bakrie) pernah berkecimpung langsung. Selain pengecoran logam, kami juga suplai (onderdil) ke kendaraan bermotor seperti Hino serta Isuzu. Kebanyakan komponen-komponen kendaraan seperti rem listrik sampai rem tromol. Mitsubishi Xpander itu rem cakram dan rem tromol produksi kami.

Sudah pernah meluncurkan kendaraan?
Zaman mobil nasional (mobnas), salah satunya adalah Maleo, kendaraan nasional yang diusulkan Bakrie.

Kapan mulai berpikir kembali bermain otomotif?
Tahun 2018 tercetus kembali. Manajemen ditantang Pak Ical (Aburizal Bakrie) agar bikin sesuatu yang baru. Belum lagi ketika ada ancaman (mobil) listrik, masa kami tidak adaptasi sih. Oke, kami cari jalan baru tanpa meninggalkan (bisnis) yang lama.

Dari awal memang berminat mengembangkan kendaraan listrik?
Mulai dari brainstorming di Bakrie Autoparts dan proyek itu dilaksanakan tahun lalu. Mungkin dalam hitungan 50 tahun, pertumbuhan kendaraan listrik itu jelas bertambah besar. Kendaraan listrik karakteristiknya tidak ada mesin. Kalau kehilangan order untuk komponen mesin, harus ada kompensasi yang lain. Jadi wajar kalau kami merangkul kendaraan listrik.

Lalu mengapa memilih produksi bus listrik?
Kami lihat lagi kemampuan kalau main di mobil penumpang, perlu satu tim yang komplit dari marketing, marketing communication, dan product management. Belum lagi perlu dealer karena tidak mungkin cuma di Jakarta saja. Minimal di Medan, Makassar, Surabaya, Semarang, dan Bandung. Perlu usaha besar dan mungkin bisa head-to-head dengan Toyota, Honda, dan lain-lain. Kalau menghitung dalamnya saku (modal), mungkin kami kalah.

Dari situ bus yang dipilih?
Dengan kemampuan kami maka kendaraan komersial adalah area yang sangat cocok. Tidak mungkin kami beli satu, setidaknya beli 15-20 unit dan usahanya sama dengan menjual satu mobil tanpa perlu dealer. Kami cukup gunakan tim yang ada di sini yang bisa bergerak ke mana-mana. Makanya, Bakrie Group konsentrasi ke bus listrik. Selain itu, kadar emisinya juga rendah dan polusi bisa turun secara signifikan. Jadi, tujuan ideal dan komersial kami dapat.

Bagaimana ceritanya menjajaki produsen bus listrik?
Tim kami sudah ke Amerika Serikat (AS) serta Eropa. Di AS bertemu Tesla, mereka bilang tidak membuat kendaraan komersial. Lalu kami ke Eropa bertemu Mercedes Benz, Scania, dan Volvo. Mereka bilang belum punya yang setir kanan. Lalu kami ke Jepang dan mereka bilang masih investasi untuk Internal Combustion Engine (ICE) miliaran dolar dan belum balik modal.

Di Tesla, kami sempat tanya mereka beli baterai di mana, ternyata dari Panasonic. Waktu kami ke Jepang, kami tanya beli (komponen) baterai di mana. Ternyata mereka bilang dari Tiongkok. Akhirnya kami ke Tiongkok.

Bagaimana akhirnya bertemu BYD Auto?
Waktu tim Bakrie ke Eropa, mereka melihat double decker (bus tingkat) di London, Inggris mereknya BYD. Di Paris dan di Bandara Schiphol, Amsterdam semua bus pakai BYD. Saya Googling ternyata BYD dari Tiongkok. Mereka juga bukan perusahaan main-main. Meski perusahaan baru berdiri 1997, mereka produsen baterai lithium terbesar di dunia dan sekarang bus mereka itu dipakai di 200 kota yang berada di 50 negara.

Apa keunggulan BYD dari pandangan Bakrie?
Pertama, mereka punya pabrik baterai lithium yang paling canggih di dunia dengan investasi US$ 10 miliar. Kedua, mereka punya tambang sendiri. Untuk membuat baterai lithium butuh dua mineral yang sangat susah didapat, lithium dan kobalt. Adanya di Kongo, Afrika. Selain itu, controller-nya semua buat sendiri. Mereka punya semua dari hulu hingga hilir, itu yang menjamin.

BYD apakah baru pertama kali punya mitra Indonesia?
Mereka pernah masuk ke Indonesia 2015, punya mitra yang namanya tidak perlu saya sebut. Satu operator bus, tapi tidak cocok buat mereka karena tidak sama visinya.

Mengapa tidak cocok?
Intinya satu, perlu political connection. Kendaraan komersial listrik harus punya hubungan dengan Ditjen Perhubungan Darat, TransJakarta, PPD, dan sebagainya. Kalau tidak punya hubungan baik, susah. Kebanyakan operator transportasi publik ini kan pemerintah. Jadi salah satu kekuatan dari Bakrie yang tidak bisa dibantah adalah koneksi dengan pemerintah. Siapa tidak kenal bapak yang di atas ini (sambil menunjuk foto Aburizal Bakrie). Kedua, mereka mau punya mitra yang punya basis manufaktur.

Berarti bisa dibilang Bakrie Autoparts ini menjadi agen pemegang merek (APM) BYD di Indonesia?
Betul, sejak Desember 2018 kami sudah jadi APM BYD di Indonesia dan menjadi anggota Gaikindo juga.

Berapa lama sampai ke proses due diligence?
Setahun penjajakan hingga akhirnya mereka masuk lagi ke Indonesia dengan Bakrie. Pada 18 April lalu, kami tanda tangan kerja sama dengan mereka.

Apakah BYD mau memenuhi syarat konten lokal?
Mau tidak mau kami akan pakai konten lokal. Waktu kami tanya, mereka jawab "Apa yang kalian bisa?" Waktu BYD jawab seperti itu, saya senang. Tujuan mereka, lebih kepada mencari stronghold penjualan ketimbang keukeuh (tak menggunakan bahan lokal). Pabrik mereka bukan hanya di Tiongkok tapi di AS juga ada dan di sana ada aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang sangat ketat.

Tapi membuat baterainya dari sana?
Pernah saya tanya bagaimana baterainya? Mereka jawab, kalau Indonesia punya tambang kobalt atau lithium, pasti didukung. Kalau mereka bawa resource ke Indonesia buat baterai itu tidak ekonomis. Baterai lithium bukan hanya untuk mobil tapi semua gawai kan juga pakai.

Pemerintah berencana mengembangkan pabrik baterai mobil listrik di Morowali, Bakrie tidak berminat?
Setahu saya di Morowali itu kan baterai dari nikel. Kalau dibandingkan baterai lithium, setahu kami lithium lebih unggul, lebih stabil.

Sudah ada rencana investasi?
Fase pertama, kami masukkan dua kendaraan sebagai perkenalan. Fase kedua, kami berencana masukkan beberapa model tetapi ternyata fase ini tidak perlu dijalankan karena kebutuhannya kita sudah tahu. Fase ketiga, kami mulai mengimpor casis dalam bentuk completely built up (CBU) lalu masuk karoseri. Sekarang kami sudah dalam fase tiga. Fase keempat, kami merakit casis juga.

TKDN fase empat berapa konten lokalnya?
Konten lokalnya sudah 60% karena baterai kami masih impor. Tapi body, ban, velg, sampai AC sudah lokal semua. Jadi, yang murni dari Tiongkok itu baterai.

Halaman: