Mengenai faktor keamanan, MRT yang berada dibawah tanah dan bergerak super cepat apakah aman dari gempa misalnya?
MRT itu sudah di desain dengan standar kegempaan yang tinggi bahkan pada fase konstruksi kami revisi membuatnya menjadi lebih kuat. Dimensi - dimensi terowongan itu kami perkuat sehingga dia menjadi lebih tahan terhadap gempa. Nah saya bisa memastikan bahwa kondisi yang sekarang kami siapkan itu aman terhadap gempa pada skala yang normal yang bisa dihadapi Jakarta. Masih aman menghadapi gempa 8 sampai 9 skala richter.
Bagaimana MRT memberikan jaminan keamanan kepada seluruh penumpang sehingga terhindar dari kejahatan?
Pertama kami mengajak berbagai masyarakat untuk membantu, karena urusan ini sangat ditentukan bagaimana mereka berpartisipasi melakukan mitigasi, proteksi dan ikut menyiapkan situasi aman.
Kedua, kami punya beberapa elemen security system yang kami siapkan di setiap lapis stasiun. Stasiun MRT juga merupakan obyek vital nasional di mana kami bekerja dengan kepolisian dan TNI untuk menjaga keamanan. Kami juga perbanyak CCTV untuk jaringan kontrol yang dapat merekam semua titik jadi sebaik – baiknya kami semaksimal mungkin kami menyiapkan sistem pengamanan.
Mengenai desain stasiun-stasiun itu memang dibuat khusus dengan tema tertentu?
Iya kalau Anda lihat setiap stasiun punya tema yang berbeda ditentukan oleh spirit environment, connectivity dan locality. Saat kami berhenti di blok A itu temanya pasar blok A, ada gambar seperti keranjang. Di Stasiun Haji Nawi temanya Betawi dan di Bunderan HI itu temanya internasional life warnanya.
Kedua akan ada kegiatan–kegiatan budaya sepanjang jalan Sudirman Thamrin di atas trotoar yang kami desain agar masyarakat merasakan kenikmatan sensasi berjalan kaki. MRT ini identik dengan budaya jalan kaki dan masyakarat Indonesia itu terkenal dengan tidak mau berjalan kaki.
Bisa dimengerti karena panas dan trotoarnya tidak bagus. Nah itu sebenarnya tidak ada alasan lagi di jalan Sudirman Thamrin sekarang jalur satu jalur lambat kemudian trotoar kita perlebar. Pada pagi dan sore dapat berjalan kaki di trotoar.
Katadata membuka kesempatan kepada netizen dan banyak sekali pertanyaan yang dititipkan. Salah satunya menanyakan bagaimana perkembangan rute MRT? Apakah ada rencana penambahan rute yang masif seperti jalur Tokyo Metro walaupun lahan di Jakarta terbatas?
Memang tidak perlu menunggu seperti 100 tahun seperti Tokyo memiliki 300 kilometer jaringan MRT. Saya kira kita butuh sepuluh tahun. Jadi apa yang kami lakukan sekarang menuju 2030 adalah terus ke utara supaya masyarakat di Jakarta Utara dapat menikmati MRT.
Kami bangun secepatnya tahun depan jalur Timur Barat mulai dari Kalideres sampai Ujung Menteng sepanjang 31 kilometer di tahun 2026. Jaringan 2027 itu selesai sepanjang 25 kilometer plus 31 kilometer kemudian kami bangun loop line. Loop line itu ada dua ada yang inner loop line dalam kota dan ada outer loop line.
Nah kemudian kami melakukan pengembangan ke kota – kota yang lainnya. Jadi memang dalam waktu 10 tahun bila serius mengatasi kemacetan di Jakarta butuh 250 sampai 300 kilometer jalur MRT dengan pendekatan akselerasi.
(MRT Jakarta merupakan proyek yang akan dibangun dalam beberapa fase. Setelah fase I, rute MRT akan dilanjutkan dengan ke fase II untuk rute Bundaran HI-Kota hingga fase III rute Cikarang-Balaraja.)
Pertanyaan netizen lainnya, MRT dan KRL masih memakai sistem listrik dengan basis konsumsi listriknya cukup besar. Apakah sekarang sudah ada kereta yang menggunakan energi yang sudah terbarukan dengan menggunakan hydrogen?
Belum, yang fase satu dan fase dua kami telah perkenalkan dengan energi bersih. Kemudian fase tiga nanti sudah memperkenalkan teknologi energi bersih secara penuh. Sudah kami rencanakan fase dua bahkan kami membuat peluang untuk nanti energi yang melayani atau istilahnya datang dari energi bersih bukan diesel lagi.
Mengenai konsep integrase MRT dengan tranportasi publik lain seperti Transjakarta. Apakah Anda bisa sedikit bercerita tentang konsep integrasi ini?
Ini pertanyaan yang penting sekali karena dari survei salah satu komponen penting orang naik MRT adalah adanya interkoneksi antara MRT dengan transportasi publik yang lain. Pertama Integrasi fisik, di beberapa stasiun melekat integrasi dari MRT langung ke Transjakarta.
Kedua integrasi rute, sekarang Transjakarta ini menambah rutenya dan rute – rute tambahan untuk mendukung keluar masuk stasiun MRT Jakarta. Dari selatan misalnya masyarakat dari Cinere, Depok, BSD, Pamulang dan Bintaro itu naik Transjakarta berhenti di stasiun MRT Lebak Bulus maupun Fatmawati.
Kami juga mendorong akan ada ticketing integration pada akhir tahun ini kemudian di luar kota Jakarta dan beberapa stasiun kami siapkan park and ride. Jadi masyarakat dapat bawa kendaraan dan parkir di tempat itu kemudian naik MRT dengan fasilitas yang kami siapkan. Kami juga menyiapkan tempat untuk ojek.
Apakah nanti juga disediakan tiket yang terintegrasi dengan transportasi lainnya sehingga hanya sekali bayar?
Sedang kami bicarakan, kami juga membicarakan sebuah perusahaan patungan antara berbagai perusahaan transportasi publik untuk nanti bicara soal tiket yang terintegrasi.